TARAKA 2

By donatlumer

92.1K 9.5K 888

Sejak pertemuannya dengan Tara-setelah pergi dan tak mendapati kabar-beberapa tahun lalu, Raka bisa berteman... More

prolog
satu : Bos Sarah
dua : Istri
tiga : Undangan
empat : Bohong
lima : Tidak menyanggah
enam : Cinta Pertama
tujuh : Terror
delapan : pertanyaan
sembilan : Desakan
sepuluh : Promosi
sebelas : bukan lamaran
dua belas : Calon pacar
tiga belas : Rencana
empat belas : Usia seperempat abad
lima belas : Hiburan
enam belas : Janjinya
tujuh belas : Orang yang tepat
delapan belas : Dinner Date
sembilan belas : Perjodohan
dua puluh : behave
dua puluh satu : Tengah malam
dua puluh dua : Goals Hidup
dua puluh tiga : Jangan Berubah
dua puluh empat : saat itu
dua puluh lima : Peron
dua puluh enam : Perasaan
dua pulah tujuh : Menggantikan
dua puluh delapan : Celah
dua puluh sembilan : percaya
tiga puluh : Parenting
tiga puluh satu : Dinner
tiga puluh dua : kabar
tiga puluh tiga : are you insane?!
tiga puluh empat - Sabrina Errasya
tiga puluh lima : Batal
tiga puluh enam : Terlanjur basah
tiga puluh tujuh : Lembur
tiga puluh delapan : malam yang kelam
tiga puluh sembilan : Cuti
empat puluh : Menghimpit
empat puluh satu : Gagal lagi
empat puluh dua : Bukti
empat puluh tiga : Bimbang
empat puluh empat : Video
empat puluh lima : Kejujuran
empat puluh enam : Marah
empat puluh tujuh : Luapan
empat puluh delapan : Penolakan
empat puluh sembilan : Dirgantara
Lima puluh : Memulai
Lima puluh satu : Sama-sama
Lima puluh dua : Orang tua
Lima puluh tiga : restu
lima puluh empat : Asumsi
lima puluh lima : Laporan
lima puluh enam : Keraguan
lima puluh tujuh : Waktu
lima puluh delapan : Pacaran
lima puluh sembilan : Tema dan Konsep
enam puluh : Batas Sabar
enam puluh dua : Berakhir
enam puluh tiga : Gara-gara mabuk
enam puluh empat : Our Wedding
enam puluh lima : After Breakfast
enam puluh enam : Adik buat Abin
enam puluh tujuh : Rutinitas Baru
enam puluh delapan : Kabar
enam puluh sembilan : Patah
tujuh puluh : Alasan
tujuh puluh satu : Unboxing Daster
tujuh puluh dua : Lengkap

enam puluh satu : Maaf

823 121 1
By donatlumer

Raka membuka pintu mobil untuk Tara, lalu mengecup pelipis wanita itu sebelum Tara keluar dari mobil.

"Ka!" Tara melotot.

Pria itu memamerkan giginya. "Kan mau official."

"Malu dilihat orang," dengkusnya.

"Malu apaan? Cuma cium dikit, nggak yang vulgar," Raka menahan Tara saat wanita itu akan memasuki butik. "Nanti sore jemput Sabrina sendiri gak pa-pa?"

"Lembur lagi?"

"Iya. Ga pa-pa 'kan?"

Tara mengangguk. "Nanti gue pesan Go-Car."

"Okay. I love you."

"Iyaa."

"Jawab dulu. Yang serius."

"Azraka, ini tempat umum," bisik Tara.

Raka melihat sekitar. Waktu makan siang sudah berakhir, ada beberapa orang yang memasuki butik. "Makanya jawab dulu."

"I love you."

Jarinya terkepal kuat di kedua sisi tubuhnya. Raka menahan dirinya untuk tidak memeluk Tara saat ini juga. Wajah Tara memerah, entah karena panas matahari atau malu mengatakannya. Namun, ekspresinya sekarang benar-benar membuat Raka gemas.

Tara mendorong bahu Rak menjauh. "Sana. Entar dimarahin atasan lo."

"Iya, iyaa. Saltingnya jelek banget," ejek Raka.

Tara tidak meresponnya. Ia menunggu Raka memasuki mobilnya dan keluar dari parkiran Serafin Beauty. Bertepatan dengan Sarah yang keluar dari mobil suaminya. Aksel membukakan pintu untuk Sarah, membantu wanita itu keluar dari sana.

"Tar," panggil Aksel. "Bisa tolong bantuin Sarah masuk? Gue buru-buru."

Tara menghampiri mereka. "Pelan-pelan aja, Mbak."

Sarah menepis tangan Aksel lalu berjalan dengan bantuan Tara tanpa melihat kembali pada suaminya. Sepertinya suasana hati bosnya sedang tidak baik-baik saja setelah makan siang.

Saat mereka tiba di lantai dua, para karyawan lain masih terdengar ramai di pantri. Diam-diam Tara menghela napas lega karena tidak ada yang mengintipnya dari sini saat keluar dari mobil Raka tadi. 

"Gimana interviewnya, Mbak? Lancar?" Tara membantu Sarah berjalan ke ruangannya. Wanita yang sedang hamil tua itu baru saja bertemu beberapa kandidat yang akan menggantikan Tara di restoran yang tak jauh dari butik.

"Ada tiga orang. Gue cuma sreg sama satu orang. Dia berpengalaman di bidang yang sama, cukup pintar jawab pertanyaan dan kreatif." Sarah duduk di kursinya, terlihat tak nyaman meskipun sudah menyandarkan punggungnya di sana. "Tapi dia mantannya Aksel."

Tara tahu kegundahan itu. Sarah mungkin merasa keberadaan wanita itu mengancam posisinya. Atau paling sedikitnya membuatnya tak nyaman selama mereka berada di dalam satu ruang yang sama. Mungkin itu juga yang dirasakan Rissa saat tahu Raka masih berhubungan dekat dengan mantan pacarnya.

"Aksel tahu mantannya ngajuin CV ke sini?"

Wajah Sarah berubah masam. "Justru dia yang nyuruh mantannya ngirim CV ke sini!"

Tara mengerjap beberapa kali. "Sengaja?"

"Iya!" Sarah mendengkus kesal. "Dia tahu gue lagi nyari designer baru, katanya niatnya mau bantuin gue, tapi kalau kayak gini namanya dia nyari mati gak, sih?!" Napasnya memburu.

"Tenang dulu, mbak, tenang." Tara mengangsurkan segelas air pada Sarah. "Pelan-pelan, Mbak."

Sarah meneguk airnya hingga sisa setengah. "Gue harus gimana, Tar?"

"Dia single?" tanya Tara.

"Kayaknya. Gue nggak tahu."

"Gue yakin Aksel nggak akan melirik mantannya lagi sekalipun wanita itu menggodanya," ucap Tara yakin.

Sarah menyetujui itu. "Tapi lo tahu kan, kesabaran gue ini setipis apa. Gue nggak yakin bisa menahan kekesalan gue kalau dia mulai bertingkah."

Tara terlihat bingung dengan situasi ini. Setelah tiga bulan lalu ia memberitahu niatnya untuk berhenti dari pekerjaannya, Sarah mulai merajuk dan tidak menghiraukannya. Wanita itu tidak bisa ditinggalkan begitu saja oleh Tara. Mereka telah bersama membuat Serafin Beauty menjadi sebesar ini selama beberapa tahun ke belakang, jelas saja Sarah merasa berat ditinggalkan olehnya.

"Gue tahu lo udah nggak nyaman di sini, Tar," ujar Sarah melihat kebimbangan Tara. "Mulut mereka emang sialan banget."

"Mbak, gue udah pernah bilang kan alasan gue resign bukan karena hal itu?" bantah Tara.

Sarah mengangguk. "Tapi gue tahu yang selama ini mereka omongin, Tar."

"Jadi, gue harus bertahan sampai lo dapat designer yang baru?"

"Nggak. Nanti gue pikirin lagi, deh." Sarah memijit pelipisnya.

"Tapi hari ini terakhir gue kerja, Mbak," ucap Tara. "Kalau lo masih mau nyari, gue bisa kerja lagi sampai satu bulan ke depan."

Sarah menggeleng. "Lo udah bilang dari tiga bulan lalu, harusnya gue gerak cepat nyari pengganti. Kalau kayak gini 'kan, acara lo juga jadi terganggu."

"Terus gimana?"

"Lo nggak ada kenalan designer?" tanya Sarah.

Selama ini Tara mengikuti jejak Sarah karena wanita itu begitu gigih dalam bekerja dan sangat mandiri. Sarah seolah tidak kehabisan akal untuk terus mencapai goal hidupnya, termasuk membuat Serafin Beauty menjadi semakin besar. Lingkaran pertemanannya pun sangat kecil. Selain karena Tara yang tidak suka berbasa-basi dengan orang baru, pekerjaannya yang berada di dalam ruangan sepanjang waktu juga menjadi alasannya tidak memiliki teman.

"Harusnya lo yang punya kenalan 'kan?"

Sarah terlihat pusing. "Nanti malam gue kabarin lagi, ya? Gue butuh istirahat. Kaki gue sakit banget," keluhnya seraya memijit tulang keringnya yang terasa pegal.

"Gue bantu pindah ke sana, Mbak." Tara memapah Sarah ke sofa panjang. "Aksel mungkin niatnya emang mau bantuin, dia tahu mantannya itu berkompeten makanya nyuruh kirim CV ke sini."

Sarah menatap Tara dengan sebal. "Tar, lo nggak ngerti."

"Ya... sorry." Tara memilih untuk undur diri setelah Sarah merebahkan dirinya di sofa.

Saat ia keluar dari ruangan Sarah, semua karyawan tampak mengerubungi meja Meri. Silvia dan Amiya pun turut serta di sana.

"Amiya? Silvia?" panggil Tara.

Mereka langsung membubarkan kerumunan. Silvia dan Amiya memutar tubuh mereka menghadap Tara.

"Masuk." Tara mengarahkan dagunya ke ruangan mereka. "Ada yang harus dibicarakan."

Bukan hanya Amiya dan Silvia, semua karyawan lain pun ikut bingung. Mereka merasa ketar-ketir jika sewaktu-waktu Tara memarahi kedua wanita itu karena ikut bergosip.

Setelah pintu ditutup rapat oleh Amiya, Tara mempersilakan mereka duduk di kursi mereka. "Ada apa ya, Mbak?" tanya Amiya.

"Kita nggak lagi ngomongin mbak Tara, kok," ujar Silvia.

Tara menghela napas kasar. "Saya mau ngasih tahu kalian beberapa hal."

Silvia meremat kesepuluh jarinya. "Mbak, maaf banget kalau kita sering ikut mereka ngegosip. Tapi jujur, meksipun kita juga penasaran tapi kita cuma diem, mbak. Sumpah!"

"Nggak, kok, nggak. Bukan soal itu." Tara menggeleng. Tanpa ia sadari kedua partner kerjanya itu menghela napas lega. "Pertama, saya memutuskan untuk resign."

Dan itu lebih buruk dari amarah Tara kemarin.

"Setelah menikah saya nggak akan kembali ke Serafin Beauty lagi."

"Mbak Tara serius?" Amiya menggigit bibir bawahnya.

Tara mengangguk.

"Apa karena kita-kita mbak Tara jadi nggak betah?" tanya Silvia hati-hati.

"Bukan sama sekali," tegasnya. "Kita udah kerja selama bertahun-tahun, dan menurut saya itu bukan masalah yang harus dibesar-besarkan. Karena pada dasarnya sifat mereka memang seperti itu, jadi saya nggak bisa mengubahnya. Intinya saya nggak akan kembali bekerja setelah menikah," jelasnya.

Silvia mulai gusar di tempatnya. "Yang kedua apa, mbak?"

"Hari ini terakhir saya berkerja."

"Mbak," Silvia bangkit dari kursinya. "kalau mbak Tara marah sama kami, kami akan terima. Tapi tolong jangan kayak gini. Kami nggak bisa ditinggalin sama mbak Tara."

Amiya mengangguk setuju. "Mbak nggak serius, kan?"

"Saya serius. Dan keputusan itu sudah bulat."

"Kenapa mendadak, Mbak?"

"Saya udah mengajukan surat resign sejak tiga bulan lalu. Dan hari ini adalah hari terakhir saya."

"Terus siapa yang akan menggantikan mbak Tara?"

"Mbak Sarah akan segera memberitahu kalian."

Terdengar hembusan napas pasrah dari kedua wanita itu. "Apa nggak bisa mbak Tara bertahan di sini?" gumam Amiya.

Tara menggeleng.

"Tiga bulan lalu dan mbak Tara baru bilang saat besok mbak Tara nggak lagi kerja di sini.... Kami pasti bikin mbak Tara nggak nyaman. Maaf ya, Mbak." Silvia menyesalkan semuanya.

"Kita masih bisa ketemu di luar Serafin," ujar Tara.

"Mana mungkin. Mbak Tara pasti sibuk," sahut Silvia.

Tara diam, namun ia tidak mengiyakan ataupun membantah. "Yang ketiga, saya udah membereskan semuanya di sini." Tara menyimpan flash disk di atas meja. "Soft copy design semuanya ada di sini sesuai permintaan klien. Untuk data udah ada di dokumen yang biasa disimpan di laci. Besok saya akan ke sini lagi untuk beresin barang-barang."

🍩


"Mbak Tara nggak pulang?" tanya Silvia. Ia melihat jam di ponselnya sudah menunjukan jam pulang.

"Mau. Kalian duluan aja." Tara masih membereskan pekerjaannya saat menjawabnya.

"Kita mau ngajak mbak Tara makan-makan," ucap Amiya.

Tara mengalihkan atensinya pada mereka. "Makan?"

Amiya mengangguk.

"Bukan cuma kita kok. Tapi yang lain juga. Mereka udah nungguin di luar," ujar Silvia.

Suasana mendadak hening saat Tara datang dengan Sabrina di gendongannya. Tara tahu, mereka pasti akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin jauh lebih parah dari kemarin. Tapi ia sudah memikirkannya matang-matang saat di perjalanan menjemput Sabrina tadi. karena tidak mungkin ia menitipkan Sabrina di daycare sampai malam sementara ia tidak tahu kapan acara makan-makan itu akan selesai.

Tara duduk di sebelah Silvia, ia menyimpan tasnya lalu memangku Sabrina. "Sorry telat," katanya sembari mengeluarkan camilan dari tas bayi.

Meri berdehem. "Nggak pa-pa kok, Tar. Santai aja. Kita udah pesan."

Tara mengangguk.

"Emm... oke, gue boleh tanya nggak, nih?" ujar Sandra dengan hati-hati.

"Ke gue?" tanya Tara.

Sandra mengangguk. "Lo jemput siapa, Tar?" tanya Sandra mewakili penghuni meja mereka. "Sorry, nih, ya, gue jelas kepo karena nggak ada angin nggak ada ujan lo tiba-tiba bawa anak," katanya takut Tara marah.

"Dia Sabrina." Hanya itu. Tara tidak berniat menjelaskan lebih rinci lagi.

Mereka mengangguk mengerti. Tak lama pelayan datang membawa beberapa makanan.

"Sorry banget, Tar, gue nggak mikir kalau mungkin aja selama ini lo keganggu sama pertanyaan-pertanyaan kita. Lo pasti merasa risih dan sebal banget sama kita sejak Raka dan Rissa putus," ucap Edo sembari menyusun makanan yang akan mereka masak di atas meja. Ia mencoba mengalihkan pembicaraan dan membuat suasana tidak lagi canggung.

"Kita juga minta maaf karena udah berasumsi buruk tentang lo, padahal kita juga nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi," tambah Sandra.

"Kita emang ngefans sama Rissa, tapi nggak seharusnya kita ikut campur masalah kalian bertiga. Maaf, Tar," sesal Dewi.

"Kita benar-benar menyesal, Tar," ucap Wina tulus.

Tara tersenyum pada mereka. "Gue maafin."

Setelahnya, Tara juga mengatakan bahwa hari ini terakhir ia bekerja dan besok ia merapikan barang-barangnya. Hal itu tentu saja membuat mereka kembali diliputi rasa bersalah. Mereka kembali riuh.

"Tar, Lo benaran ngambek?"

"Bercandanya kocak lo, ah, Tar!"

"Tuh, kan! Gue yakin Sarah ngamuk sama kita karena Tara bakalan resign!"

"Mbak Sarah ngamuk?" Tara menatap mereka satu persatu dengan tanya. "Kapan?"

Dewi memukul bibirnya yang keceplosan.

"Eh, kita langsung makan yuk! Gue udah laper banget," seru Wina yang sudah memegang mangkuk ramennya. Yang lainnya langsung mengangguk dan mulai mengambil makanan masing-masing. Tidak berniat menjawab pertanyaan Tara.

Mereka menghabiskan sisa waktu bersama Tara hingga perut sudah terisi penuh dan waktu sudah menunjukan pukul delapan malam. Sabrina bahkan sudah tertidur di pangkuannya. Balita itu sangat anteng karena beberapa kali Silvia bergantian menggendongnya. Beberapa temannya yang lain pun ikut menguyel-uyel pipi tembam Sabrina dengan gemas.

🍩











Raka Tasena : Tar? Kok apartemen kosong?

Raka Tasena : Kamu di mana sayang?






🍩

1750 words 🥺 Kalau vote + komennya sepi kebangetan :(

Donat udah nepatin janji up cepet yaa! Chapter 62 juga udah beres ditulis tinggal nunggu semangat kalian aja nih buat ngevote + komen 🤗🤗

—Salam donat💜
05/02/23

Continue Reading

You'll Also Like

580K 40.1K 61
Dokter Rony Mahendra Nainggolan tidak pernah tahu jalan hidupnya. Bisa saja hari ini ia punya kekasih kemudian besok ia menikah dengan yang lain. Set...
6.2M 319K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
1.2M 48.5K 62
Menikahi duda beranak satu? Hal itu sungguh tak pernah terlintas di benak Shayra, tapi itu yang menjadi takdirnya. Dia tak bisa menolak saat takdir...
261K 10.7K 28
Apa yang kamu lakukan ketika suamimu masih mencintai mantan kekasihnya? khusus pembaca dewasa dan mengandung plot twist. tokoh akan tegas pada waktu...