Walaupun orang-orang bilang sinar matahari pagi menyehatkan, Zahera tetap tidak menyukainya dan bahkan menganggap sinar matahari hanya perusak kerja kerasnya yang sebelum berangkat sekolah sudah memakai serangkaian skincare. Sinar matahari pagi juga membuatnya merasa haus, yang sayangnya ia tidak memiliki persediaan air minum. Merepotkan jika harus membawa botol minum ke sekolah, lebih baik membelinya di kantin.
"Kaki gue pegel." Ini adalah keluhannya untuk kesekian kali, dengan satu kaki terus bergerak dan satu kaki lagi menjadi penopang tunggal tubuhnya.
Sejak beberapa menit lalu, Zahera sama sekali tidak mengubah posisinya. Berdiri menghadap pagar sekolah yang tertutup rapat dan di depan pagar, di dalam sekolah, berdiri satu satpam yang membelakanginya.
Sial sekali, padahal ia hanya telat satu menit. Namun, tetap tidak diperbolehkan masuk. Meskipun begitu, Zahera tidak benar-benar merasa kesal karena tidak diperbolehkan masuk. Dengan dirinya yang berdiri di depan pagar sekolah, ia jadi tidak harus mengikuti upacara bendera.
"Ikut upacara bendera atau nggak, gue sama-sama berdiri. Capek!" Padahal beberapa saat lalu ia bersyukur tidak ikut upacara, tetapi langsung menghilangkan perasaan bersyukurnya setelah menyadari dirinya berdiri di depan pagar sekolah seolah sedang mengikuti upacara bendera dari jauh. Sebenarnya bisa saja ia duduk, tetapi ia tidak ingin mengambil resiko rok atau barang-barangnya yang lain kotor.
"Makanya besok-besok kamu jangan telat." Pak satpam menoleh ke belakang, suaranya yang tegas seperti memperingati, tetapi tatapan matanya justru nampak iba.
Zahera tidak ingin menepis perkataan Pak satpam. Memang salahnya sendiri sampai telat masuk sekolah. Gara-gara ia begadang demi bisa menamatkan series netflix kesukaannya yang baru saja mendapat season baru.
Untung saja kedua orang tuanya dan abangnya sudah meninggalkan rumah pagi-pagi buta karena memiliki urusan penting. Oleh karenanya tidak ada yang tahu bahwa Zahera telat bangun sekolah. Zahera juga sudah meminta pembantu rumah tangganya untuk tidak melaporkan dirinya yang telat bangun. Untuk sekarang aman.
Zahera merogoh saku rok abu-abunya, mengeluarkan ponsel. Ditatap layar ponselnya sembari tersenyum kecil.
"Bisa-bisanya nih orang-orang upacara sambil main hp," gumamnya.
Dari layar ponsel terlihat notifikasi chat dari teman-temannya. Menanyakan perihal keberadaannya dan memastikan apakah Zahera masuk sekolah hari ini atau tidak. Zahera pun menyempatkan diri membalas satu-persatu chat dari teman-temannya.
Dari angin pagi yang sejuk dan cukup ribut hingga sering sekali menerbangkan dedaunan atau mengacak helaian rambut, kini angin pagi membawa aroma parfume yang familiar. Bersamaan dengan aroma parfume yang mendatangkan perasaan nyaman, langkah yang tergesa-gesa semakin dekat, dan sebuah tangan menyentuh pagar sekolah hingga pagar besi itu bergetar.
"Ah, telat!" keluh seseorang di samping Zahera.
Melupakan chat teman-temannya yang belum ia balas semua, Zahera refleks menoleh ke samping. Saat itu lah pandangannya bertemu dengan manik hitam milik Zyakiel.
"Kiel?" Zahera tidak menyangka akan bertemu Zyakiel dalam situasi seperti ini.
"Kak...." Zyakiel berhenti berbicara, terlihat kesulitan dan kebingungan sampai keningnya mengernyit dan tatapan matanya yang intens menatap Zahera seperti berusaha mengingat sesuatu.
Zahera tersenyum menyadari apa yang sedang Zyakiel alami saat ini. "Nala."
"Ya.... Kak Nala...." Zyakiel memalingkan wajah, menatap ke depan dengan kepala agak menunduk. Tidak enak hati.
"Jadi nama gue masih gampang buat lo lupain, ya." Zahera tersenyum dengan kepala condong ke depan berusaha menatap wajah Zyakiel yang tertunduk.
"Maaf," kata Zyakiel menyesal.
Zahera melebarkan senyum melihat penyesalan di wajah Zyakiel. Ia berbalik, lalu bersandar pada pagar dengan tangan terlipat dan kepala miring menghadap Zyakiel. "Tapi seenggaknya gue punya muka yang nggak bakal bisa dilupain. Iya, kan, Kiel?" pancingnya.
Zyakiel menoleh dengan cepat, tetapi kembali memalingkan wajah ketika melihat senyum Zahera yang mempermainkannya. "Y-ya...." Ia tidak bisa berbohong sekalipun malu mengakuinya.
Zahera tertawa pelan. "Kiel yang nggak bisa bohong benar-benar lucu. Imut deh, bikin gemes."
Zyakiel menatap tegas Zahera. "Lucu seperti pelawak?" tanyanya dengan serius, tetapi tampang polosnya justru nampak menggemaskan di mata Zahera.
Zahera yang terkena serangan imut dari Zyakiel tanpa sadar menutupi bibirnya dengan telapak tangan. "Lucu sama kayak imut. Hmm.... contohnya, kucingnya imut. Gitu."
Zyakiel terkejut hingga bibirnya terbuka. "Kak, kucing lebih imut daripada saya!" protesnya.
"Eh?" Zahera terkejut dengan respons Zyakiel, lalu di detik selanjutnya Zahera tertawa lepas.
"Kak? S-saya salah ngomong, ya?" Zyakiel bingung tiba-tiba saja Zahera tertawa, membuatnya merasa malu.
Zahera mengusap ujung kelopak matanya yang berair. "Benar-benar deh, Kiel imut banget," pujinya sembari tersenyum.
"Udah, udah, jangan bercanda terus kalian. Upacara udah selesai. Kalian boleh masuk," tegur Pak satpam yang sudah berdiri menghadap Zahera dan Zyakiel. Berhubung upacara sudah selesai, maka pagar yang dikunci pun dibukakan dan digeser ke samping supaya memberi akses untuk murid yang telat bisa masuk.
Zahera melangkah mendahului. Tidak meninggalkan, justru berbalik menghadap Zyakiel dengan terus melangkah, dan kedua tangannya saling berpegangan di belakang. "Tadinya gue kesal karena harus dihukum gara-gara telat dateng ke sekolah, tapi sekarang udah nggak kesal lagi. Soalnya gue bakal dihukum bareng Kiel," tutur Zahera, tersenyum lebar dengan kepala sedikit miring.
Entah karena masih pagi, perasaan senang dan tenang sedang memenuhi hati Zyakiel. Sehingga membuat Zyakiel harus bersusah payah menutupi bibir dengan telapak tangan, menyembunyikan senyumnya yang sulit ditahan.
Atau karena perkataan Zahera yang penuh kelicikan hingga membuat Zyakiel terpanah, mendatangkan gelitik di perut.
Zyakiel memberanikan diri menatap Zahera yang masih berjalan mundur sedang mempertahankan senyum manisnya. Ia menurunkan tangannya yang menutupi bibir, lalu berjalan mendekati Zahera. Kedua tangan Zyakiel meraih pundak Zahera, begitu lembut ia memutar tubuh seniornya itu supaya berjalan dengan benar menghadap depan. Tindakan Zyakiel ini membuat Zahera kehilangan senyum karena tertegun.
"Tolong jalan yang benar, nanti Kakak bisa kesandung." Kini Zyakiel berjalan di samping Zahera, sudah tidak menyentuh kedua pundak gadis itu lagi.
Zahera tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Berakhir hanya menatap melongo Zyakiel. Padahal tadi ia yang menggoda Zyakiel dan membuat cowok itu terlihat malu dan salah tingkah. Namun, sekarang Zahera yang dibuat malu. Sampai rasanya Zahera ingin tertawa dan guling-guling.
Aneh, perasaan yang Zahera rasakan ini aneh karena tidak memiliki nama.
~to my first love~
Bangun di pagi hari tidak pernah seindah dan semenyenangkan ini. Perasaan yang baru pertama kali Zahera rasakan ketika bangun tidur membuatnya terus tersenyum, bahkan terkekeh pelan. Tiba-tiba saja, seperti orang kerasukan, Zahera berguling-guling dari ujung kasur satu ke ujung kasur lainnya, tidak lupa sembari tertawa.
Kemudian, merasa bergerak berlebihan di pagi hari, Zahera yang lelah terbaring terlentang menatap atap kamarnya. Napasnya terengah-engah, bibirnya yang terbuka masih berusaha tersenyum, dan dari bola matanya terpantul warna merah muda yang bagaikan hamparan bunga sakura di musim semi.
"Bisa-bisanya gue mimpi kencan sama Kiel, terus gandengan tangan." Zahera menyentuh dadanya yang berdebar lebih cepat dari biasanya. "Sekarang gue merasa senang tanpa alasan, nggak bisa berhenti senyum. Isi kepala gue juga kiel terus. Tiba-tiba pengen ketemu Kiel, kangen. Gue kenapa sih, anjir!" Zahera memekik frustasi, tidak memahami perasaannya ini.
Dia terduduk, baru teringat sebuah gagasan yang muncul di benaknya. "Apa efek mau haid, jadi hormon gue nggak stabil, dan makanya jadi mikirin Kiel terus, ya?"
Zahera tidak bisa diam saja, ia bergerak malas ke pinggir ranjang, lalu meraih ponsel di atas meja kecil. Menyentuh layar dengan gerakan cepat, setelah itu merapatkan ponsel ke telinga. Mendengarkan suara nada sambung.
"Hm? Kenapa telepon pagi-pagi? Lo mau gue jemput?" Dari sebrang sana, suara Nirail yang berat dan malas terdengar.
"Nira, gue mau konsultasi tentang sesuatu ke lo. Ini penting banget," kata Zahera mendesak.
"Konsultasi? Oke, gue dengerin. Kenapa?"
"Lo pernah nggak sih mimpiin cowok yang lo kenal. Di dalam mimpi itu lo jalan sama dia, lo pegangan tangan. Lo merasa hangat, nyaman. Terus perasaan hangat dan nyaman itu kebawa sampai bangun tidur. Pas lo bangun lo kayak salting dan senang tanpa alasan jelas. Lo juga jadi kangen sama cowok itu, pengen ketemu." Entah ini termasuk bertanya atau bercerita, tetapi intonasi suara Zahera begitu cepat, saling membalap, gugup, dan juga bingung.
"Hmmm.... gue belum pernah kayak gitu. Tapi kayaknya gue tau alasan lo mimpi kayak gitu," tutur Nirail ragu.
"Kenapa? Apa alasannya?" desak Zahera tidak sabaran.
"Bisa jadi karena lo suka sama cowok itu."
"Hah? Suka?" Kening Zahera mengernyit, tidak percaya tiba-tiba Nirail mengaitkan mimpinya dengan percintaan.
"Iya, kayaknya lo jatuh cinta sama cowok itu."
🎈To My First Love🎈
Gimana chapter ini?
Jangan lupa vote dan spam komen
@palupiii07
@kieliel_d
@zahera_syanala
Makasih💕