Epilog

16 5 0
                                    

***

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

***

Hari minggu, hari yang ditunggu-tunggu oleh Pena. Hari terpanjang namun nyatanya sangat singkat. Lebih singkat daripada melupakan kenangan pahit. Katanya.

Aroma buku-buku dari rak menyeruak, memenuhi penciuman Pena. Lorong-lorong itu terlihat sepi dibandingkan dengan lorong lainnya. Tiba di rak kedua dari atas pandangan Pena teralihkan pada sebuah buku sederhana dan warnanya tidak terlalu mencolok. Namun buku itu yang paling hidup di antara buku lainnya.

Diraihnya buku berwarna putih itu, nama yang tertulis di sana adalah misteri. Sebab tidak ada inisial huruf apapun. Tapi di depannya ada serangkaian kata yang membuat Pena mengernyitkan dahi.

Paling tidak aku nyata

Paling tidak aku pernah menyapamu

Paling tidak aku pernah tertawa bersamamu

Terima kasih atas catatanmu meski semesta tidak pernah tahu akan kisah kita yang sederhana

Maka izinkan aku membalas kisahmu pada lembar-lembar catatanku

Dari aku untuk kamu
Yang senantiasa mengharapkan agar kamu membaca kisah ini.

"Aneh, masa nama penulisnya tidak ditulis. Siapa pun yang menulis buku ini aku ingin bertemu."

Maka kemudian Pena menuju kasir dan ternyata banyak yang mengantri. Tapi, jika diperhatikan tiap pembeli buku itu memegang buku yang sama, seperti buku dalam genggamannya yang tersisa satu. Dengan rasa penasaran, gadis itu membalikan bagian belakang buku itu berjudul 'Balasan dari catatanmu, Catatan Evan untuk Pena'.

Kepala Pena seakan tidak mampu menampung tulisan itu. Ada banyak segala kemungkinan yang ia terka. Pasti nama itu bukan namanya. Banyak sekali nama Pena di dunia ini. Hingga deretan orang yang mengantri tersisa hanya dua orang lagi. Pena maju dan sedikit ragu ia pun mendekat kepada seorang kasir.

"Maaf, kalau boleh tahu siapa yang menulis buku ini, Mbak?"

Wanita itu mendonggak, dengan senyuman tipisnya ia tidak mengatakan apapun. Tapi kemudian ibu jarinya lurus menunjuk ke arah jendela. "Itu dipojok ruang itu yang memakai topi putih."

Gadis itu memandang seseorang yang berada di sana. Seorang cowok yang tengah duduk sambil membaca buku. Perlahan, Pena mendekat dengan ragu, tentunya masih menggenggam buku yang belum ia bayar.

Karena tidak ada pergerakan dari cowok itu, Pena membuka mulutnya berniat ingin menyapa tapi tidak jadi setelah cowok itu membuka topi dan tersenyum sangat manis terhadapnya. Tatapan cowok itu sama seperti sosok yang telah ia kenal setengah tahun itu. Senyumannya enggan memudar sedang Pena kaku melihatnya. Antara mimpi dan delusi seolah bergantian mengoloknya. Beberapa detik berlalu, gadis itu mengingat satu nama yang pernah selalu ada di sisinya. Dialah penggerak mimpi utama Pena.

"Evan."

Sulit dipercaya, katanya Evan akan datang ke Bandung setelah lulus kuliah. Tapi hari ini ia datang setelah satu tahun meninggalkan Bandung. Garis wajahnya lebih tegas dan gigi putihnya tak henti ia pamerkan di hadapan Pena.

"Hai, aku penulis buku yang berjudul Catatan Evan untuk Pena."

Evan mengulurkan tangannya dan Pena membalasnya dengan senyuman malu-malu. Bahkan wajahnya sudah memerah sehingga ia pun menunduk tapi Evan terus melihatnya tak peduli Pena sudah mati kutu. Evan mengangkat dagu gadis itu dengan telunjuknya dan memandang lekat wajah Pena.

"Aku rindu dan kini telah terobati."

"A-apaan sih, Van? Kamu gak jelas."

"Pengen banget ya diperjelas?" Evan mencondongkan wajahnya lebih dekat ke arahnya untungnya tidak banyak pengunjung yang berkeliaran di sana.

"Aku rindu kamu Pena Irdina Margaretha." Cowok itu mengulang kalimatnya.

Ya, ia sangat rindu dan ingin melihat sosok Pena. Bukan tidak ada waktu untuk pulang Ke Bandung tapi Evan berjanji tidak akan pulang sebelum bukunya terbit.

Perjalanan itu singkat, kisah setengah tahun telah terbalaskan oleh catatannya. Dan kini catatan itu telah dilengkapi cerita dari masing-masing sudut pandang. Evan mempunyai catatan Pena dan begitu sebaliknya. Dan mereka pun mencintai catatannya masing-masing tertulis di dalam lembar-lembar buku. Karena hanya ada satu pertemuan yang berarti dengan menuliskan semuanya dari awal. Seperti Catatan Pena untuk Evan dan Catatan Evan untuk Pena.

Itulah arti dari pertemuan, meski tahu akan berpisah. Namun, di akhir pertemuan kisah mereka tidak akan terlupakan. Jarak memang memisahkan tapi catatan itu akan selalu ada. Selalu hadir mengobati rindu-rindu yang tersimpan. Dan mimpi itu telah terwujud.

***

Tamat?

Kok tamat? Ah gak ketemu Pena dan Evan lagi dong? Jujur aku gak rela melepas mereka gitu aja. Konfliknya sederhana, kan? Tapi memang itu sudah jalan mereka. Aku ingin mereka lebih fokus untuk mimpi-mimpinya. Sebab Evan mempunyai cara tersendiri untuk berusaha menyayangi Pena. Begitu juga dengan Pena, ia tidak pernah mengatakan bahwa Evan egois lebih memilih mimpinya dan meninggalkannya.

Maka, dengan cara itu mereka bisa mengabadikan cerita masing-masing.

Huhu alhamdulillah tamat setelah cerita ini aku tulis lama di wattpad.

Jangan kapok dengan cerita-ceritaku ya. Ada cerita baru lagi yang akan aku tulis semoga suka.

Salam hangat keluarga besar Catatan Pena

Ayu Intan^^

𝙿𝚊𝚍𝚊 𝙰𝚔𝚑𝚒𝚛𝚗𝚢𝚊 𝙰𝚗𝚐𝚒𝚗 𝙿𝚞𝚗 𝙼𝚎𝚛𝚎𝚗𝚐𝚐𝚞𝚝𝚖𝚞 (𝙴𝚗𝚍√)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora