Epilog

5.5K 557 122
                                    

Langkah kaki ini semakin berat. Aku tahu, bayi ini seperti mengerti perasaanku. Rasanya sangat sakit sekali. Tetapi aku tidak mungkin diam saja ketika mendengar kabar tentang Achel, seseorang yang sampai detik ini masih begitu aku sayangi, aku kagumi, aku cintai. Aku berharap bahwa ini hanya akal-akalan Kak Felix saja agar aku mau kembali berdamai dengan Achel dan kembali bersama.

Tetapi, melihat banyak orang sedang menangis di depan pintu jenazah rasanya begitu menyakitkan. Aku berjalan dengan lunglai. Kak Felix seolah tahu aku tidak berdaya, dia menangkap tubuhku. Membiarkan aku menangis di pelukannya.

"Rea, yang sabar ya," katanya menenangkan. Padahal aku tahu dia juga merasa kehilangan.

"Achel di dalam?" tanyaku. Kak Felix mengangguk. "Tapi masih ada orang tua Achel. Gimana?"

"Gak papa, aku mau ketemu. Please." Aku memohon. Ku rasa Kak Felix juga tidak mungkin menolakku. Dia menuntunku masuk ke dalam kamar jenazah. Ku lihat Om Aby dan istrinya saling menguatkan satu sama lain di dalam sana. Aku mendekati mereka, tersenyum sendu pada sosok kaku yang tak bergerak. Ya Tuhan, secepat ini Kau mengambilnya dariku?

Aku menyingkap kain yang menutupi sebagian wajahnya, air mataku kembali turun. Ada banyak jarum yang seolah menusuk jantungku. Achel terbujur kaku. Samar-samar aku mendengar ibunya Achel pingsan dan suaminya langsung membopongnya untuk keluar. Tersisa aku dan Kak Felix disini. Kak Felix mengusap bahuku.

"Kak," ucapku, suaraku sampai bergetar. Lalu aku memeluk tubuhnya yang dingin dan kaku. "Kenapa... Kenapa kamu ninggalin aku?"

"Kenapa kamu juga ninggalin aku?"

Rasa penyesalan itu hadir kembali. Malam terkahir kami berbicara adalah satu bulan lalu, jadi itu terakhir kalinya kami bertemu? Aku tidak tahu harus bagaimana. Di dalam kepalaku hanya terngiang kata maaf berkali-kali yang tidak bisa aku ucapkan. Aku menggenggam tangannya. Tangan yang dulu selalu memelukku setiap malam. Tangan yang menghapus air mata aku merasa sedih. Tangan yang selalu melindungiku dari banyak cobaan.

"Sakit banget rasanya..."

"Achel kecelakaan semalam," ucap Kak Felix padaku, mungkin dia tahu aku bertanya-tanya dalam hati mengapa Achel bisa meninggal. Dia jelas tidak sakit. Apa aku yang tidak tahu? Apa ini ada kaitannya dengan berakhirnya hubungan kami? Apa ini salahku?

"Setelah diselidiki, sebelumnya dia memang ke rumah sakit untuk ambil hasil lab. Rea, lo tau nggak kalau Achel kena prosopagonosia?"

Aku mengangguk. Achel pernah bercerita tentang penyakitnya itu.

"Kondisi kepalanya semakin parah akibat pukulan Dion di Max Ring. Lo tau kejadiannya kan? Karena itu dia jadi sering linglung, dia stres karena merasa hidupnya nggak berguna lagi. Re, lo mengambil keputusan yang salah karena sudah meninggalkannya..."

Pengakuan Kak Felix membuatku tersadar, bahwa aku adalah perempuan yang jahat. Aku si tidak tahu diri. Aku terisak kencang di dada kaku Achel. Menyesali perbuatanku. Seharusnya aku memberikan kesempatan agar dia mau bertanggung jawab dengan kehamilanku. Apa dengan begitu aku bisa mencegah ini semua?

Achel, maafkan aku...

"Kata Dokter, ada penyumbatan darah beku di otaknya. Makanya Achel meninggal." Kak Felix terdengar frustasi sambil membenturkan kepalanya ke tembok.

"Salah gue juga Re, ninggalin dia sendirian."

Aku tidak tahu maksudnya apa, lalu kami sama-sama menangisi jasad Achel yang akan segera dipulangkan.

"Ayo ikut, kita kasih penghormatan terakhir buat Achel," kata Kak Felix. Aku mengangguk lemah. Tidak lupa aku menelepon Kak Dion untuk segera datang ke rumah duka.

***

"Maaf, maaf, maaf. Maafin gue," kata Kak Dion saat kami bertiga—aku, Kak Dion dan Kak Felix masih belum mau beranjak pulang. Tersisa kami bertiga saja di pemakaman. Ya, Achel sudah dimakamkan sesegera mungkin setelah dari rumah sakit. Achel dimandikan, dishalatkan sesuai syariat agamanya.

Kini,
Tidak ada lagi senyumnya.
Tidak ada lagi tawanya.
Tidak ada lagi sifat kakunya.
Tidak ada lagi pelukannya.

Bahkan, belum ada 2 jam dia meninggalkan dunia aku sudah sangat merindukanmu, Kak.

Aku mengusap batu nisannya, memejamkan mata. Aku merasa ada Achel di sekitarku. Sedang tersenyum seolah dia baik-baik saja pergi meninggalkanku sendirian.

Aku memanjatkan doa sebanyak mungkin, kemudian menabur bunga meski makamnya sudah begitu wangi karena terlalu banyak bunga.

"Rea, pulang yuk?" ajak Kak Dion. Aku mengangguk. Kembali menoleh ke makam sebelum akhirnya kaki ini melangkah pergi. Kak Felix masih disana, ku rasa dia masih ingin menemani Achel meski kini sudah berbeda dunia.

Air mataku kembali jatuh saat masuk ke dalam mobil.

Akhirnya, kata itu terucap dari mulutku.

"Selamat tinggal, Arzachel. Jangan sakit lagi, ya..."


































- END -























HI, akhirnya kita sampai di part ini.
Gimana perasaan kalian setelah baca endingnya? Ace benar2 meninggal :') nyusul Asya...

Apa yang bisa kalian ambil dari cerita ARZACHEL?

Masih ada bonus chapter koo, tenang aja. Jangan dihapus dr library yaaaa, kalo bisa masukin ke reading list kalian 💘

Kalau aku ngadain give away, kalian mau enggak?

Boleh tanya apapun disini yaaa. Nanti aku jawab :)

See you soon!

[NUG's 6✔] ARZACHELWhere stories live. Discover now