20

1.2K 170 3
                                    

BAB 20
KEJANGGALAN YANG SEMAKIN TERASA

Perasaan manusia adalah salah satu yang harus dipertanyakan kesopanan-nya, karena rasa, sulit diterka kapan datang dan kapan pergi, selalu seenaknya.
"***"

Savana baru saja turuin dari taksi, matanya menyisir sekitar tempat fotocopy terdekat dari sekolah seperti yang Ziva beritahukan saat awal menelfonnya.

Hatinya masih tidak tenang, namun keadaan disini terlihat biasa saja, dan tidak ada kegaduhan apa'pun seperti yang ia dengar ditelfon.

Savana memutuskan untuk bertanya pada salah satu orang yang lewat didekatnya, "Maaf Pak apa tadi ada tawuran pelajar di daerah sini?" tanya Savana dengan sopan.

Bapak yang ia tanyai sontak langsung menjawab, "Ada kecelakaan Neng, korbannya udah dibawa kerumah sakit Puspita tadi sama gadis seumuran Eneng lah .. sambil nangis histeris banget dia," jelas Bapak tersebut, Savana tertegun sebentar itu rumah sakit tempat Adrian dirawat tapi ia juga meyakini bahwa gadis yang dimaksud bapak tadi adalah Ziva.

Ada rasa belum siap dalam hati Savana jika harus memastikan pergi kerumah sakit tersebut, namun pada akhirnya Savana tetap melangkah pergi menuju rumah sakit setelah berterima kasih pada bapak yang memberinya informasi tadi.

*****
-Rumah Sakit-

Savana baru saja sampai dirumah sakit dan ia langsung menayakan kepada resepsionis tentang korban kecelakaan baru-baru ini.

Sang resepsionis'pun menujukan arah menuju ruang UGD, Savana segera bergegas kesana dan langsung mememukan Ziva yang tengah sesenggukan sambil menggenggam tangan seorang laki-laki.

Savana sedikit terkejut saat melihat laki-laki yang tengah Ziva genggam, karena laki-laki tersebut tidak lain adalah Nazran.

Savana menghembuskan nafas lega dan kembali menormalkan ekspresinya yang sempat terkejut seperti biasa kembali.

"Ziva lo bikin gue serangan jantung tahu ngga?" tutur Savana membuat Ziva menoleh kearah suara yang terdengar sangat familiar bagi dirinya dengan mata yang masih berkaca-kaca.

"Afa, Ziva takut ..." cicitnya yang kini beranjak dari tempat duduknya dan menangis dipelukan Savana.

"Kenapa bisa kaya gini? Coba cerita dulu, jangan sambil nangis hm," ucap Savana mengusap lembut punggung sahabatnya itu agar menjadi sedikit lebih tenang.

Tangis Ziva pun mulai mereda, Savana yang membawa Ziva keluar dari ruangan itu lalu menududukan tubuhnya dikursi tunggu terdekat.

"Ziva ngga sengaja liat anak anak yang abis tawuran masih pada bawa senjata, waktu motor Ka Nazran lewat salah satu dari mereka ada yang pukul kepala Ka Nazan pake balok. Ziva kaget, takut banyak darah Ka Nazran yang keluar,"

"Ko bisa asal serang gitu, ngga mungkin kan mereka nyerang secara rendom begitu." tutur Savana, Ziva termenung sebentar dan membenarkan ucapan Savana, tidak masuk akal jika mereka mendadak menyerang tanpa sebab.

"Sekarang lo tenang aja, kita tungguin Ka Nazran sampai keluargannya dateng." ucap Savana yang disetujui oleh Ziva dengan anggukan kepala.

"Tapi apa salah Ka Nazran? Kenapa mereka nyerang Ka Nazran begitu aja?" tanya Ziva yang bertanya-tanya saat mengingat kejadian itu.

"Gue ngga punya jawaban dari pertanyaan lo tapi itu bukan urusan kita Ziva, jangan gegabah. Kita ngga tahu kehidupan dan problem apa aja yang lagi Ka Nazran hadapi,"jelas Savana, Ziva menghela nafas panjang, entah kenapa hatinya sedikit sakit melihat kondisi Nazran yang terbaring lemah seperti sekarang.

The Hole Of HopeWhere stories live. Discover now