39

914 183 7
                                    

BAB 39
TENTANG KEMATIAN

—Seseorang yang berteriak ingin mati sekali'pun pada dasarnya dia tak benar-benar ingin mati, hanya lehah, ya dia hanya lelah itu saja—
"***"

Seorang gadis tengah terduduk dibawah shower yang mengalir, gadis itu tampak putus asa, dan lelah.

Lagi lagi Tuhan jahat padanya ...

Gadis itu menangis, memeluk dirinya dengan tubuh yang sepenuhnya basah dan menggigil. Ia memukul dada berharap rasa sesak di dadanya menghilang.

Awalnya ia tak pernah berbuat jahat untuk apapun, awalnya dia ngga pernah memikirkan hal kotor untuk mendapatkan apa yang dia mau.

Tapi dunia selalu menamparnya, terus menamparnya, sampai ia sadar bahwa sosok lemah tak akan pernah mendapatkan apa-apa.

Dirinya tak benar-benar ingin jahat, hanya saja dirinya terlalu takut untuk tampak lemah, takut jika seseorang semakin memporak-porandakan hidupnya yang sudah hancur.

Demi Tuhan, dia merasa sakit yang luar biasa, kesepian yang selalu berhasil mencekik dirinya dan membuat hidupnya tampak seperti orang sekarat.

"Mah tolong aku kali'in aku benar-benar sendirian—" Malam itu gadis itu gelap mata karena hari tampak berjalan terlalu buruk, "Maaf kali, Kalla menyerah, hati ini udah ngga sanggup berjuang jika harus sendirian."lanjutt.

Gadis itu Kalla Navisha, memutuskan untuk mengakhiri semuanya, pisau cutter, tampak ditarik keluar dari tempatnya secara perlahan suara nya tampak mengalun indah ditelinga gadis tersebut.

Perlahan ia menyayat dengan dalam, sedikit demi sedikit, senyum terbit saat darah mengalir hebat dari urat nadi tangannya, ia tertawa lalu menangis.

Suara-suara nampak terdengar hilir mudik, berlomba-lomba untuk ikut ambil bagian.

Pekikan dan teriakan dari sang Ayah dulu.

"Harusnya kamu aja yang mati bukan istri saya!

"Anak ngga tahu diri!"

"Bisa ngga sih kamu, sekali aja banggain saya!"

"Mati aja sana!"

"Saya minta kamu juara 1 bukan 3 Navisha !!!"

Dan penolakan dari orang yang pertama kali ia cintai.

"Lo ngga lebih dari sampah, Kalla."

"Mawar itu cinta gue! Dan Lo bahkan ngga pernah gue anggap manusia!"

"Kapan sih Lo mati! Kapan?! Gue muak liat muka Lo!"

Mampus. Mampus. Mampus

Kalla benar-benar ingin semuanya tamat, namun sebuah pelikan seorang gadis terdengar ditelinganya, gadis itu tampak sibuk menekan luka ditangan Kalla dengan kain.

Mata Kalla sayup-sayup hampir tertutup, namun sepersekian detiknya ia melihat gadis yang tengah menolongnya itu sekilas, sedikit tersentak saat bayangan Mamahnya yang ia lihat.

Namun perlahan wajah itu berubah, menjadi sosok gadis yang ia kenal. Kalla tersenyum tipis sebelum akhirnya ia menutup mata dan semuanya benar-benar gelap.

"***"
Ivana gadis itu terduduk lemas di lorong rumah sakit sekarang, dengan keadaan bersimbah darah, ia memukul kepalanya sendiri sebelum akhirnya tangan dicekal.

The Hole Of HopeWhere stories live. Discover now