21

1.1K 167 3
                                    

BAB 21
KELUARGA NAZRAN DAN AURA YANG SAMA

Sedekat apapun kita dengan 'teman' tak semua masalah bisa kita bagi bersama sesederhana, perkenalan pertama yang hanya perkara berjabat tangan
*

***

Keluarga Nazran kini tengah, bercanda ria di dalam sebuah ruang inap kelas VIP tidak ada raut wajah sedih atau pun khawatir, beberapa saat kemudian beberapa kerabat Nazran pamit untuk pulang yang kini hanya menyisakan adik dan ibu dari Nazran saja bersama dengan Savana serta Ziva yang masih ditahan sampai saat ini.

Baru beberapa menit setelah dipindahkan keruang inap, Nazran akhirnya siuman, saat ditanya mengapa kejadiaan ini bisa terjadi Nazran sendiri benar-benar tidak tahu. 

''Gaya banget lo bang pake acara masuk rumah sakit segala,"ucap Adik Nazran yang bernama Fadil, mendengar hal itu Nazran memanyunkan bibirnya karena kesal.

"Bu! coret Fadil dari kartu keluarga, takut gobloknya nular ke Aran, lu pikir gue mau begini huh!''ucap Nazran dengan kesal persis seperti anak lima tahun yang sedang merengek pada sang ibu yang masih sibuk mengobrol dengan Ziva.

Aran adalah nama panggilan khusus orang terdekat dan biasanya hanya dipakai saat bersama keluarga saja.

"Lagian nih ya, mana gue tahu orang yang mukul gue pake balok itu punya dendam ape sama gue.'' masih menggerutu dengan pipi yang dikembungkan.

"Aran ... bersikaplah sedikit dewasa, kamu ini ngga malu ngerengek depan pacar?"tanya sang ibu dengan nada memggoda membuat Nazran maupun Ziva melebarkan matanya karena terkejut.

"BUKAN!"jawab Nazran dan Ziva bersamaan berusaha mengelak dari penuturan ibu Nazran, yang malah membuat Fadil kini menyeringai dihadapan Nazran.

"Hente salah deui meren, sok pura-pura kitu ah ... tuh buktina ai panon geuning hente ngicep ningal Teh Ziva," tutur Fadil dengan nada menggoda.

(Ngga salah lagi kali, jangan suka pura-pura ah, itu buktinya matanya kenapa ngga ngedip liat Teh Ziva)

"Bu ... beneran Ziva itu bukan pacar Ka Nazran, serius deh jari dua." jawab Ziva dengan tatapan meyakinkan namun malah membuat ibu Nazran terkekeh pelan melihat ekspresi polos dari Ziva.

"Tuh denger orangnya aja udah ngelak," mendukung ucapan Ziva sambil mengacungkan jempolnya.

"Yaa ia atuh, Syukur alhamdulilah ... tampang Abang Nazran kan burik mana mau Teh Ziva, Fadil kira Teh Ziva udah kena pelet ikan cupang punya abah,'' jelas Fadil sambil mengelus dadanya seolah telah mendapatkan berkah.

"Heh Ziva bukan ikan cupang!"ucap Ziva polos dengan nada sedikit kesal namun segera menutup mulutnya karean malu telah berteriak didepan ibu Nazran.

Sementara Nazran sendiri bibirnya tampak berkedut menahan senyum melihat tingkah Ziva yang terlampau menggemaskan.

"Iya bukan ikan cupang, pasti calon masa depan Fadil kan? ahayy ..."tutur Fadil dengan tangan yang kini membelai rambutnya kebelakang dan mengedip-ngedipkan matanya pada Ziva.

"Ziva kasian sama adiknya Ka Nazran kayanya dia cacingan ya ... matanya kaya listrik tetangga yang belum bayar 3 bulan,"ucap Ziva bergeridig ngeri melihat tingkah Fadil.

"Hhhhhaaaa ... kerejap-kerejep ya Bun,"tutur Nazran sambil tertawa.

"Ziva ini adik kelas Kakak, bukan istri kedua ayahnys Ka Nazran, kenapa panggilnya Bun?"tanya Ziva menyipitkan matanya, Savana yang duduk disebelah Ziva pun ikut terkekeh pelan.  

"Mampusss!" ucap Fadil tanpa suara dengan wajah mengejek.

"Ziva yang manis bagai rujak ibu hamil, lo harus mulai membuka pikiran seluas mungkin serta meluaskan pula pandangan biar ngga goblok kaya ade gue."

"Kaya gini Ka?" tanya Ziva sambil melebarkan matanya dengan hidung yang kembang kempis membuat Nazran menepuk jidatnya.

"Lagian bukannya rujak ibu hamil biasanya asem yaa Ka, dimana ada tukang rujak yang manis, Ziva mau nyobainnn!" lanjut Ziva dengan antusias.

Savana dan ibu Ka Nazran hanya menggelengkan kepala sambil tertawa renyah, meskipun sebenarnya sekarang tubuh Savana sedang butuh istirahat apalagi dirinya belum makan membuat dia hanya melihat interaksi antara Ziva dan Nazran yang tidak berhenti mengoceh.

Andai Ibu dari Nazran tidak memaksa dengan keras untuk mengobrol menemani beliau, mungkin Savana sudah ngacir kabur dan langsung berniat merampok kantin rumah sakit.

"Bener-bener ternistakan saya disini, help ... bendera putih tolong," tutur Nazran sambil mengangkat tangan tanda dirinya menyerah.

"Iyain dulu, umur ngga ada yang tahu,"celetuk Fadil yang langsung mendapatkan pelototan dari Nazran.

"Mun lain adi ges digorok sia!"

(Kalo bukan adik sudah akan digorok kau)

Mereka semua tertawa seketika mendengar hal tersebut, sampai akhirnya suara ponsel salah satu dari mereka bergetar yang ternyata adalah ponsel milik Ziva.

''Izin angkat telfon dulu tante,"ucap Ziva lalu melenggang pergi keluar ruangan. Ibu Nazran hanya menganggguk mempersilahkan.

Tidak lama Ziva kembali dengan raut wajah yang sedikit panik bercampur rasa takut, namun berusaha ia sembunyikan dengan senyum lebarnya.

Sayangnya Savana menangkap kegelisahan dari gelagat Ziva tersebut dan bukan hanya Savana yang menyadarinya melainkan Nazran juga merasakan kegelisahan dari Ziva.

Nazran tersenyum kearah Ziva dan menganggukan kepala seolah memberi gadis tersebut semangat untuk terus kuat, tatapan yang biasanya diselimuti keceriaan kini menatap dengan binar kesedihan yang tersirat dalam pandangan Ziva.

"Lo cewe yang kuat, gue yakin lo bisa ... Ziva," gumam Nazran dalam hati.

Disisi lain aura yang sama mendadak keluar dari tubuh Ziva, aura yang membuat Savana resah entah kenapa.

***
Diharapkan siapkan jantung hati dan mata, karena semuanya baru akan dimulai.

Jangan lupa vote dan komen guysss ❤️

Thanks for reading and see you next chapter

—rbilqisasiah

The Hole Of HopeWhere stories live. Discover now