53

1.9K 225 45
                                    

BAB 53
PERMINTAAN BERTEMU MAMAH

—Harus bersikap dewasa tidaklah mudah, memaafkan orang yang menorehkan luka dalam jangka waktu yang lama? Sepertinya tak ada orang sebaik itu, atau mungkin ada—
"***"

Suasana diruang tamu betulan dingin, Ivana menatap datar dia manusia berjenis kelamin laki-laki itu. Ia berdehem beberapa kali karena keduanya tak kunjung buka suara.

"Jelasin semuanya, sejujur-jujurnya."tegas Ivana tak main-main, ia menatap dua pria tersebut dengan tatapan intimidasi.

Terdengar helaan nafas dari Danu, "Perusahaan papah sedang terguncang dan itu semua ulah nenek dari ibu kamu, mereka minta hak asuh kamu dan—"

Ivana tertawa hambar, "Baru sekarang mereka ngajuin hak asuh? Betapa malangnya anak papah ini,"ujar Ivana memotong penjelasan Danu.

"Kalo mereka bisa dan mau kenapa ngga dari dulu?! Bilang sama mereka, aku ngga sudi bahkan untuk sekedar bertegur sapa."jawab Ivana final nampak tak mau diganggu gugat.

Karmila, sang Mamah. Ivana tahu betul retaknya hubungan kedua orang tua ini karena masalah perselingkuhan Papahnya, namun bukankah Karmila keterlaluan membiarkan anaknya tinggal disatu atap dengan ibu tirinya, dan yang lebih parahnya lagi dirinya bahkan tak pernah sekali'pun ingin menjenguk putrinya.

Saat Ivana kecil selalu merengek meminta kehadiran sang Mamah, dan hari yang selalu ditunggu selalu sia-sia, Karmila tidak pernah datang, egois.

Hubungan dan perasaan macam apa yang sebenarnya mereka jalin dan pertahanan dahulu, hingga sampai hati menelantarkan putra putri dan memutus kontrak komunikasi.

"Mamah kamu lagi sakit,"lirih Danu mencoba memberi pengertian, "Kalo kamu bisa maafin Papah, kamu juga bisa kan maafin mamah, pelan-pelan aja. Please Vana," lanjut Danu dengan penuh harap.

Ivana menghembuskan nafas gusar, sang Kakak, Bagas, tampak memejamkan mata dengan tangan terkepal, tentu saja hal ini sulit, meski dirinya harus bersikap dewasa tidaklah mudah memaafkan orang yang menorehkan luka dalam jangka waktu yang lama.

"Aku bakal temuin beliau, tapi bukan untuk kembali padanya."ujar Ivana lalu melangkah pergi dari ruang tamu menuju lantai atas, ke kamarnya tanpa menunggu jawaban dari Danu.

Dirinya sudah cukup muak, langka kakinya tampak diikuti juga oleh Bagas dari belakang, bahkan saat ia membuka pintu kamar Bagas masih tetap mengekor.

Ivana menggeram, "Apa?" Bagas yang ditanya dengan penuh intimidasi itu hanya mengangkat bahunya lalu masuk ke kamar sang adik.

Ivana memutar bola matanya jengah, keluarga Prawira sialan, tak satupun dari mereka yang bisa bersikap normal dan benar.

Bagas duduk ditepi kasur Ivana lalu mulai merebahkan diri senyaman mungkin, sementara Ivana menaruh tas nya dan berjalan ke arah lemari dan mengambil satu set pakaian menuju kamar mandi.

Tubuhnya terasa lengket setelah main seharian, "Aku mandi dulu, jangan macem-macem."titih Ivana pada Bagas yang terlihat memejamkan matanya.

20 menit, berlalu Ivana keluar dari kamar mandi dengan tampilan tampak segar, ia berendam dalam bathtub terlebih dahulu sebentar untuk merilekskan otot tulangnya untuk itu dirinya membutuhkan waktu cukup lama.

Sambil mengeringkan rambutnya yang basah, Ivana menoleh pada Bagas yang terlihat betulan tertidur, guratan lelah terlihat jelas diwajah pemuda itu, entah apa yang dirinya itu lakukan.

"Bang bangun, mandi sana, magrib-magrib ngga boleh tidur ahh, pamali."seru Ivana sedikit melengking ditelinga pemuda itu. Bagas tampak menggeliat dalam tidurnya namun terlihat kembali terlelap tidur dalam buayan alam mimpi.

Ivana yang geram meloncat kearah kasur dan menindih tubuh Bagas, "Bagunnn! Woyyyy ... Bu Jumi mau bagi-bagi sembako,"pekik Ivana dengan semangat.

Bagas langsung bangun, ia mendudukan diri dikasur Ivana dengan mata yang setengah tertutup. "Hah .... hah, siapa yang bau rokok."tutur Bagas setengah sadar tampak melantur, Ivana menusuk-nusuk pipi Bagas gemas.

"Sembako bukan rokok! Bagun ihhh, kebooo dasar!"

Bagas menganggukan kepalanya beberapa kali, bukannya bangun pemuda itu malah menarik lengan Ivana hingga sang empu terduduk dikasur miliknya.

"Lima menit lagi tidur, "Bagas menyandang kepalanya di bahu Ivana memeluk sang adik dari samping.

Ivana berdecak kesal, "Abang abis ngapain sih? Kaya orang abis kerja rodi tahu ngga," Bagas malah mengeratkan pelukan mereka.

"Jangan pergi, Savana."gumam Bagas dengan berbisik, tubuh Ivana terasa membatu.

Deg

Deg

Jantung bahkan berdegup sangat kencang, "Tadi Abang bilang apa? Coba ulangi," Bagas mengerutkan keningnya, "Yang bagian mana? Yang nyuruh kamu jangan pergi? Abang serius waktu ngomong itu Vana," jawab Bagas menegakan badannya kembali, tampaknya Bagas salah menangkap maksud dari Ivana.

"Tapi tadi Abang panggil nama aku—"

Ivana menggeleng kepalanya, mungkin dirinya yang salah dengar tadi, pasti begitu, "Lupain aja,"ucap Ivana mengulam senyum pada Bagas yang kini menatapnya.

"***"
Jangan lupa vote sebelum lanjut

See you next chapter guyss ❤️

rbilqisasiah


The Hole Of HopeWhere stories live. Discover now