45

888 148 5
                                    

BAB 45

AMARAH YANG MENGGEBU

-Predikat baik, tak menjadikan sisi gelap seorang manusia hilang-
"***"

Dua hari telah berlalu ...

Para siswa masih tak urung sering kali mencemooh Ivana kala gadis itu lewat atau terlihat dalam jangkauan mereka.

Meski begitu, perundingan yang terjadi padanya masih dalam batas wajah dan hanya sekedar saling melempar kata-kata, meski lontaran tersebut benar-benar membuat hati Ivana panas.

Semenjak pengumuman yang dilakukan kepala sekolah tentang kasus Ivana banyak siswa yang menaruh jengkel dan berfikir bahwa Ivana telah menyogok pihak sekolah.

Lebih parah lagi disaat saat seperti ini keluarga bahkan tak satupun ada respect, termasuk Danu. Mereka seolah acuh dan tak peduli, Bagas pun tampak menjaga jarak sejak skandal itu meledak.

Kini dirinya sedang ditemani seorang pemuda tengah duduk disampingnya sambil memangku rahang tampak bosan, Kavindra, pemuda itu pun sama seperti Malik tampak tak peduli dengan skandal yang terlalu mengada-ada.

"Enyahlah! Lo buat gue sakit mata Vin, muak gue liat muka Lo terus." Nada ketus milik Ivana membuat pemuda disamping memasang wajah cemberut yang tampak menggemaskan.

Ivana mendelik ngeri melihat ekspresi pemuda itu, sementara Kavindra yang melihat respon Ivana malah menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Lo banyak senyum ya Vin, sekarang?"

"Kenapa emangnya? Ini juga karena Lo kali, "jawabannya, dan dengan tidak tahu dirinya pemuda itu menidurkan kepalanya dipangkuan Ivana.

Takbir!

Ivana melotot dengan garang, "Ngga udah macem-macem Vin, Lo mau bikin skandal baru buat gue?" Ivana mendorong-dorong tubuh Kavindr dengan tidak manusiawi.

Namun pemuda itu tampak kukuh dan nyaman dengan posisinya ini, "Lo tahu ngga gu-"

"Ngga! Gue ga tahu, dan ngga mau tahu," ujarnya cepat membuat ucapan Kavindra terpotong.

Terdengar hela-an nafas dari pemuda itu, "Gue ngerasa ngga seharusnya Lo disini, gue selalu ngerasa ada yang salah, tapi gue ngga tahu itu apa."jelasnya, Ivana yang hendak protes terdiam.

Ia berdehem menetralkan rasa gugup yang tiba-tiba hadir. Ohh astaga, apa Kavindra mulai menyadari adanya kejanggalan, namun ucapan selanjutnya pemuda itu membuat pikiran Ivana buyar.

"Lo terlalu bersinar, entah kenapa. Meski Lo bukan yang tercantik, dunia seolah menjadikan Lo pusatnya. Ibarat di dalam novel, Lo itu tokoh utama yang tersesat jadi figuran,"

"Dan gue ngerasa, gue adalah figuran yang beruntung bisa ikut ngerasain berperan dengan sang tokoh utama."

Ivana mengerijap pelan, tanpa sadar tangannya mulai menyisir rambut Kavindra. "Kenapa Lo tiba-tiba ngebahas hal kaya gini?"tanya Ivana dengan wajah seperti orang linglung dengan pandangan kosong.

Kavindra memejamkan matanya, menikmati usapan Ivana. "Lupain aja, ucapan gue, kayanya terlalu ngawur hhhaaa," tawa renyah keluar dari mulut Kavindra.

Ivana membuka mulutnya, "Apa yang paling penting dihidup Lo?" Pertanyaan itu membuat Kavindra sedikit menegang untuk beberapa saat, pertanyaan Ivana tampak rendom pikir Kavindra.

"Semua impian gue, itu yang terpenting, apalagi semenjak gue kenal sama Lo. Gue belajar banyak hal tapi yang paling penting adalah impian saat ini harus bisa kita realisasikan dimasa depan,"

"Impian saat remaja,"gumam Ivana pelan, Kavindra tampak mengangkat bahunya, "Kurang lebih begitu,"respon-nya.

Kavindra tiba-tiba menegakkan badannya, "Minggu depan Lo mau ikut gue ngga? Ada pelatihan memanah di Bali, dan bakal ngundang pemenang pemanah tingkat nasional tahun ini."ajak Kavindra tampak berbinar.

Sementara Ivana memegangi dadanya, degup jantung berpacu dengan hebat, ada yang salah dan dirinya mulai menyadari itu.

"Ohhh ... dan ya, siapa namanya. Tapi dia itu satu tahun lebih muda dari kita, siapa ya namanya itu."Kavindra tampak berdecak kesal, mencoba mengingat idolanya.

Ivana menoleh dengan tangan sedikit gemetar, "Rashika Savana Adrian?"tanya dengan hati-hati, Kavindra tampak langsung mengangguk dengan ekspresi senang.

"Lo tahu dia? Keren banget kan, orang juga katanya sih asik sekalipun suka respon seadanya,"

Kavindra yang tampak senang, membanggakan idolanya itu, sementara Ivana mematung dengan alis yang menukik kebawah, tangan gadis itu terkepal, pikiran kini penuh dengan tanda tanya.

Kavindra yang melihat perubahan ekspresi gadis itu yang ketara, menyeringat. "Lo kenapa kaya orang linglung begitu, Lo sehat kan?"

Kavindra menempelkan punggung tangannya didahi gadis itu, namun tidak ada yang aneh, suhu tubuhnya pun normal seperti biasanya hanya saja tangan gadis itu terkepal dengan sedikit gemetar.

Kavindra meraih tangan Ivana, "Heii ... Lo kenapa, tangan Lo dingin banget begini? Kita balik ke kelas aja ya, kayanya Lo ngga sehat, lagi sebentar lagi bel masuk juga." ucap Kavindra, namun tak ada respon dari gadis itu.

Beberapa saat hening, hingga suara ivana yang terdengar berat terdengar, "Gue ikut ke Bali nanti,"lirihnya lalu berlenggang pergi tanpa mempedulikan Kavindra yang nampak bingung sendiri.

"***"
Sampai dikelas Ivana mendengar sorak teman sekelasnya yang bersorak karena mendapatkan kabar akan free class. Namun semuanya kembali hening saat Ivana masuk dengan wajah datarnya.

Beberapa orang dengan terang-terangan menghina Ivana yang baru saja masuk, Ivana menatap orang tersebut dengan dingin.

Pandang Ivana benar-benar dingin dan tajam hingga membuat satu kelas tersebut tersentak, Ivana berjalan kearah gerombolan dibangku belakang dengan anggun dan dagu terangkat.

Sampai didepan seorang gadis entah bernama siapa, Ivana menarik rambutnya kebelakang dengan kencang, "Hancur! Akan gue pastikan Lo bakal hancur,"bisiknya diakhiri kekehan yang tampak menyeramkan.

Gadis itu tampak merontal tak terima, tangan satunya lagi beralih pada dagu gadis tersebut mencengkram dengan kuat, sebuah tepuk tangan terdengar dari arah pintu kelas itu adalah Laura.

Gadis itu membawa sepuluh orang gadis lain dengan pakaian yang tampak ketat dan dandanan sedikit menor. "Ivana, Lo jahat banget ngga ngajak gue main hm." tutur Laura tampak dengan nada sedih mendramatis.

Ivana mendorong tubuh tubuh gadis dihadapannya dengan kasar, gadis itu tampak meringis kesakitan. "Lanjutin Ra, gue ada urusan." titihnya lalu beralih menuju bangkunya dan mengambil tas miliknya.

"Tenang aja Vana, gue yakin Lo bakal bangga dengan karya gue."tutur Laura dengan seringai membuat perempuan dikelas tersebut menahan nafasnya.

Ivana mengeluarkan satu gepok uang entah berapa jumlahnya, "Jangan cuman satu kelas, tapi satu sekolah. Siapapun dia habisi, buat laki-laki yang coba jadi pahlawan kesiang-"

"Siap siap berurusan sama Orion Bagaskara!"lanjut Ivana dengan lantang, senyap, semua orang terdiam termasuk Malik.

Pemuda itu memandang Ivana dengan pandangan yang sulit diartikan, ada rasa kecewanya, kagum, dan marah secara bersamaan.

Ivana memberikan uang tersebut ke Laura yang tampak menerima dengan senang hati, setelah itu ia pun berlenggang pergi dari sekolah dengan satu tempat tujuannya.

Kalla dan Rumah sakit.

"***"
Thanks for reading guysss

Jangan lupa tinggal vote yaaa
See you next chapter!

-rbilqisasiah



The Hole Of HopeWhere stories live. Discover now