49

841 164 16
                                    

BAB 49

BINTANG DARI ORION

Rasa nyaman dari sang pujaan? Atau hanya sekedar momen manis kali ini?—
"***"

Disebuah ruangan gelap, seorang gadis duduk sambil memandang jam pasir raksa, seringai tercetak dibibirnya. Jari lentik gadis itu kembali mencoret sebuah buku tebal dengan tinta hitam.

"Ngga pernah ada kehidupan yang mulus, termasuk kehidupan Lo Rashika Savana Adrian, tempat Lo bakal gue guncang."ujarnya lalu gadis itu sesekali senandung kecil.

"***"
Disisi lain Ivana baru saja pulang kerumah, ia membersihkan diri untuk menyegarkan tubuhnya kembali.

Tak ada makan malam keluarga untuk malam ini, karena Bagas yang pergi entah kemana dan sampai sekarang belum juga pulang, serta Danu yang membawa Alvaro dengan dalih ada urusan yang bersifat rahasia.

Untuk itu Ivana memutuskan untuk memakan beberapa potong buah apel saja malam ini untuk mengganjal perut, serta meminum satu kotak minuman sari kacang hijau sambil mengerjakan tugas sekolahnya.

"Hari yang melelahkan,"gumannya. Ivana menghempaskan tubuhnya di kasur setelah tiga puluh menit setelah makan, matanya terpejam sekalibat potongan kejadian yang terjadi hari ini bermunculan.

Seperti masalah sangat suka menghampiri dirinya, terlebih lagi dengan bertubi-tubi seperti ini membuat dirinya pusing bukan main.

Tok ... tok ... tok ..

"Non ada yang nyariin dibawah, namanya Den Orion." ujar Mbak Wati pembantu dirumah ini dari balik pintu.

Ivana berdecak kesal, ia bangkit dan berjalan dengan malas membuka pintu kamarnya. "Iya mbak, makasih ya."tuturnya lalu berlenggang pergi saat mendapati anggukan dari mbak Wati.

Kaki Ivana melangkah keruang tamu, terasa hening sampai akhirnya muncul wajah seseorang pemuda dengan cengiran lebar dibibirnya, membuat Ivana meringis.

"Kenapa malem-malem kesini? Ada perlu apa kak,"tanya Ivana mendudukan dirinya disofa samping dekat Orion. Pemuda itu tampak tersenyum, "Jalan yuk, kita ke—" ucapan Orion terpotong saat Ivana langsung berdiri

"Udah malem, waktunya tidur, bukan main! Saya cape, mening kak pulang deh."usir Ivana membuat pemuda itu menjatuhkan rahangnya, kasar sekali pikirnya.

"Lo udah pake nama gue, anggep aja jalan malem ini sebagai imbalan atas itu."ucap Orion membusungkan dada tampak membanggakan diri.

Ivana menatap dengan datar, "Oke! Tapi ngga lebih dari jam 10 harus udah ada dirumah lagi," pintanya, Orion tampak tersenyum cerah dan mengangguk.

Beberapa menit kemudian, Ivana sudah siap ia hanya memakai jaket bomber tebal berwarna coklat kulit, rambut yang tadi tergerai kini ikat kuda memperlihatkan leher jenjang milik Ivana.

Ivana mengikut Orion dari belakang, pemuda itu membawa mobil berwarna hitam yang tampak mengkilap, membukaan pintu untuk Ivana tampak romantis namun ivana terlihat acuh tak acuh.

Selama diperjalanan Ivana diam begitupun Orion, meski terlihat sekali beberapa kali pemuda disamping itu terus melirik dan mematap cukup lama kearahnya.

Ivana yang mulai risih mendelik tajam. "Kenapa ngeliatin saya terus? Fokus sama jalan,"ujarnya.

Orion terkekeh pelan, "Abisnya Lo cantik, dan— Lo bertambah sepuluh kali lipat lebih cantik saat kalung dileher Lo bertengger manis, kaya sekarang." Ivana mengikut arah pandang Orion.

Gadis itu hanya ber-oh ria, menyadari sedari tadi diperhatikan karena kalung yang ia pakai, kalung yang sama dengan yang pemuda itu berikan dirumah sakit.

Orion mengelus kepala Ivana gemas berkali-kali, "Bukan salting gue puji, Lo malah bikin gue gemes sendiri jadinya." Ivana menyentak tangan Orion, mengerucutkan bibirnya tak suka.

"Ihhh ... jadi benantakan nih," Ivana merapihkan ikatan rambut kembali karena sedikit acak-acakan karena tangan pemuda itu yang terlihat gemas.

Orion lagi lagi tertawa, "Sebentar lagi sampai, Lo bakal suka deh. Gue jamin," ucapnya, sambil menyugarkan rambutnya kebelakang. Ivana berkedip beberapa kali menyadari kadar ketampanan Orion yang membuat terpana untuk beberapa saat.

"Sial, ko bisa ganteng bangett!" pekiknya dalam hati, sambil menggigit bawah bibirnya menahan senyum yang terasa ingin merekah.

Mobil Orion berhenti disebuah lapangan luas, tampak seperti taman setengah jadi. Terdapat ayunan dibeberapa sudut tempat tersebut, langit malam terasa begitu luas dan indah saat dirinya menatap kearah langit.

Orion keluar bersama dengan Ivana, "Keren, ini tempat apa? Taman yaa?"tanya Ivana penasaran, dirinya menoleh kearah pemuda yang saat ini sedang bersidekap dada sambil menatap sekitar.

Pemuda itu mengangguk, "Iya, tapi masih setengah jadi, ini projek bokap gue yang ada dibawah naungan tanggung jawab gue." ujarnya dengan bangga.

Ivana menganggu, mengangkat jempolnya kearah Orion. "Keren, yang bener ya, jangan sampe mengecewakan!" ujarnya.

"Pasti, bakal gue bikin keluarga Bagaskara tercengang nantinya."

"Sini gue ada tempat yang mau gue tunjukin," Orion menarik lengan Ivana kerah jembatan, ditengah-tengah jembatan tersebut ada sebuah teleskop berukuran cukup besar yang membuat Ivana tercengang.

"Ayo kita liat bintang!" Orion dengan semangat mendekat, Ivana juga tampak berbinar langsung mencoba teleskop tersebut.

Gadis itu memekik kesenang membuat Orion tersenyum puas dengan hasil kerjanya sendiri, saat Ivana asik tengah melihat bintang menggunakan teleskop Orion mengikis jarak diantara mereka, memeluk Ivana dari belakang.

Gadis itu menegang ditempat, "Jangan cari bintang paling terang diatas sana, karena bintang itu udah jatuh ditangan Lo." bisik Orion mengalun lembut ditelinga, namun membuat Ivana geli sendiri.

"Gue janji, setelah semuanya normal dan kita kembali ketempat yang seharusnya. Gue bakal kasih kebahagiaan lebih dari ini," Ivana diam, tak menolak maupun berkomentar apapun.

Ia merasa seolah hal ini memang seharusnya terjadi, seolah memang dirinya senang hati berdekatan dengan Orion atau lebih tepatnya jiwa Abbyan.

Terasa janggal, namun ia tak ingin menolak perlakuan tersebut. Ivana membalikkan badannya, menatap netra pemuda itu dengan seksama.

Senyum tipis terbit dibibir Ivana, "Dasar kakak kelas tengil,"ujarnya membuat momen romantis mereka seketika rusak dan membuat Orion tanpa sadar menggeram kesal.

Ingin sekali mengurung gadis bermulut pedas dihadapannya, hanya untuk menjadi miliknya.

Saat larut dalam suasana hening, seketika telinga Orion terasa berdengung ia memekik dan memegangi kepalanya.

"Arghhh!"

Ivana melebarkan matanya terkejut, "Kak! Kenapa?"pertanyaan Ivana tak digubris, Orion masih sibuk dengan rasa sakit dikepala.

"Ori-on, mem-be-rontak!"gumam Orion terbata-bata, Ivana menyeringat tak mengerti apa maksud dari hal tersebut, namun perasaan berubah menjadi panik saat Orion tak sadarkan diri.

"***"
Vote dulu sebelum lanjut!

See you next chapter guyss ❤️

rbilqisaaiah






The Hole Of HopeWhere stories live. Discover now