Dua Puluh Empat🍊

Start from the beginning
                                    

"Udah," balas Amy ikut tersenyum. Matanya tak bisa lepas melihat tubuh elok Indy. Dia beruntung banget dah.

"Diterima?" Amy dan Indy saling bertatap muka. Membuat Amy tersinggung sendiri. Wajah cewek itu mulus seperti pantat bayi. Pipinya yang chubby juga tidak kalah cute.

"Diterima kok, tapi gak tahu dimakan dia atau tidak" kata Amy berbohong demi keselamatan dirinya dan Jonah. Ya, semoga saja Indy tidak tahu. Bisa habis nasibnya nanti. Toh memang Jonah sendiri yang memberikan padanya, bukan?

"Gak apa-apa, makasih ya."

"Iya."

"Gue yang harusnya makasih, coklatnya enak banget" sambung Amy dalam hati.

"Mana air gue?" Dengan bossy-nya Jonah berdiri di hadapan Amy. Peluh keringat membasahi sekujur tubuhnya. Bukannya bau, malah kelihatan hot di mata Amy dan juga Indy.

"Nih, Jo."Indy dengan cepat menyodorkan botol airnya. Apple and mint sensation tertulis di labelnya.

"Gue gak suka apel," kata Jonah dingin.

Sontak Amy menatap botolnya lesu. Itu juga rasa apel. Pasti Jonah akan marah lagi padanya.

Greb

Jona merebut cepat botol di tangan Amy, lalu membuka segelnya.

"Katanya gak suka apel," sindir Indy melihat Jonah yang tengah meneguk habis air pemberian Amy.

"Berubah pikiran," balas Jonah santai.

"Lapin dong," kata Jonah memberikan handuk kecilnya pada Amy.

"Gak nyampe."

"Gue aja, gue nyampe kok." Indy berdiri cepat, hendak menyambar handuk Jonah namun cowok itu keburu pergi.

"Lo siapanya Jonah?" Duh mampus gue, batin Amy takut.

"Teman sebangku doang."

"Kok mau disuruh-suruh dia?" Indy dan segala kekepoanya bertanya. Memang sangat tidak logis kalau jawabannya hanya teman, pasalnya Jonah selalu malas berhubungan dengan perempuan. Jangan pacar, teman saja dia ogah. Tapi situasi yang satu ini membuatnya heran. Kalau dibilang teman impossible, tapi kalau dibilang pacaran lebih super impossible malah.

"Daripada dia marah."

"Dia galak ya?" Logis juga, pikir Indy setuju. Dulu ia sering dengar kasak-kusuk manusia mengatakan kalau Jonah cepat naik darah. Sayangnya ketampanannya menutupi itu semua dalam sekedip mata.

"Kayak T-rex malah."

"Dia ganteng banget ya?" puji Indy dengan dua mata intens menatap Jonah yang tengah mendribble bola.

"Tapi gaje."

"Lo dekat sama dia?" Indy menoleh tajam, membuat Amy menyesal telah mengatakannya.

"Enggak kok."

Indy menghela nafas lega. Saingannya yang lama sudah cukup banyak, please dia tidak mau ada saingan baru lagi. "Pertama kali gue lihat dia, gue langsung suka. Matanya indah banget bikin gue langsung mengunci hati buat dia seorang sampai saat ini. Tapi, kayaknya Jonah gak pernah sadar," curhat Indy membuat Amy simpati.

"Dia pasti suka lo," katanya yakin.

"Masa?"

"Lo cantik, pinter lagi. Idaman semua cowok itu." Amy tersenyum miris. "Gak kayak gue."

"Lo bisa aja." Indy merapikan kuncir rambutnya. "Btw, besok gue nitip bekal ya sama lo."

"Ok."

"Lapin!" titah Jonah entah sejak kapan sudah didepan Amy.

"Cieeeeeeeee," Vila menyorak disebrang lapangan. Amy yang tengah berjinjit hendak mengelap leher Jonah lantas menunduk malu.

"Kenapa nunduk? Lo malu punya cowok kayak gue hah?" sentak Jonah emosi.

"Gak gitu," sanggah Amy dengan kelopak mata memanas. Jonah kalau membentak suka seenak jidat. Apa dia belum tahu gimana rasa sakitnya dibentak ya, pikir Amy.

"Terus kenapa nunduk? Ada uang jatuh iya?" Amy tidak menjawab, ia malah fokus berkompromi dengan hatinya agar tidak menumpahkan air mata.

"Yang bener napa sih," kesal Jonah menarik dagu Amy. Cewek itu cemberut, lalu menggosok kasar handuk ditanganya ke leher Jonah.

"Yang ini belum," protes Jonah menunjuk rahangnya.

"Gak nyampe," ketus Amy cemberut.

"Makanya jadi tinggi, dodol!" ejek Jonah lalu menundukan badanya sedikit, alahasil hal tersebut membuat Amy panas dingin karena wajah Jonah yang tepat di depan wajahnya. Hidung mereka yang berbeda ukuran itu bahkan saling bergesekan saat Amy hendak mendongak. Keduanya bagai tersengat listrik, tapi entah kenapa sangat asik hingga mereka bertahan beberapa detik. Alahasil Indy yang menonton kabur dari sana dengan kesal dikepala.

"Coba lo cantik," kata Jonah tiba-tiba. Dua mata mereka masih saling menyapa. Sekitar yang mulai melihat sama sekali tidak Jonah anggap eksistensinya. "Gue nikahin lo sekarang," bisiknya ditelinga Amy, membuat bulu kuduk cewek itu merinding.

Kalau gue cantik?

"Kalau gue jelek?" tanya Amy sesaat setelah mereka duduk di dalam mobil.

"Tetap dinikahin juga sih," kekeh Jonah menyakan mesin mobilnya. "Tapi tunggu sampai lo cantik aja deh. Biar kita gak malu, iya kan?"

"Kita? Lo aja kali yang malu," kesal Amy bersidekap dada.

"Ya iya lah lo gak malu, gue mah ganteng kek Manu Rios. Kemana-mana bakalan bikin ko bangga. Lah lo? jelek. Bisa malu gue sama semua manusia."

"Jonah fucek!" teriak Amy menatap keluar jendela. "Ngomong seenak jidat, gak tahu apa kalau semua yang ada di fisik gue saat ini ulahnya takdir," gerutu Amy membuat Jonah tertimpa beton. Amy marah padanya, pada mulut sompralnya.

"Kalau bisa berubah pun tetap gak bakalan sama kayak mbak Lisa Blackpink oye oye itu, mentok-mentok palingan pas di KKM doang."

"Kalau gue cantik, lo mau nikahin? Dih ogah. Amit-amit cabang bayi," ujar Amy mengetuk bergantian kepalanya dan pintu mobil. Hati Jonah mendadak ngilu dibuatnya. "Daripada harus nikah dengan orang yang mandang fisik, lebih baik gue jadi perawan tua."

Nyessssss. Dia ditolak sebelum menembak. Dan sialnya itu terjadi karena mulut lebarnya, dih double shit banget dah.









***

.
.
.
.

Vote dan komen jangan lupa gess😘





Saturday 17:40 Belum mandi:)

My Kriting GirlWhere stories live. Discover now