PART 39

2.5K 131 6
                                    

Selamat membaca🤗

Dua perempuan tengah duduk di kedai yang lumayan ramai, karena di dalam rasanya begitu sesak mereka memutuskan untuk duduk diluar. Suasana diluar lebih menenangkan karena anginnya tidak terlalu kencang.

Mereka tengah menunggu es krim mocca yang masing-masing memesan satu mangkuk. Lelah sekali rasanya setelah berkeliling mall membeli beberapa baju dan sepatu. Mereka memilih makan es krim di kedai ini karena rasanya lebih enak dan ia juga sering ke tempat ini. Menghilangkan stress atau sekedar menghilangkan rasa kesal yang datang tiba-tiba dan yang mempengaruhi mood.

"Kau yakin tidak akan kesana lagi?" kata perempuan yang sedang menumpu dagu dengan kedua tangannya. Tatapannya lurus pada perempuan didepannya. Perempuan didepannya berdecak seraya tak suka dengan pertanyaan itu. Ini sudah kesekian kalinya pertanyaan itu dilontarkan sejak ia pulang.

"Ayolah Rossa, aku sudah katakan berapa kali kalau aku tidak ingin kembali kesana. Dia juga tidak pernah datang ke tempat itu lagi."

"Ya ya ya, aku tahu. Aku hanya ingin memastikan saja. Siapa tahu kau berubah pikiran lagi. Dan aku juga lebih senang kalau kau disini."

Kedua perempuan itu mengangguk. Dipisahkan dalam waktu yang lama membuat keduanya tahu kalau perpisahan itu menyiksa. Apalagi ketika sedari kecil sering bersama dan tiba-tiba mereka harus terpisah jauh dan baru bertemu setelah belasan tahun. Walaupun hanya sepupu, tapi kedua perempuan itu sudah seperti saudara kandung, bahkan sudah seperti anak kembar.

Saat asyik berbicara, pelayan datang membawakan pesanan mereka. Setelah beberapa suap memakan es krim, Rossa mengaduh sakit pada perutnya. Ingin buang air dan ia dengan cepat beranjak menuju toilet.

Areeza sudah menawarkan untuk pulang, tapi ini sudah tidak bisa ditahan lagi. Jadilah ia duduk sendiri menikmati es krimnya.
Ia mengedarkan pandangannya, tatapannya jatuh pada dua orang yang sedang duduk tidak jauh darinya. Ia hanya memperhatikan sekilas kemudian kembali memakan es krimnya yang sudah sedikit mencair. Namun gerakannya terhenti ketika sebuah tangan terjulur mengambil dompet yang ada di atas mejanya.

Areeza berteriak dan orang-orang langsung melihat ke arahnya. Gadis yang ia lihat tadi terlihat membantunya, dompetnya pun aman. Ia mendekati gadis itu, sungguh berani batinnya.

"Dompetnya mbak," kata perempuan yang membantunya sambil menyerahkan dompet itu sambil tersenyum.

"Terima kasih, kamu sangat hebat."

"Biasa saja, kalau begitu aku permisi."

"Tunggu, bisakah kita berkenalan?" perempuan itu mengangguk "Aku Areeza," katanya sambil mengulurkan tangannya.

"Humaira. Kalau begitu aku pamit. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam,"

Humaira, yah nama yang tidak akan pernah ia lupakan. Perempuan penolongnya malam ini. Siapa sangka jika pertemuan mereka akan membawa mereka pada sesuatu yang lebih besar lagi? Seseorang dipertemukan dengan tujuan yang berbeda-beda. Ada yang hanya singgah dan ada juga yang menetap. Ada yang datang sebagai teman, ada juga yang datang sebagai musuh. Siapa yang menduga jalan hidup kedepannya. Jalani dengan sabar dan ikhlas, itu kuncinya.

...

Di lain tempat Raihan sedang tersenyum membaca pesan dari istrinya. Ira memang izin padanya tadi sore untuk pergi bersama Via. Entah kenapa melihat dua perempuan itu kompak membuatnya senang. Ternyata begini rasanya mempunyai seorang kekasih hati yang bisa menjadi tempat untuk bersandar dan berkeluh kesah. Bahagia itu sederhana.

Suara pintu terbuka disertai salam membuatnya menormalkan ekspresinya. Yang tadi senyam-senyum sendiri sekarang menjadi datar. Ekspresi yang sama ketika pertemuan pertamanya dengan sang istri. Melihat tingkah Raihan membuat Ira menghampirinya dan mengambil tangan suaminya kemudian di kecup, setelah itu diangkat ke kepalanya. Itulah kebiasan Ira. Karena suaminya tak ada reaksi apapun, Ira langsung mendudukkan dirinya, bertumpu pada lutut di lantai kamar itu.

HUMAIRA (END)√Where stories live. Discover now