PART 32

2.3K 117 4
                                    

Selamat Membaca🤗

🍃🍃🍃

Kepada malam yang menjelma menjadi pagi.
Kepada embun yang membasahi bumi.
Kepada angin yang menyentuh pori-pori.
Kepada diri yang masih di berikan hidup hingga saat ini.
Sudahkah kita bersyukur hari ini?
Oksigen di bumi ini selalu kita terima dengan percuma tanpa harus membeli.
Sudah baikkah diri ini?
Apakah semakin hari semakin tak tahu diri?
Astagfirullahhaladzim.

Dalam hidup ini, terkadang kita lupa untuk sekedar bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Seperkian detik Allah selalu memberikan nikmat bahkan tanpa kita sadari. Allah Maha adil, namun terkadang kita yang selalu merasa rugi. Ini hanya sebuah pengingat untuk diri. Sesungguhnya diri inipun sering lupa untuk sekedar mengucap syukur. Maafkan daku yang terkadang tak tahu diri.

Thanks to Allah. Atas segala nikmat yang terus mengalir dalam nadi.

Ira menutup laptop miliknya, mengetik beberapa kalimat yang membuatnya sedikit lebih tenang. Kata yang di susun menjadi sebuah kalimat itu adalah pengingat untuk dirinya. Nantinya kata-kata itu akan di print dan di tempelkan pada tempat tertentu sebagai pengingat untuk dirinya.

“Sayang, tolong pasangin dasi ini dong.” Ira tersipu mendengarnya. Sudah biasa Raihan mengucapkan kata itu, tapi tetap saja begini. Pipinya selalu bersemu merah dan membuat Raihan gemas.

“Kenapa sih selalu malu kalau aku panggil sayang?” Tanya Raihan saat Ira memasangkan dasi untuknya.

“Mas.. Tidak usah di tanya.”

Cup

Satu kecupan mendarat di pipi kanan Ira dan membuatnya mematung membuatnya terasa tak menapaki bumi.

“Massss.” Rengek Ira. Dirinya selalu kecolongan. Yang di panggil turun ke bawah untuk sarapan.

“Ira, kenapa pipi kamu merah begitu nak?” Tanya Kinara yang melihat wajah Ira masih tergambar jelas semburat merah disana.

Raihan berdehem berusaha menormalkan wajahnya agar tidak tertawa melihat wajah istrinya. Ira? Jangan ditanya seperti apa ekspresinya.

“Kamu sakit sayang?” Tanya Kinara lagi ingin memastikan.

“Gimana gak merah Tante, orang tadi ada yang nyium pipinya kak Ira.” Sahut Via yang berada di tangga.

Raihan dan Ira menatap Via tak percaya, Kinara tercengang kemudian tersenyum. Anak dan menantunya ternyata seromantis itu.

Sorry Bos, sorry.. Gak sengaja kok, tadi kebetulan lewat. Siapa suruh Kak Rey gak tutup pintu. Kan Via jadi lihat.”

“Wahh, anak kecil main ngintip aja. Awas yaaa.” Raihan berlari kearah Via, yang di kejar ikutan berlari mengitari meja makan. Alhasil terjadilah aksi kejar-kejaran di pagi hari seperti ini. Bosan mengitari meja makan, Via meminta perlindungan pada Ira.

“Kak Ira tolongin Via… Ada monster jahat..” teriaknya dan bersembunyi di punggung Ira.

Raihan menghampiri mereka, “Sayang, jangan lindungi dia. Dia sudah mengintip kita.” Kata Raihan berusaha menangkap Via.

“Mas, sudah. Ayo sarapan nanti pada telat ke kantor. Via juga nanti telat sekolah.”

“Kak Rey nih, ngalah dong sama anak kecil.”

“Oke oke, tapi sebelum ituuu—“ hap, Via tertangkap oleh Raihan.

“Anak nakal.” Katanya kemdian memeluk Via dan mengecup puncak kepalanya. Ira tersenyum, tahu kalau hubungan antara Via dan Raihan seperti apa. Raihan seperti kakak kandung dan pelindung untuk gadis yang sebentar lagi menginjak usia 18 tahun itu. Pemandangan tersebut tidak luput dari padangan Kinara, air matanya menetes. Tak bisa membendung rasa bahagianya, cepat-cepat Ia menghapusnya.

HUMAIRA (END)√Where stories live. Discover now