PART 36

3.1K 142 0
                                    

Sibuk terus😌Monmaap, aku sedang di sibukkan dengan KaKaeN, belum jalan sih, hanya saja kemarin sedang UAS juga😌Huhuhu, laporan dimana-mana dan membuat ku stress😪
Mohon bersabar, ini ujian😌

Oke oke, selamat membaca🤗


🍃🍃🍃

Namanya juga perempuan, selalu mengatasnamakan perasaan !

...

Disinilah Raihan sekarang. Masih setia untuk duduk diruang tunggu karena ia tidak berani masuk. Bukan karena apa-apa, hanya saja mamanya masih ada disana. Takutnya dengan keberadaannya Kinara akan semakin marah dengannya. Via juga ada didalam menemani Kinara. Wanita setengah baya itu enggan berbicara dengan putra kesayangnnya karena rasa kecewanya. Tidak bisa menjaga istrinya dengan baik. Kinara sudah tahu semuanya dari Gilang.

Sebenarnya ia tidak tega untuk mendiamkan Raihan, tapi biarlah begini dahulu. Agar putranya itu sadar dan tidak bersikap kekanakan.

“Mama mau pulang, jaga istrimu dengan baik.” Suara Kinara memecah keheningan di ruang tunggu ini. Raihan mendongak tidak percaya.

“Iya, mama kasih kamu kesempatan untuk menjaga menantu kesayangan mama.” Katanya kemudian berlalu bersama Via.

Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Raihan masih setia menjaga Ira. tidak ada rasa kantuk dalam dirinya. hingga sebuah pergerakan membuatnya menoleh dan mendapati kelopak mata yang indah itu terbuka. Tangan yang tidak terhalang infus itu menggenggam pergelangan tangan kekar itu. Cepat-cepat ia membantu Ira duduk di ranjang itu.

“Minumlah, akan ku panggilkan suster.” Ira menggeleng.

“Butuh sesuatu?” tanyanya dengan penuh kelembutan sembari mengelus puncak kepala istrinya. Ira tetap menggeleng, namun kemudian menarik tangan Raihan kedalam dekapannya.

“Aku hanya butuh mas disini, maafkan aku. Aku-“

“Tidak usah meminta maaf, kamu yang terbaik.”

Mereka berdua hanyut akan kasih sayang yang beberapa hari ini hilang, Raihan merasakan kembali hatinya berdegub kencang saat bersama dengan Ira, begitupun sebaliknya.


Dua minggu setelah kejadian itu, keadaan kembali seperti biasanya. Dimana kehangatan dalam keluarga kecil itu hadir kembali. Selama dua minggu ini juga Raihan tidak bisa jauh dari istri tercintanya. Sekarang, mereka sedang menikmati sunset di pantai yang menjadi favorite mereka berdua. Dan yah, dunia ini terasa milk berdua saja.

Setelah puas menikmati sunset kedua insan itupun pulang. Seperti orang yang baru mengenal yang namanya cinta, keduanya masih setia saling memagut tangan.

“Ehemm, tolong kondisikan. Disini masih ada gadis remaja dengan tingkat baper yang tinggi.” Celetuk Via yang melihat kemesraan kakaknya, dia selalu merasa menjadi nyamuk.

“Makanya nikah.”

“Adiknya baru aja mau ujian kenaikan kelas disuruh nikah. Tunggu ada yang datang ke rumah buat ngelamar dulu lah.”

“Nunggu yang di luar negeri itu? Semoga saja dia tidak tertarik dengan gadis lain diluaran sana.”

Wajah Via seketika menunduk, benar apa kata kakaknya. Karena banyak orang yang berjanji tapi pada akhirnya di ingkari juga. Ira yang melihat ekspresi Via berubah mencubit pinggang Raihan kemudian mendekati Via dan mengusap lembut kepalanya.

“Menunggu adalah suatu hal yang paling menyebalkan. Tapi, apa salahnya jika kita mencoba. Kita tidak tahu seperti apa takdir kita kedepannya, karena hanya Dia yang mengetahui segalanya. Berdoa dengan sungguh-sungguh, niatkan satu nama yang Via inginkan. Jika garis tangan itu memang sama maka percayalah jika nanti Allah akan menyatukannya.”

Siapa yang tahu akan garisan takdir? Menunggu selama apapun, jika tidak ditakdirkan bersama harus bagaimana? Mencintai sewajarnya saja, menunggupun ada batasnya. Ketika kau merasa lelah akan sebuah penantian yang tak kunjung datang, maka berikan jeda pada hatimu. Sungguh, diri ini pun butuh jeda walau hanya sejenak. Pecayakan semuanya kepada Dia yang mengatur takdir kehidupan.

Di sisi lain, Farhan sedang memperhatikan seorang gadis yang tengah berbincang dengan lelaki sebaya dengan gadis itu. Gadis itu tampak tersenyum manis walaupun tadi ekspresi wajahnya kentara sekali keterkejutannya.

“Kamu masih ingin mengejar lelaki yang tidak menaruh sedikit rasa padamu Jihan?” Tanya lelaki itu pada gadis yang bernama Jihan.

Sungguh, kali ini ia bimbang dengan apa yang terjadi. Di satu sisi ada lelaki yang begitu mengharapkannya dan di sisi lainnya ada lelaki yang ia harapkan namun tidak tahu akan rasanya. Hidup ini memang panggung sandiwara, scenario dari pemilik alam semesta ini begitu rapih dan mampu mengobrak-abrikkan rasa.

Jihan masih terpaku, pengkuan tiba-tiba dari kakak tingkatnya itu membuatnya bergeming. Dulu, ia memang sempat menaruh hati pada lelaki itu, tapi entah kenapa lama-lama perasaan itu menjadi biasa saja. Apalagi setelah mengenal sosok lelaki yang bernah Farhan Abraham. Perasaannya di campur adukkan seperti adonan yang siap untuk diolah.

“Apa yang harus aku lakukan kak Juna? Perasaan ini sudah terikat olehnya, aku pun tidak tahu kenapa. Lantas apa yang harus aku lakukan sekarang?” lirihnya.

Karena sejujurnya perasaannya pada Farhan tidak bisa dihilangkan, padahal selama seminggu ini ia berusaha mati-matian untuk tidak mencari tahu tentang Farhan karena ia tidak ingin di cap sebagai wanita penggoda. Sejak pertama bertemu dengan Farhan pada saat insiden itu, dari sanalah Jihan selalu mencari tahu tentang Farhan. Membuntutinya hingga tempatnya bertugas dan ketahuan oleh rekan Farhan yang lain. Terlihat bodoh memang, tapi itulah Jihan Aulia Rahman dengan segala bentuk rasa yang ada pada dirinya.

“Terimalah perasaanku, aku akan membantumu melupakannya.”

Di balik persembunyiannya, Farhan merasa senang mendengar pengakuan Jihan yang tenyata masih menyimpan perasaan padanya. Tapi disisi lain ada rasa kesal pada lelaki yang sedang bersama gadis yang selama seminggu ini mengganggu pikirannya. Kiranya gadis itu sudah berhenti menaruh rasa padanya, tapi nyatanya tidak. Ia tidak pernah datang karena ingin membiasakan diri tanpannya. Begitukah?

“Jihan tidak bisa kak, jika tidak ada yang ingin kakak sampaikan lagi Jihan pamit. Assalamualaikum.”

Gadis itu pergi bersama gerimis yang kian menjadi hujan. Malam ini menambah gigil pada dirinya, begitupun pada luka di hatinya yang sekarang sudah menganga. Takdir begitu lihai mempermainkannya. Ia tidak suka dengan cinta sepihak ini. Tapi mau bagaimana lagi, hatinya bandel dan terus meminta bertahan pada sesuatu yang tidak pasti.

Namanya juga perempuan, lebih memilih sesuatu yang tidak pasti daripada yang sudah pasti di depan mata. Mengatasnamakan perasaan. Bodoh memang.

Jihan berjalan di tengah derai hujan yang semakin lebat. Tak tau kemana harus melangkah, yang terpenting baginya menjauh dari lelaki yang berniat baik untuk membantunya terlepas dari cinta sepihak itu. Tak ingin melukai orang yang sudah begitu baik padanya.

“Bodoh sekali kamu Ji, padahal kak Juna sudah menawarkan bahagia padamu, tapi kenapa kamu malah memilih lelaki berhati batu itu? Hikss.” Tangisnya pecah bersama hujan yang terburu-buru membasahi bumi. Ia merosot pada balik pohon yang rindang. Menangis sekencang apapun tak ada yang mendengarkan.

“Jadi, kamu menyesal memilih saya?”

Suara baritone itu membawanya kembali ke dunia nyata. Suara itu tidak asing di telinganya. Ia mengadah melihat seseorang yang berdiri menggunakan payung, kemeja di gulung hingga ke siku. Menambah kadar ketampanannya.

“A-apa?”

“Menyesal karena telah memilihku?”
Jihan terdiam, apa yang harus dikatakan sekarang? Ia pun bingung.

“Kalau iya memangnya kenapa? Aku tidak pernah mengganggumu lagi kan? Aku- aku tidak menginginkanmu lagi.” Katanya dengan menundukkan wajahnya, menatap tanah yang sudah tergenangi.

“Bodoh! Mengapa membohongi perasaanmu?”

“Untuk apa aku berbohong? Bukankah aku hanya mahasiswa yang masih kekanakan di matamu? Bukankah kau juga mengatakan bahwa perasaanku padamu hanyalah cinta monyet saja? Dan yah, aku memang kekanakan. Ini memang cinta monyet! Aku saja yang bodoh tuan Abraham!” gadis itu terdiam, menarik nafasnya dalam-dalam kemudian berkata, “Bolehkah aku menyerah terhadapmu? Aku tidak tahu perasaanmu padaku, disaat aku berharap padamu, disaat itu juga aku menghancurkan perasaan orang lain. Aku tidak ingin menghancurkan perasaan orang lain lagi dengan mengatasnamakan cintaku padamu! Aku lelah tuan Abraham!” isaknya.

Farhan terdiam, hatinya ketar-ketir mendengar pengakuan itu. Ia juga masih bingung dengan hatinya, masih menerka-nerka perasaan apa yang di miliki pada gadis di depannya ini. Jihan menatap manik yang begitu menyiksa perasaannya.

Lelaki itupun enggan berkata apa-apa, ia memilih pergi membawa serta hatinya.

Gigil malam ini tak terasa karena gemuruh di hatinya tiba-tiba berubah menjadi panas yang tak tertahan. Sesak sekali rasanya. Ia berjalan memeluk tubuhnya, hujan malam ini menjadi saksi bahwa ia sangat kecewa.


🍃🍃🍃

Efek kelamaan gak pernah nulis jadi lupa kan akunya :"
Huaahh, kolom komentar tersedia di bawah ya😉
Mohon maaf jika menggantungkan kalian, tidak bermaksud seperti itu. Hnggg :"

Jangan lupa bersyukur😉💕

🍃🍃🍃

Lombok, 19 Desember 2019💕

HUMAIRA (END)√Where stories live. Discover now