PART 33

2.2K 127 5
                                    

Selamat Membaca🤗

🍃🍃🍃

“Kembalilah padaku dan tinggalkan dia.” Rico menatap Humaira yang begitu kaget mendengar ucapannya tadi. Detik selanjutnya dia tertawa. “Ekspresimu itu lucu Ira. Aku hanya bercanda.”

“Ha? Oh, haha. Kakak ini bisa saja. Hampir Ira pingsan di tempat.” Katanya dengan tertawa canggung.

“Bagaimana jika nanti takdir menyatukan kita?”

Pertanyaan apa lagi ini? Ira sudah benar-benar ingin menghilang dari hadapan Rico sekarang sebelum pertanyaan aneh menyerangnya. Tangannya sudah keringatan, jantungnya pun seperti mau copot saja. Bayangkan saja bagaimana seseorang dari masa lalu mengatakan hal demikian. Pasti terselip rasa aneh.

“Ira bisa merayu pada Dzat Yang Maha Bijaksana, Ira hanya menginginkan satu orang lelaki dalam hidup ini yang menjadi suami Ira. Dalam keadaan apapun, Ira hanya menginginkan Mas Raihan. Kita tidak tahu jalan takdir seperti apa kak, tapi apakah salah jika Ira hanya ingin bersamanya?”

Matahari sore ini tidak terlalu tampak di ujung barat sana. Sedari tadi bersembunyi di balik awan yang menggulung indah. Ira pulang dengan keadaan yang sedikit lega. Dia tidak terlalu memikirkan Rico lagi sekarang, karena lama kelamaan perasaan aneh dalam dirinya terhadap Rico kini sudah hilang. Jantungnya pun tidak berdegup kencang saat pertama kali melihatnya.

Semakin kita berdamai dengan hati, maka saat itulah rasa itu kian bersahabat. Jangan pernah menghindar dari suatu masalah. Ketika kau menghindar, apakah masalah itu akan selesai?

Ya, mungkin selesai. Tapi hanya pada saat itu juga. Tidak untuk kedepannya. Akan ada masa dimana ia datang. Entah itu kapan, tapi setidaknya berdamailah dengan hatimu.

Malam ini rumah terasa sepi, Kinara tidak ada di rumah karena pergi ke rumah Ibunya---nenek Raihan di Lombok membawa serta Silvia. Lampu belum menyala menandakan Raihan belum pulang dari kantor. Ira masuk dan menyalakan semua lampu agar tidak gelap di luar maupun di dalam. Saat akan memasuki kamarnya, Raihan berdiri di dekat jendela menatap pada pekarangan belakang rumah yang gelap.

“Mas, aku pikir Mas belum pulang dari kantor.” Katanya mencoba mendekati Raihan dan mengambil tangan kanan suaminya untuk meminta ridho padanya. Belum saja meraih tangan itu, Raihan berjalan menuju kamar mandi. Ira mematung di tempat dengan tangan yang masih menggantung di udara.

Kenapa Mas Rey bersikap aneh seperti itu?” Lirihnya.

Setelah Raihan mandi, Ira akan menanyakan hal yang sama pada suaminya. Tapi Raihan tetap menampakkan wajah datar, tidak ada senyum dan panggilan sayang dari suami yang selalu menggodanya. Saat makan pun seperti itu hingga setelah selesai solat isya.

“Mas, tegur aku jika aku salah.”

Diam. Hanya itu yang dilakukan Raihan. Tidak ada sepatah katapun dan membuat Ira sedih. Saat akan tidur, Raihan memunggungi Ira dan itu membuatnya merasa sakit. Biasanya sebelum tidur pasti Raihan membacakan surat Ar-Rahman sambil mengelus puncak kepalanya hingga tertidur.

Perlahan air mata itu tumpah juga, tak bisa menahan sikap abai seperti ini. Dirinya bahkan tidak tahu kesalahannya apa. Untuk sekedar menanyakannya saja Ira tidak mampu karena di diamkan seperti ini.

Raihan yang masih kecewa hatinya karena ada kiriman foto lagi membuatnya tidak bisa berkata apa-apa. Tidak ingin berbicara bukan berarti tidak peduli kan? Terkadang seseorang menyampaikan rasa kecewanya dengan diam.

Raihan masih mengingat betul setiap foto yang di kirimkan. Tadi saat dia sudah sampai rumah ada paket lagi atas nama dirinya, setelah di buka isinya adalah foto Ira dengan Rico yang tertawa dan duduk bersama di taman. Melihat Ira yang tertawa seperti itu membuatnya tidak suka. Tidak apa kan jika ia cemburu? Dia juga manusia biasa yang punya hati dan perasaan.

HUMAIRA (END)√Where stories live. Discover now