Bab 58 - Face to Face

Start from the beginning
                                    

Tak!

Pisau Lukas meleset mengenai lemari yang beradi di dekat Arthur, "kamu pikir dengan membunuhku bisa mendapatkan Malika?" tanya Arthur mulai memprovokasi Lukas dan menggiring Lukas menuju balkon kamar Arthur yang kebetulan pintunya terbuka Karen atadi Arthur sempat mencari angin segar.

"Aku pasti akan mendapatkan apa yang harusnya jadi milikku," balas Lukas tidak mau kalah dan terus menyerang Arthur. Kini keduanya sudah berpindah lokasi di balkon kamar Arthur.

Lukas tetap terus membuat gerakkan cepat dengan pisau di tangannya, walaupun Arthur memiliki refleks yang bagus tetap saja dengan tempat yang sempit dia terkena goresan pisau Lukas sebanyak dua kali walaupun tidak dalam namun cukup panjang. "Besar juga nyalimu ternyata," cibir Lukas saat melihat Arthur tidak menyerah walaupun mendapatkan beberapa sayatan di dekat bahu dan tangannya.

Buk!

Arthur memberikan hadiah pukulan pada tangan Lukas sehingga membuat pisau yang berada di tangan Lukas terlepas, Lukas sepertinya tidak memperkirakan gerakan Arthur tersebut. "Cukup fokus jangan banyak bicara," ujar Arthur yang dengan sengaja menendang jauh pisau Lukas hingga jatuh ke bawah.

"Aku tidak akan kalah walaupun tanpa senjata," Lukas tetap masih sombong dan dengan pedenya tetap ingin melawan Arthur.

Kali ini giliran Arthur yang menyerang, Arthur mempergunakan tongkat besinya dengan sangat baik. Beberapa kali Lukas terkena pukulan Arthur pada bagian bahunya dan tangannya, tetapi Lukas belum lengah juga. Kekuatan Lukas sangat besar ternyata dan itu sedikit menghambat gerakan Arthur yang sebenarnya melemah karena luka yang di dapatnya.

Buk!

"Arghhh!!!"

Buk!

"Arghh!!!"

Buk!

"Arghhh!!!"

Tiga kali pukulan Arthur berikan kepada Lukas di kepala laki-laki itu, namun sepertinya Lukas memiliki stamina yang luar biasa. Tidak pingsan, hanya darah segar yang mengalir dari kepala Lukas. Arthur mencoba maju tetapi ternyata gerakannya terbaca oleh Lukas, dengan cepat Lukas mendorong Arthur berniat menjatuhkan Arthur dari balkon. Ternyata Arthur jauh lebih pintar, dia membawa badan Lukas yang cukup berat melalui bahunya yang sedikit tergores.

Tangan Arthur yang sudah mulai lemas akhirnya melepaskan Lukas, membuat Lukas bergantungan di tralis balkon dengan darah yang mengalir dari kepalanya yang diberikan tiga pukulan oleh Arthur. "Bagaimana Lukas? Bisa kita berhenti main-mainnya dan katakana dimana Malika?" Arthur berjongkok untuk melihat wajah Lukas yang sudah dialiri darah segar yang turun dari kepalanya.

"Bukankah lebih baik aku mati dan kamu tidak akan pernah bertemu Malika," seringai menjijikan Lukas tetap muncul dan tetap tidak gendar di dalam keadaan terjepit sekali pun.

Tok! Tok! Tok!

"Den!"

Baru saja Arthur akan membuka mulutnya kembali, terdengar suara ketukan pintu kamar Arthur hingga muncul suara Agung yang memanggilnya. Arthur pun mengalihkan pandangannya ke arah kamar dan kesempatan itu digunakan Lukas untuk melompat turun dari balkon yang cukup tinggi itu.

"SHIT!" maki Arthur saat dia melihat Lukas berlari terpincang-pincang sambil memegangi kepalanya. Dengan sigap Arthur melompati pagar balkon hingga pada pijakkan yang sedikit pada jendela kamar Arthur. Lalu diringankan badannya untuk melompat turun berlari menyusul Lukas yang sudah tidak terlihat lagi.

"Sial!" teriak Arthur kesal karena kehilangan Lukas di depan hidungnya.

"Aden!" teriak Agung memanggil Arthur dari atas balkon kamar Arthur. Saat melihat Arthur mendongak dengan berdara-darah dan luka di beberapa bagian badannya membuat Agung panik. Dia langsung berlari turun kebawah menyusul Arthur.

Keduanya bertemu di samping rumah, tempat dimana pisau Lukas terjatuh tadi dan tertinggal. "Ambil plastik, ini barang bukti," perintah Arthur kepada Agung yang langsung berlari menuju dapur untuk mencari apa yang yang dipinta Arthur.

Barang bukti itu dimasukkan Arthur ke dalam plastik, di serahkannya kepada Agung sambil berkata, "ayo bawa ini ke kantor polisi."

"Tapi Aden lukanya diobati dulu," ujar Agung yang melihat luka Arthur dengan pandangan ngeri.

"Nanti saja, cepat ambil baju kaosku di atas yang berwarna hitam. Kita tidak punya banyak waktu jika ingin malika baik-baik saja!" nada suara Arthur sedikit naik dan napasnya sedikit memburu.

Agung yang tidak berani membantah pun akhirnya mengikuti permintaan Arthur dengan mengambil baju kaos yang diperintahkan Arthur lalu menyerahkannya kepada Arthur. Seolah-olah kebal dengan rasa sakit, Arthur mengenakan baju dengan biasa-biasa saja tanpa mengeluarkan ringisan sakit sedikit pun.

Perasan Arthur benar-benar tidak jelas, rasa marah yang mendidih di dalam dirinya seolah semakin pada titik didih tertinggi. Rasa kesal karena dengan mudahnya Lukas dapat kabur darinya, kegeramannya dengan Lukas semakin menjadi-jadi saat tahu Lukas menyukai istrinya dan berniat melenyapkannya untuk mendapatkan Malika.

"Aku tidak akan melepaskan bajingan itu begitu saja! Akan aku kejar dia sampai ke lubang semut sekalipun!" ujarArthur berapi-api. Tatapan mata Arthur penuh dengan kemarahan yang luar biasa, kemarahan yang jarang diperlihatkan Arthur pada orang banyak.

"Apa tidak sebaiknya kita ke rumah sakit dulu Den? Luka Aden nanti bisa infeksi," ujar Agung hati-hati takut kena sembur oleh majikannya yang sedang nafsu-nafsunya mengejar penjahat kelas wahid yang beranama Lukas.

"Tidak ada waktu untuk hal seperti itu, aku bisa ke rumah sakit setelah aku menangkap si bajingan itu dengan tanganku sendiri," tolak Arthur dengan wajahnya yang terlihat gelap. Luka goresan pisau yang diterima Arthur tidak dapat menghentikan Arthur untuk menyelamatkan istri tercintanya.

"Kalau begitu saya temani Aden ke kantor polisi mari," ucap Agung akhirnya mengalah untuk tidak mendebat majikannya yang sedang dalam mode senggol bacok tersebut.

"Ayo kita berangkat, aku akan hubungi Bima di jalan," Arthur berjalan duluan di susul Agung yang sangat kagum dengan Arthur.

Prioritas Arthur yang memikirkan Malika membuat Agung yakin bahwa cinta Arthur kepada Malika sangat lah besar. Pengorbanan nyawa sekali pun bisa terjadi pada diri Arthur dan mungkin juga sebaliknya pada Malika. Agung hanya dapat mendo'akan yang terbaik untuk kedua majikannya itu. Melihat betapa besarnya cinta mereka Agung percaya bahwa aka nada keajaiban lain yang menghampiri Malika dan Arthur.

Sekarang Agung paham dengan perkataan Ibunya beberapa waktu lalu tentang Arthur dan Malika. Dia paham kenapa Ibunya –Mbok Salmi- meminta dirinya untuk menjadi seperti Arthur dan mencari istri seperti Malika. Majikannya itu memang tidak romantis-romantis banget, tetapi pengorbanan keduanya yang patut menjadi panutan.

Stay With MeWhere stories live. Discover now