Bab 43 - Biang Keributan

10K 978 5
                                    

Bagian Empat Puluh Tiga

Begitu mendengar kabar dari Bandung, Malika dan Arthur langsung meluncur menuju Bandung. Jasad Alena sendiri sudah berada di rumah sakit polisi untuk di autopsi, hanya tinggal menunggu persetujuan dari keluarga. Untuk sementara dari penyelidikan TKP, disimpulkan bahwa Alena bunuh diri.

"Bajingan!" Arthur meninju dinding rumah sakit. Saat itu Arthur dan Malika berada di dekat kamar mayat untuk melihat jasad Alena. Malika hanya dapat menangis di kursi tunggu, setelah sebelumnya sempat pingsan saat masih di Jakarta.

"Arthur! Tenang!" seru Bima yang baru datang. Dia menahan tangan Arthur yang siap akan meninju tembok lagi.

"Aku tidak percaya Alena bunuh diri!" teriak Arthur frustasi. "Seharusnya aku tidak mengizinkannya pergi!" Arthur terus saja menyalahkan dirinya sendiri.

"Tenangkan dirimu Arthur," pinta Bima yang menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu. Malika yang tidak tega melihat suaminya seperti itu bangkit dan membawa Arthur ke dalam pelukkannya.

Suasana menjadi hening, teman-teman Alena yang menginap di villa sedang dimintai keterangan di kantor polisi. Arthur sengaja memanggil Bima dan meminta Bima untuk menjadi pengacaranya, dia akan meminta pihak berwajib mengulas tuntas kasus Alena. Arthur percaya bahwa Alena tidaklah bunuh diri seperti apa yang telihat.

"Sebaiknya kalian istirahat, aku yang akan mengurus semuanya," ujar Bima kepada Arthur dan Malika.

"Baiklah, aku percayakan semuanya padamu. Aku dan Malika akan kembali ke Jakarta," setuju Arthur yang sudah mulai tenang.

"Kalian hati-hati di jalan," pesan Bima.

Rasa berkabung dan kehilangan benar-benar terasa di rumah keluarga Sujatmiko, banyak para pelayat yang datang. Berbagai macam ucapan berbela sungkawa datang dari banyak orang, baik yang mengenal Alena maupun yang Cuma hanya tahu saja. Arthur sendiri memutuskan untuk cuti selama tujuh hari, selama tujuh hari itu rumah Sujatmiko yang menjadi rumah duka akan melaksanakan pengajian untuk Alena.

Tujuh hari berlalu, tetapi kasus kematian Alena masih buta arah. Tetap pada kesimpulan awal bahwa Alena bunuh diri. Semua keterangan saksi tidak ada yang menunjukkan petunjuk apapun. Tidak ada sidik jari apapun di TKP kecuali sidik jari Alena, juga tidak ada hal-hal yang aneh dan mencurigakan yang mengarah ahwa Alena dibunuh.

"Arthur, kasus ini terlalu buta arah. Polisi sudah menyimpulkan bahwa Alena bunuh diri," jelas Bima saat Bima mendatangi rumah Arthur di hari kedelapan meninggalnya Malika.

"Bagaimana dengan hasil penyelidikanmu Bim? Arthur terlihat tidak ingin menyerah begitu saja.

"Sama saja Thur, tidak ada kemajuan selain informasi bahwa Alena bunuh diri," Bima menggelengkan kepalanya pelan. Rasa kecewa jelas terlihat di raut wajah Arthur dan Malika.

"Ya sudah jika memang tidak ada jalan lain, kasusnya ditutup saja," ujar Arthur dengan perasaan yang tidak rela tentunya. Malika sendiri hanya bisa memberikan suport kepada suaminya itu.

"Mungkin ini memang yang terbaik untuk Alena, selama ini Alena sudah terlalu banyak menderita dan tertekan," kata Malika mencoba mengambil sisi positifnya.

Kematian dan jodoh itu ada di tangan Tuhan dan itu benar adanya. Jika Tuhan tidak memberikan izin untuk minggat dari dunia ini, maka sebesar apapun nyawa terancam maka tetap saja nyama akan hidup. Begitu juga jodoh sekeras apapun merebut jodoh orang, tetap saja tidak akan tercapai, Tuhan sudah menggariskan siapa jodoh dan kapan kematian itu datang.

Tepat di hari ke sembilan Malika kembali sibuk di tokonya, begitu pun juga dengan Arthur. "Yang ini lebih dirapikan lagi ya," ujar Malika pada salah satu karyawannya yang sedang membuat kerajinan tas.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang