Bab 2 - Pemberitaan Negatif

43.5K 3.3K 16
                                    

   Hari sudah sore dan Malika masih berada di kantor Arthur, Malika baru saja bangun dari tidur siangnya. Malika memperhatikan Arthur yang sedang sibuk dengan berkas-berkasnya, Arthur meminta Malika untuk menunggunya selesai bekerja. Tiba-tiba saja air mata Malika jatuh dengan deras, tidak ada isakan yang keluar. Malika mengeluarkan dompet miliknya yang telah usang, diusapnya foto yang terdapat di dalam dompet tersebut.

   Foto kedua orang tua Malika yang telah tiada, Malika anak satu-satunya dan sekarang dia hidup sendirian. Malika tidak punya tempat mengadu sejak orang tuanya pergi meninggalkannya dua tahun lalu. ‘Bu Pak, do’akan Malika dapat melalui cobaan ini ya,’ ujar Malika di dalam hati.

   Malika berdiri dari duduknya dan berjalan ke kamar mandi, tanpa Malika sadari sedari Malika menangis tadi Arthur sudah memperhatikannya. Arthur membiarkan Malika menangis, dia tahu pasti sulit jika menjadi seorang Malika.

   Sementara itu di dalam kamar mandi Malika menangis tersedu-sedu, dia duduk di atas kloset yang tertutup. Tangan Malika memukul dadanya berkali-kali, seolah-olah mencoba mengurangi bebannya dengan cara seperti itu.

   “Malika?” Arthur memanggil Malika dari depan kamar mandi, tangannya juga ikut bekerja mengetuk pintu kamar mandi. Malika yang mendengar suara Arthur cepat-cepat membasuh wajahnya di wastafel dan mengeringkannya dengan tissue.

   “Malika? Kau baik-baik saja?” sekali lagi Arthur mengetuk pintu kamar mandi, kekhawatiran tergambar jelas di wajah tampan Arthur.

   “Iya aku baik-baik saja,” jawab Malika dengan suaranya terasa serak dan sedikit sakit. Malika membuka pintu kamar mandi dengan wajah yang menunduk. Tiba-tiba saja Malika merasa tubuhnya berada di dalam pelukkan.

   Arthur memeluk Malika, keduanya hanya berpelukkan. Tidak ada yang membuka suara hingga beberapa menit. Merasa canggung Malika sedikit berdeham dan akhirnya Arthur pun melepaskan pelukkannya.

   “Jangan menyimpan semuanya sendiri, setidaknya berbagilah denganku,” ujar Arthur dalam. Malika memandang Arthur dengan pandangan yang sulit diartikan, terlalu banyak rasa yang coba disampaikan Malika lewat matanya.

   “Percayalah aku akan mengorbankan nyawaku untuk menyelamatkanmu,” Arthur mengusap kepala Malika dan memberikan Malika senyum termanis miliknya. Malika yang memang baru kali ini diperlakukan spesial oleh laki-laki merasa tersanjung, walaupun ada tanda tanya besar di dalam hati Malika.

   “Hanya karena harta warisan kau rela mengorbankan nyawamu?” entah kenapa rasanya mulut Malika gatal untuk mengatakan hal itu, yang lebih membuat Malika merasa jengkel adalah reaksi Arthur. Dia hanya menaikkan kedua bahunya dan berdeham sebentar. Malika tidak dapat menebak apa maksud dari dehaman Arthur tersebut.

   Arthur tidak menjawab pertanyaan Malika dan memilih menarik lengan Malika, “ayo aku antar pulang,” kata Arthur sambil membawa Malika keluar dari kantornya.

   Arthur memberhentikan mobilnya di depan kos Malika, “terima kasih atas tumpangannya,” kata Malika sambil tangannya bergerak akan membuka pintu mobil.

   Malika membatalkan niatnya untuk turun dari mobil begitu Arthur menahan tangannya, “tidak perlu sungkan, jika butuh bantuan hubungi aku segera,” ujar Arthur. Lalu Arthur teringat akan sesuatu, “kau tidak terganggu dengan kondisi sekarang? Kau bisa tinggal di apartemenku untuk sementara waktu,” tawar Arthur.

   Malika menyunggingkan senyum manisnya sebelum menjawab, “aku tidak akan lari dari masalah dan aku baik-baik saja.” Seolah-olah kalimat itu menenangkan Arthur, akhirnya Arthur melepaskan pegangannya dan membiarkan Malika turun dari mobilnya.

   Malika masuk ke dalam bangunan kos dua lantai yang selama setahun ini menjadi huniannya, baru beberapa langkah dari pintu masuk langkah Malika terhenti oleh suara sinis seseorang. “Gak heran kalau orang beranggapan kau pembunuhnya, buktinya teman sebelah kamar meninggal bukannya sedih malah senang-senang,” kalimat sindiran itu dikeluarkan oleh Jassie teman satu kos Malika.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang