Bab 7 - Kosan Malika Diperiksa

24.1K 2.2K 7
                                    

   Pagi hari setelah insiden Arthur dicegat, Arthur merasa badannya sakit-sakit akibat beberapa kali kena pukulan balok kayu. Maka dari itu dengan terpaksa Arthur beristirahat di rumah saja. Dia hanya mengirim pesan singkat kepada Malika untuk berhati-hati dan jangan keluar untuk urusan yang tidak penting.

   “Den sebaiknya ke dokter saja,” ujar Mbok Salmi, pembantu rumah tangga di rumah Arthur yang selalu datang pagi dan pulang di sore hari.

   “Saya baik-baik aja kok Mbok,” kata Arthur menenangkan Mbok Salmi yang terlihat khawatir. “Saya hanya butuh istirahat saja Mbok,” tambah Arthur lagi. Mau tidak mau Mbok Salmi menganggukkan kepalanya mengerti.

   Tidak lama setelah Mbok Salmi keluar, Arthur mengambil ponselnya lalu menempelkan benda tersebut di telinganya. Menunggu panggilannya diterima oleh orang ditelponnya, mata Arthur fokus kepada berkas yang ada di tangannya.

   “Hallo,” sapa laki-laki di ujung telepon.

   “Bima, cari lebih jauh tentang sarah. Aku tunggu kabar tentang mobil dengan plat nomor yang tadi malam aku kirim,” ujar Arthur kepada Bima. Bima adalah orang kepercayaan Arthur, dia dan Arthur sudah seperti saudara.

   “Baik, aku akan segera kabarin,” perkataan Bima itu mengakhiri percakapan mereka.

   Belum lagi Arthur melepaskan ponselnya dari genggamannya, benda itu berbunyi dengan nama sekertaris Arthur tertera pada layar.

   “Ada apa?” tanya Arthur langsung, karena sebelumnya Arthur sudah memberitahu sekertarisnya itu bahwa dirinya tidak dapat ke kantor.

   “Begini Pak, saya ingin memberitahu bahwa kostan Ibu Malika akan diperiksa pihak berwajib hari ini,” ujar sekertaris Arthur cepat. Arthur yang mendengarnya langsung berdiri tegak dan berjengit kaget.

   “Ya sudah saya yang akan mengecek keadaan Malika,” Arthur langsung memutuskan panggilan tersebut. Bahkan dengan cepat Arthur berganti pakaian, dia sudah tidak perduli lagi dengan punggung dan tangannya yang sakit serta beberapa luka lebam yang dirasanya.

   Sementara itu Malika sama sekali tidak bisa tidur semalaman, perkataan orang yang mengikutinya tebayang-bayang di dalam otaknya. Menari-nari seolah-olah mengantui pikirannya. Badan Malika juga terasa lemas dan kepalanya juga pusing, muka yang pucat menjadi bukti bahwa Malika sedang tidak baik-baik saja.

   “Apa aku ke rumah Arthur saja? Aku belum menceritakan detail tadi malam kepadanya,” ujar Malika sambil memegang kepalanya yang sedikit berputar. Mata Malika menatap jam dinding di kamarnya yang menunjukkan pukul sembilan pagi.

   “Memangnya dia ada di rumah? jam segini biasanya kan sudah di kantor,” Malika masih mengoceh sendiri. Dia sedang mengambil keputusan antara pergi menemui Arthur atau hanya diam saja di rumah sesuai perintah Arthur yang dikirimnya melalui pesan singkat.

   Malika baru saja selesai memakan mie instan yang sebagai sarapannya ketika terdengar ketukan pada pintu kostan. Malika sedikit heran, karena semenjak kejadian meninggalnya Sarah tidak ada orang yang mau bertamu ke tempatnya, bahkan dia bertemu Arthur selalu di luar dan Arthur selalu mengabarinya terlebih dahulu.

   Kembali suara ketukan pintu kembali terdengar dan setelahnya di susul suara laki-laki yang berseru. Malika mempercepat pergerakannya untuk membuka pintu, begitu pintu terbuka Malika membatu di tempatnya. Di depan pintu Malika berhadapan dengan beberapa orang yang di pimpin seorang laki-laki.

   “Saya Jeremy dari kepolisian, ini surat perintah untuk penggeledahan tempat tinggal Ibu Malika,” laki-laki yang bernama Jeremy itu mengangsurkan sebuah kertas kepada Malika.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang