Bab 16 - Adu Mulut

18.8K 1.9K 9
                                    

   Malika dibawa menuju ruang pemeriksaan, di sana sudah menunggu Jeremy yang duduk sendirian. Ada rasa kecewa begitu tahu bahwa Arthur tidak datang mendampinginya, “sepertinya hari ini Nona Malika tidak dapat didampingi oleh pengacara Anda, karena pengacara Anda belum datang juga sampai saat ini,” kata Jeremy yang dapat membaca raut wajah Malika.

   Wajah pasrah pun terpampang jelas di wajah Malika, dia duduk di hadapan Jeremy dengan perasaan yang tidak menentu. Menurutnya semua ini sudah sangat melelahkan, tekanan batin yang diterimanya sudah cukup membuat Malika pusing, belum lagi aura menyerampak yang Jeremy pancarkan.

   “Jadi...” perkataan Jeremy terpotong ketika terdengar suara ketukan pintu dan disusul munculnya sosok tinggi tegap Arthur yang sedikit ngos-ngosan.

   Satu jam yang lalu Arthur masih terjebak pada macet yang berkepanjangan, tidak ingin membuat Malika sendirian dalam menghadapi Jeremy, diputuskannya untuk meminta karyawannya datang menggantikannya untuk terjebak macet.

   Lima belas menit ketika karyawannya sudah datang, Arthur langsung berlari sekencang yang dia bisa dan mencari kendaraan tercepat yang bisa membawanya sampai dengan tujuan. Untuk itu pilihan Arthur jatuh pada ojek, kebetulan tidak jauh dari tempatnya berdiri ada pangkalan ojek.

   “Pak ojek ayo buruan!” kata Arthur terburu-buru dengan kondisi pelipisnya yang sudah keluar keringat akibat teriknya sinar matahari siang itu. Setelah melalui banyak jalan tikus Arthur akhirnya sampai dengan tepat waktu karena Jeremy belum memulai proses pengintrogasian.

   “Anda beruntung karena saya belum mulai mengajukan pertanyaan,” sindir Jeremy terang-terangan dan membiarkan Arthur duduk mendampingi Malika. Jika saja yang duduk dihadapan Arthur dan Malika adalah penghulu, sudah pasti Arthur akan dengan senang hati memperlihatkan senyum ganteng miliknya, bukannya wajah dtar sedingin es di kutub utara seperti sekarang.

   “Jadi apa kita bisa mulai sekarang Pak?” tanya Arthur santai seolah tidak perduli dengan sindiran Jeremy terhadapnya.

   “Nona Malika sejauh apa Anda mengenal Sarah?” tanya Jeremy membuka proses interogasi.

   “Pertanyaan itu sudah pernah diajukan sebelumnya,” protes Arthur sebelum Malika menyuarakan jawabannya.

   “Saya tahu, saya hanya ingin memastikan tidak ada yang terlewatkan dari pernyataan Nona Malika,” kata Jeremy dengan nada suara yang terdengar keras. Seolah tidak terima dengan protesan Arthur tersebut.

   “Cukup mulai dengan pertanyaan baru yang berkaitan dengan kasus, saya rasa pertanyaan lama yang diulang-ulang tidak akan menghasilkan apa-apa,” kata Arthur tetap bersih keras menolak pertanyaan Jeremy tersebut.

   “Anda cukup diam dan mendampingi jangan ikut campur dengan kinerja pihak berwajib,” tukas Jeremy dengan ekspresi wajahnya yang mengeras.

   Arthur pun tidak mau kalah, dengan beraninya dia bertanya dengan nada menyindir, “meskipun kalian tahu bahwa hal itu hanya akan membuang-buang waktu?”

   Malika yang berada di antara Jeremy dan Arthur yang sedang tegang urat saraf itu merasa bingung, akhirnya dia memberanikan diri menyela, “maaf bisa kita mulai tanpa keributan?”

   Sialnya setelah berkata seperti itu Malika sukses mendapat pelototan maut dari Jeremy dan Arthur. “Siapa yang ribut?” kata keduanya yang tiba-tiba berubah jadi kompak. Malika hanya meringis serbasalah karena hal itu dan memilih diam tidak ingin ikut campur.

   Sementara itu Bima sedang duduk di balik kemudinya di parkiran sebuah restauran mewah, tidak lama seorang perempuan cantik masuk bergabung bersama Bima. Tanpa kata Bima melajukan mobilnya membelah jalanan yang sedang padat.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang