Bab 52 - Film Dokumenter

Start from the beginning
                                    

Carolin menatap Lola yang berdiri di sampingnya dengan jarak yang begitu dekat, rambut buntungnya sedikit menghalangi pandangannya. "Apa salah aku?" tanya Carolin dengan suaranya yang terdengar serak, bibirnya terlihat bergetar saat berucap.

"Salahmu adalah menjadi lebih baik dari aku! Aku Lola tidak ingin disaingi!" mata Lola melotot tajam. Di akhir kalimat Lola sempat mendecih sambil terus menatap mata indah Carolin.

Bibir Carolin beku tidak dapat menjawab perkataan Lola, dia tidak tahu harus bekata apa kepada psikopat gila itu. Dia bahkan merasa dirinya sudah benar-benar akan berakhir saat itu juga, matanya kembali basah, air mata mulai jatuh kembali berlomba-lomba keluar dari kelopak matanya. Isakkan memilukan terdengar di telinga Malika yang menonton film dokumenter itu.

"Aku selalu menganggapmu sahabatku La," gumaman Carolin itu terdengar samar, tetapi masih dapat dipahami oleh Malika. Air mata Malika turut bercucuran melihat adegan menyesakkan tersebut, melihat betapa kasihannya Carolin yang tetap masih menganggap Lola adalah sahabatnya.

"Arghhh!" rintih Carolin saat Lola menjambak rambutnya. Air mata masih tetap bercucuran menahan sakit di sekujur tubuhnya dan juga menangisi nasibnya. Posisi kepala Carolin mendongak kebelakang dan Lola berdiri di belakangnya. Seperti sekejap mata Lola mengangkat tangannya yang memegang pisau dan menusukkannya dengan sangat dalam pada bagian leher Carolin.

"Hmmmmm!!" geram Malika kuat sambil memejamkan matanya tidak kuat melihat Carolin dibunuh dengan sadisnya. Refleks Malika menggerak-gerakkan badannya hingga menimbulkan bunyi kursi yang bergeser sedikit demi sedikit.

Kepala Malika menggeleng kuat saat Lola mengambil kamera dan mendekatnya pada Carolin yang masih hidup dengan kondisi sekarat. Pisau tadi masih tertancap pada leher Carolin, darah segar mengalir sangat deras hingga membuat baju Carolin yang berwarna kuning pucat menjadi merah darah.

Lola mencabut pisau yang tertancap itu dengan cepat hingga membuat tubuh Carolin sedikit terlunjak. Malika semakin histeris dalam kondisi mulut tertutup, geraman terus terdengar dari Malika, kepalanya terus menggeleng kuat dan air matanya semakin deras turun. Gerakannya semakin kuat, seolah-olah ingin menyelamat Carolin.

"Kamu masih bernyawa ternyata," ujar Lola melihat Carolin yang masih mengedipkan matanya dan masih bernapas walaupun putus-putus. "Mari kita akhiri ini semua," kata Lola lagi sambil tangannya bergerak menyabet leher Carolin hingga hampir putus. Darah segar muncrat hampir mengenai Lola yang refleks menghindarnya cukup cepat.

Malika memejamkan matanya tidak kuat melihat hal itu, rasa mual mulai menggerogoti Malika saat melihat darah Carolin muncrat kemana-mana. Jika sekarang mulutnya tidak dilakban Malika pasti sudah memuntahkan isi perutnya. Film dokumenter itu masih belum berakhir, Malika membuka matanya dan melihat Lola sedang menyayat-nyayat wajah Carolin masih dengan posisi dibelakang Carolin. Mayat Carolin sendiri masih pada posisi tadi dengan kondisi leher yang ternganga lebar.

"Bisa kamu tutup matamu itu Carolin?" Lola berbicara sendiri persis seperti orang gila. "Oh tidak mau tertutup rupanya," nada suara Lola tiba-tiba berubah menjadi kesal, sekali lagi tangan Lola yang memegang pisau bergerak mendekat ke mata Carolin yang terbuka.

"Hmmmm!" geraman Malika dan gelengan kepalanya mengiringi adegan saat Lola mencungkil bola mata Carolin yang sebelah kanan. Tidak kuat melihatnya Malika menangis sejadi-jadinya, kepalanya tetunduk dalam dengan rambutnya yang terurai kedepan. Badannya meronta-ronta lepas dari kursi pesakitan tersebut.

Suara tawa jahat Lola memenuhi penjuru ruangan, membuat Malika bertambah tersiksa karenanya. Malika tidak mau melanjutkan menonton film gila itu, dia tidak kuat melihat Carolin seperti itu. Dulu Malika berpikir semua perempuan itu anggun dan tidak dapat melakukan kejahatan apalagi membunuh. Sekarang semua itu sirna, siapa saja dapat melakukan hal keji sekalipun.

Malika membiarkan film dokumenter itu tetap terputar, dia masih dengan posisi menundukkan kepalanya saat terdengar suara Lola dari dalam film mengatakan, "The end."

Semua kembali sunyi, tidak ada suara-suara dari dalam film lagi. Saat Malika mengangkat kepalanya terlihat dinding yang sebelumnya menjadi layar pemutaran film dokumenter Lola telah mati dan kosong, kembali kepada kondisi semula. Tetapi tetap saja air mata masih terus menetes dari kedua mata Malika. Rambutnya bertambah lepek karena keringat yang begitu banyak keluar. Terdengar isak tangis tertahan dari mulut Malika, begitu pilunya Malika saat itu.

Tidak berapa lama Lola masuk, seolah-olah sudah memperkirakan bahwa filmya sudah habis. Dia melenggang dengan iringan suara high heels yang menggema, membuat telinga Malika merespon suara menjijikkan itu dengan ketakutan. Malika meronta dari tempat duduknya, matanya terpejam dan bayangan saat Carolin mati dibunuh menghantui dirinya. Seperti menonton ulang film itu berputar dalam bayang-bayangannya.

"Oh Malika sayang, jangan ketakutan seperti itu. Kamu tenang saja, kamu tidak akan aku buatkan film sekarang," ujar Lola yang berdiri di hadapan Malika. Pelan-pelan saat mendengar suara Lola kesadaran Malika kembali, dirinya sekuat tenaga menolak bayang-banyang kematian Carolin dan menatap Lola dengan pandangan jijik dan muak.

Lola memberikan senyum manis miliknya kepada Malika lalu berkata, "bagaimana filmnya? Kamu suka?"

Tatapan mata Malika bertambah meremehkan Lola, dia bahkan tidak perduli lagi jika harus mati mengenaskan di tangan Lola, yang Malika inginkan adalah menunjukkan kekuatan dan ketegarannya kepada Lola. Malika paham tujuan Lola memperlihatkan film itu kepadanya, ingin membuat Malika ketakutan dan itu membuatnya senang.

"Aku akan memperlihatkan film yang lainnya, bagaimana Malika?" Lola memberikan Malika senyum sadis yang sangat menyeramkan di mata Malika. Sayang Malika tidak dapat mengumpulkan seluruh keberaniannya hingga gelengan kepala lah yang keluar. Pertanda bahwa dia menolak usul Lola yang ingin memperlihatkan film kekejian dirinya yang lain.

Di dalam hati Malika berdo'a agar suaminya segera menemukan dirinya dan menangkap iblis menyerupai orang seperti Lola. Dari luar Lola terlihat sangat anggun, lemah lembut dan pintar, tetapi siapa yang sangka bahwa itu hanya kedok semata. Ada haus darah yang tersembunyi di balik topeng itu, ada amarah yang muda tersulut di balik sikap anggunnya.

"Sebenarnya aku cukup kecewa dengan reaksimu, kamu terlihat sangat menikmati film ini. Kamu tahu, orang sebelum-sebelum kamu yang menyaksikan film seperti ini pasti akan berakhir pingsan atau bahkan memohon-mohon kepadaku," Lola menjambak rambut Malika. Menatap mata Malika dengan sorot marah, semua yang diperkirakannya meleset.

"Kamu wanita yang cukup berani rupanya," Lola menyentakkan kepala Malika hingga Malika mengeluarkan geraman kesakitan tertahan. Sekujur tubuh Malika terasa sakit, kepalanya terasa pusing, tetapi dia tidak ingin pingsan atau Lola akan tertawa senang karena dia berhasil membuat Malika ketakutan.

Stay With MeWhere stories live. Discover now