Chapter 11 - The Truth

498 72 6
                                    

Hari-hari Yoo Ra memang tidak pernah tenang sejak satu bulan yang lalu. Semenjak terjadinya sebuah kejadian yang mengikatnya dengan satu masalah yang–menurutnya–amat sangat besar dan rumit. Ditambah lagi ketika sosok anak muda bermata biru yang tiba-tiba mengingatkannya dengan masalah tersebut. Meskipun bisa saja yang dimaksud anak itu bukanlah hal yang ditakutkannya, tepat seperti apa yang dikatakan Jung Moo. Tapi karena hati Yoo Ra sudah tidak tenang sejak awal, maka apapun itu akan ditakutkan oleh Yoo Ra.

Dan pagi ini, Yoo Ra dengan langkah yang tergesa-gesa keluar dari rumah sewanya. Seperti sebelumnya, wajah Yoo Ra penuh dengan kekhawatiran. Berdiri gelisah di pinggir jalan. Dengan tangan yang melambai-lambai guna menghentikan sebuah taksi. Yoo Ra pun langsung masuk ke dalam taksi yang baru saja berhenti tepat di depannya.

Ciiittt!!!

Namun baru beberapa meter taksi itu melaju, sebuah mobil berhenti tepat di depan taksi, menghadangnya secara tiba-tiba. Membuat taksi tersebut mengerem mendadak hingga menimbulkan suara decitan yang memekakkan telinga.

"Anda baik-baik saja, Ahgassi?" tanya Pak Sopir pada Yoo Ra yang tadi sempat mengaduh.

"Ne, Ahjussi. Gwaenchanayo."

Seorang pria tampan bertubuh lumayan tinggi keluar dari dalam mobil yang cukup mewah tersebut. Wajah tegas yang sangat dikenali oleh Yoo Ra.

"Dokter Han?"

Ya, siapa lagi jika bukan Dokter Han Jung Moo. Pria itu membuka pintu taksi tepat di mana Yoo Ra duduk.

"Kau mau kemana?" tanya Jung Moo.

"Aku tidak tahan lagi, Dok. Aku ingin mengaku saja," kata Yoo Ra.

"Hya–" kata Jung Moo menggantung. Ia melihat ke arah Pak Sopir yang menatap padanya dan Yoo Ra, "Pertama, kau ikut aku dulu. Ada sesuatu yang harus kukatakan padamu."

Jung Moo menarik Yoo Ra keluar taksi. Lalu memberikan beberapa lembar uang kertas pada sopir taksi tersebut. Setelah itu barulah Jung Moo membawa Yoo Ra masuk ke mobilnya. Tidak peduli dengan sopir taksi yang berteriak memanggil Jung Moo karena uang yang dokter itu berikan sangat berlebih. Jung Moo melajukan mobilnya di jalanan besar yang mulai padat karena sudah waktunya jam masuk kerja.

Hening. Selama beberapa waktu, tidak ada satu katapun keluar dari mulut Jung Moo atau Yoo Ra. Hanya Jung Moo yang sesekali melirik Yoo Ra sembari memutar stir kemudinya. Memperhatikan wanita yang makin tampak kegelisahannya tersebut.

Semenjak kemarin, Jung Moo sendiri juga tidak tenang. Tidak seperti Yoo Ra, Jung Moo tak tenang malah karena wanita bermarga Choi tersebut. Jung Moo tidak mau kalau sampai Yoo Ra membocorkan rahasianya. Yang meskipun Jung Moo pasti yakin, suster yang bekerja di rumah sakit yang sama dengannya itu juga akan ikut terseret pada masalahnya. Jung Moo hanya tidak mau kalau karir yang sudah dibangunnya dari nol akan hancur sia-sia karena kecerobohan seorang Choi Yoo Ra.

Jung Moo yang mendapat telepon dari Yoo Ra beberapa saat tepat sebelum Yoo Ra keluar rumah, langsung memutar stir mobilnya menuju rumah sewa yang ditempati Yoo Ra. Niatnya yang akan menuju rumah sakit untuk bekerja, mendadak diurungkan olehnya. Masih pagi, tapi Yoo Ra sudah membuat Jung Moo naik pitam. Siapa yang tahu, di balik wajah tenang sang dokter saat ini tersimpan sebuah rencana.

Yoo Ra hanya memandang keluar jendela sejak ia masuk ke dalam mobil milik atasannya itu. Saat ini ia tengah berkutat dengan pikirannya sendiri. Ia bingung. Hatinya cemas dan gelisah. Namun beberapa detik kemudian, Yoo Ra melirik sekilas Jung Moo yang sedang fokus mengemudi.

"Sejak malam itu, aku merasa dia selalu ada di sekitarku," kata Yoo Ra kini mulai membuka suaranya. Terdengar lirih dan sedikit bergetar.

Jung Moo mengernyit ketika mendengar penuturan Yoo Ra. Pria berusia 31 tahun itu sama sekali tidak mengerti apa yang sedang dikatakan Yoo Ra. Beberapa kali ia menatap Yoo Ra yang sama sekali tak menatapnya.

"Aku selalu merasa dihantui olehnya, Dokter. Hiks... Aku seperti diterror oleh Yuri. Hiks..." kata Yoo Ra yang kini sudah menangis. Sesak. Itu yang Yoo Ra rasakan. Terlihat jelas ia sangat tertekan.

"Aku- aku tidak tahu harus bagaimana. Hiks... Satu-satunya yang kupikirkan adalah mengaku pada polisi, Dok." Yoo Ra menunduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Menangis terisak di balik wajahnya yang ia sembunyikan.

Jung Moo hanya diam sembari terus memperhatikan Yoo Ra. Walaupun ia harus membagi fokus antara mengemudikan mobil dan juga pada Yoo Ra. Lalu Jung Moo pun mulai menepikan mobilnya. Menghentikan mobil tanpa mematikan mesinnya.

"Yoo Ra-ya?"

Yoo Ra mengangkat wajahnya, menoleh pada Jung Moo. Panggilan itu terdengar lembut keluar dari bibir sang dokter. Wanita itu tak menjawab. Ia menatap intens sosok pria yang ada di sampingnya ini. Sejenak Yoo Ra merasa heran ketika melihat mobil yang ditumpanginya telah berhenti di tepi jalan. Namun Yoo Ra tetap diam, ia hanya menatap Jung Moo dengan air mata yang masih terus mengalir.

"Tak bisakah kau membantuku sekali lagi? Kumohon," kata Jung Moo. Sorot mata itu penuh harap. Setidaknya, itu menurut Yoo Ra.

Yoo Ra tetap diam. Tidak ada tanda-tanda ia akan segera menjawab. Wanita berparas cantik itu kembali mengarahkan padangannya ke luar jendela mobil.

"Entahlah, Dok. Aku, hiks... Aku terlalu lelah dengan ini semua. Aku merasa sangat bersalah pada Yuri, Dok. Hiks..." kata Yoo Ra kemudian, dengan pandangan tetap keluar mobil.

Berat. Jujur saja bagi Yoo Ra ini sangatlah berat. Bayang-bayang Yuri selalu menghantui Yoo Ra. Sesak. Sangat memuakkan hingga membuat Yoo Ra merasa depresi.

"Sial!"

Lihatlah ekspresi wajah Jung Moo yang mendadak berubah ketika mendengar jawaban Yoo Ra. Kesal. Kedua telinganya bahkan memerah karena Jung Moo sudah benar-benar naik pitam.

"Baiklah kalau begitu, Choi Yoo Ra."

Breeemmm!!!

Tanpa menunggu lagi, Jung Moo kembali melajukan mobilnya. Tidak tanggung-tanggung, dengan kecepatan tinggi, mobil Jung Moo melenggak-lenggok di jalanan besar kota. Mengabaikan Yoo Ra yang berteriak ketakutan, Jung Moo terus membawa mobilnya mengarah ke suatu tempat.

"Dokter! Dokter! Hentikan mobilnya! Ini bisa membunuhku! Kumohon hentikan, Dok!" teriak Yoo Ra.

"Memang itu rencanaku!"

Yoo Ra kembali menangis. Ia sangat takut. Melihat Jung Moo sekarang ini mengingatkan Yoo Ra dengan kejadian satu bulan yang lalu. Jung Moo juga kesetanan seperti ini saat itu.

Ingatan Yoo Ra tentang kejadian satu bulan lalu berputar bak film di kepalanya. Di rooftop sebuah rumah sakit. Semua yang terjadi malam itu kini tengah tergambar jelas di otak Yoo Ra. Dengan isak tangis penuh ketakutan, Yoo Ra terus memohon dan berdo'a sekarang ini. Ia, masih belum ingin mati.

"Yuri, maafkan aku! Hiks..." kata Yoo Ra di sela tangisnya.

Dan di antara keduanya tidak ada yang tahu jika sebenarnya, Yuri kini tengah duduk di kursi belakang mobil. Menatap dua orang yang ikut andil dalam kematiannya itu. Namun, jelas terlihat tatapan Yuri berbeda ketika melihat ke arah Yoo Ra dan Jung Moo. Raut sendu dan penuh kesedihan serta terselip rasa kecewa, jelas terpancar dari sorot mata Yuri saat melihat ke arah Yoo Ra yang sedang menangis. Tapi ketika menatap Jung Moo, mata Yuri menyiratkan amarah dan dendam yang sangat kuat. Dan Yuri tahu, Jung Moo pasti sedang merencanakan sesuatu.

"Hya! Apa kau tidak bisa menghentikan mobilnya?"

Yuri menoleh ke arah samping ketika terdengar satu suara yang masuk ke telinganya. Seorang pemuda yang tidak ia kenal sudah duduk di sampingnya dengan wajah yang khawatir. Yuri mengernyit. Seseorang yang datang secara tiba-tiba itu tidak lain adalah Hoshi. Ya, Hoshi.

"Hya! Kenapa diam saja? Hentikan mobilnya!" teriak Hoshi pada Yuri.

Yuri hanya diam, karena memang dia tidak bisa melakukan apapun. Hoshi jadi frustasi sendiri. Ia mengacak rambutnya kesal. Karena ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.

"Tolong selamatkan Yoo Ra!"





























To be Continued!
16 Mei 2019

The Gift || SEVENTEEN [COMPLETE]Where stories live. Discover now