Bab 23 - Keputusan Malika

Mulai dari awal
                                    

   “Malika,” Rere menyentuh pundak Malika yang terlihat seperti sedang membayangkan sesuatu sehingga tidak sadar akan keberadaannya.

   “Ah Mbak Rere,” ujar Malika kaget ketika mendapati Rere dan pengacaranya sudah berada di hadapan Malika. “Aku kemari karena ingin menjemput Mbak Rere, aku mau Mbak Rere tinggal bersamaku,” Malika menjabarkan maksud kedatangannya itu.

   “Kamu tidak perlu memperlakukan aku seperti ini Malika,” Rere terlihat sangat tersentuh dengan maksud kedatangan Malika tersebut.

   “Aku tidak terima penolakan loh Mbak! Lagi pula Mbak ini lagi hamil tua, masa mau tinggal sendirian,” jelas Malika lagi dengan ekspresinya yang dibuat sesangar mungkin.

   “Baiklah-baiklah Mbak terima tawaranmu, tetapi jangan tatap Mbak dengan raut wajah seperti itu lagi,” Rere menatap tajam Malika yang langsung menganggukkan kepalanya bersemangat. “Terima kasih atas bantuannya Mas Galih,” Rere berterima kasih kepada pengacaranya yang bernama Galih tersebut.

   “Sama-sama, kalau begitu saya pamit dulu Rere, Malika,” Galih berpamitan kepada Rere dan Malika, Galih sendiri sudah tahu tentang Malika yang merupakan calon istri Arthur. Nama Malika dan kasus yang ditangani team A memang menjadi gosip tersendiri di kantor Arthur.

   “Ayo Mbak kita pulang, aku bantu jalannya,” ajak Malika yang langsung ingin menuntun Rere yang sedang dalam keadaan hamil tua.

   “Mbak bisa jalan sendiri Malika, jangan berlebihan deh,” protes Rere saat Malika ingin menuntunnya.

   “Mbak jangan bawel deh,” Malika tetap bersih keras ingin menuntun Rere dan akhirnya Rere membiarkan saja Malika melakukannya. “Tapi, ngomong-ngomong Mas Galih itu kece juga ya Mbak,” Malika menatap Rere jenaka dan menaikkan alisnya naik turun menggoda Rere.

   “Hush jangan ngaco kamu,” Rere langsung mempelototi Malika begitu sadar maksud perkataan Malika tersebut.

   “Lah kok ngaco sih Mbak, gak ada salahnya kan lagi pula sepertinya Mas Galih itu masih sendiri,” kata Malika yang masih tetap berusaha menggoda Rere.

   “Tahu darimana kamu kalau dia masih sendiri?” tanya Rere dengan nada suaranya yang terdengar meragukan pendapat Malika tersebut.

   “Cuma nebak-nebak aja sih Mbak,” ucap Malika yang diakhiri denga tawa renyah gadis itu, sedangkan Rere hanya geleng-geleng kepala sambil mengikuti langkah kaki Malika yang menuntunnya.

   Keduanya masih saja bercanda sampai masuk ke dalam taxi yang akan membawa mereka ke rumah Arthur yang sekarang ditempati Malika. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang selalu memperhatikan gerak-gerik mereka. Orang itu juga sesekali mengambil gambar keduanya dengan kamera ponsel.

   Sementara itu, Arthur masih duduk bersama Lola. Dia baru saja menjelaskan sekali lagi kepada Lola bahwa dia tidak bisa menerima Lola kembali. Cukup lama Lola terdiam dan Arthur juga membiarkan hal tersebut, dia tidak ingin di kemudian hari Lola menjadi penghalang untuk hubungannya dan Malika.

   “Tapi aku masih sangat mencintaimu Arthur, tidak bisakah kamu mempertimbangkan perasaanku ini?” Lola bertanya dengan wajah penuh permohonan dan nada suara yang terdengar lemah.

   “Maaf aku tidak bisa Lola. Setelah empat tahun lalu, perasaanku terhadapmu tidak lebih hanya sekedar teman,” Arthur masih berusaha memberikan pemahaman kepada Lola.

   “Tolong beri aku satu kali kesempatan Arthur, aku mohon ...” Lola masih saja tetap saja memohon dan berharap Arthur dapat mewujudkan permohonannya tersebut.

   “Aku tetap pada keputusanku Lola,” tegas Arthur.

   “Apa bagusnya kriminal itu dibanding aku Arthur! Aku ini sebentar lagi akan bertugas sebagai ahli forensik!” Lola menaikkan nada suaranya dan wajahnya terlihat memerah antara marah dan malu karena telah ditolak oleh Arthur.

   Arthur menghembuskan napasnya perlahan, dia mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk memberikan pengertian kepada Lola. “Lola, kamu itu perempuan sempurna tetapi aku tidak bisa kembali mempercayakan hatiku untuk kamu jaga. Ada banyak laki-laki yang lebih baik dari aku Lola, kepergianmu dulu sudah membawa seluruh cintaku bersamamu hingga tidak bersisa,” jelas Arthur sambil menatap mata Lola dalam.

   “Arthur ... aku sungguh menyesal,” mata cantik Lola yang dilapisi make up mulai terlihat berair, bibirnya juga bergetar seperti sedang menahan isak tangisnya yang mungkin akan segera datang.

   “Aku menerima semua bentuk rasa penyesalanmu itu, juga permintaan maafmu, tetapi aku tidak bisa kembali bersamamu, karena aku bukanlah rumah singgah yang bisa kamu gunakan untuk tinggal sementara,” ucapan Arthur tersebut menjadi akhir pertemuan mereka saat itu, Arthur meninggalkan Lola yang menangis dalam diamnya, menyesali perbuatannya dulu yang meninggalkan Arthur begitu saja.

   Arthur sudah kembali ke kantornya, dia duduk di kursi kebesaran miliknya. Matanya hanya mentapa kosong tumpukkan map yang harus diperiksanya, termasuk salah satunya kasus yang akan segera ditanganinya secara langsung.

   Tok Tok Tok

   Suara ketukkan pintu menyentakkan Arthur yang terlihat seperti sedang berpikiran berat, “masuk!” perintah Arthur kepada orang yang mengetuk pintu. Dari ambang pintu muncullah sosok Bima, dia datang membawa sebuah map di tangannya. “Apa tadi Malika datang?” tanya Arthur saat Bima sudah duduk di hadapannya.

   “Ya tadi dia datang,” kata Bima membenarkan pertanyaan Arthur.

   “Ya sudah, kamu temani dia untuk tuntutan pencemaran nama baiknya,” kata Arthur yang belum tahu tentang keputusan Malika.

   “Malika bilang dia tidak ingin melayangkan tuntutan pencemaran nama baiknya,” info Bima kepada Arthur dan Bima juga meletakkan map yang berisi berkas yang diperlukan untuk mengajukan tuntutan atas pencemaran nama baik Malika.

   Arthur mengerutkan dahinya saat mendengar info dari Bima tersebut, “lalu dia bilang apa lagi?” tanya Arthur lebih jauh lagi.

   “Dia bilang dia tidak butuh jalur hukum untuk mengembalikan namanya, aku rasa Malika benar Arthur. Kasus kematian Sarah menjadi perhatian besar masyarakat karena salah tangkapnya tersangka, semua orang sekarang tahu bahwa Malika hanya lah korban,” jelas Bima yang setuju dengan keputusan Malika tersebut. “Dan itu semua berkat dirimu Arthur,” tambah Bima.

   “Baiklah jika itu memang keputusan Malika, tetapi aku akan tetap bicara dan bertanya kepadanya sekali lagi atas masalah ini,” kata Arthur akhirnya.

“Satu lagi, ini soal Lola. Jangan buat Malika menunggu lama untuk mendengarkan penjelasanmu, ceritakan semuanya kepada Malika,” pesan Bima sebelum Bima pamit untuk pergi ke ruangannya.

   Setelah ditinggal Bima sendirian, Arthur memejamkan kedua matanya, kepalanya terasa berputar karena begitu banyak yang harus dipikirkannya. Belum selesai masalahnya dengan Lola, kini masalah baru sudah muncul. Tadi, saat Arthur kembali ke kantornya, sekertaris Arthur memberikan Arthur surat yang tidak diketahui pengirimnya yang ditujukan untuk dirinya. Isi surat itu adalah berupa ancaman yang tidak main-main, dengan lampiran foto Malika saat menjemput Rere.

   Jangan nikahi wanita itu, atau wanita itu akan mati.

Bersambung

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang