[58 ]: Pengakuan

3.5K 145 1
                                    

"Rennnnn, kita seneng banget denger loe udah sadar." Lisa berteriak heboh beberapa detik setelah membuka pintu. Matanya berbinar-binar seperti cewek yang sedang jatuh cinta.

"Gue rela ninggalin kerjaan gue, saat dapat kabar dari loe. Sumpah demi Tuhan, gue gak pernah sebahagia ini. Iya kan, Claud?"

Tapi yang ditanya hanya mengangguk dengan menutupi wajahnya. Aku tahu Claudy menangis.

"Claud!" Panggilku pelan.

Claudy menegakkan kepalanya. Mata wanita itu masih berkaca-kaca. Aku segera melebarkan tangan.

"Ren, maafin gue!" Ucapnya pelan berbarengan air mata yang jatuh. Claudy berlari memelukku diikuti Lisa. Kami sudah seperti teletubies kadaluarsa.

"Gara-gara gue loe kenal Rinda. Gara-gara gue paksa loe pergi ke acara itu...,"

"Udah-udah itu bukan salah loe kok. Tanpa loe pun Rinda tetep bakal cari gue... so, ini emang udah takdir."

"Kita takut banget loe gak bakal bangun lagi. Claudy aja jadi sering ke gereja sejak loe koma."

"Ada positifnya juga ya gue koma." Ujar gue sembari mennyengir.

"Tapi gue gak mau loe koma lagi." Claudy memberi ku tatapan sepolos anak kecil.

"Oh iya, Bara mana? Hari ini gue gak lihat dia." Cicit Lisa yang segera bungkam setelah mendapat senggolan Claudy.

"Sorry Ren, mungkin loe gak suka, tapi... selama ini Bara gak pernah absen jagain loe."

"Gantian sih sama Ryo, tapi udah dari kemarin dia ke singapur. Jadi, dia minta kita berdua buat jagain loe." Kali ini Claudy yang melanjutkan

"Thanks ya loe bedua udah care sama gue."

"Tanpa di suruh pun kita bakal jagain loe kok Ren." Kata Lisa.

"Ren... kita udah tahu semuanya. Hubungan loe sama Bara juga Rinda di masa lalu--,"

"Kita gak usah bahas ini sekarang ya, Claud." Pintaku sembari meringis.

Ada banyak gejolak yang kutahan sejak kembali sadar semalam. Ada banyak memori yang berdatangan, tapi seperti hujan batu. Bukan hanya tubuh ini yang sakit, tapi juga hatiku.

Di dalam dekapan Bara semalam, ada jutaan rasa yang muncul dan siap tumpah andai saja aku tak menahan sekuat tenaga.

Ya, aku bukan siapa-siapa. Bahkan cerita kami sudah berlalu. Dan hal yang paling 'berkesan' adalah keberadaan aku di tempat ini sangat melekat di kepala. Karena siapa dan apa.

Loe pikir Bhe masih cinta sama loe? Gue yang selama ini di samping dia.

Dan aku hanya seseorang mengisi rasa bersalah kamu.

Begitu kah?

Selama entah berapa lama, aku membagi konsentrasi antara bercanda dengan Claudy dan Lisa. Diantara pikiran ini yang bercabang memikirkan hal lain.

=============

"Hai, aku bangunkan kamu ya?"

Aku tersenyum kecil. "Nggak. Udah waktunya bangun aja. Kamu udah lama disini?"

"Dari satu jam yang lalu."

"Harusnya kamu bangunin aku."

"Aku denger kamu baru minum obat."

"Ren, aku gak tahu harus bagaimana mengungkapkan rasa bahagia aku denger kamu siuman. Mungkin sedikit telat, tapi--,"

"Aku seneng kamu datang kok,Yo. Thanks."

"Itu tugas calon suami kan?" Kekeh Ryo, meskipun wajahnya terlihat sendu.

Aku berusaha menegakkan punggungku, mengernyit sedikit menahan sakit di kepala.

"Hai, is okey bae... kamu gak perlu bangun." Ryo reflek bangun,menahan gerakanku.

"Oh iya, mami sama papi rencananya mau kesini. Mungkin besok, mereka lagi Ribet di Singapur soalnya Rin--," gerakan bibir Ryo segera menutup, menyadari kalimatnya.

"Orang tua kamu gak perlu repot-repot kesini. Aku udah baik-baik aja kok."

"Mereka kan orang tua kamu juga, Ren. Akan!"

"Yo, bisa kita tunda pernikahan kita." Akhirnya kata-kata yang sudah tertahan di bibirku sejak lama terurai juga.

Ryo berkedip berkali-kali. Mungkin kaget. Tapi segera tersenyum. "Okey, kita bisa undur sampai akhir tahun nanti."

"Maksud aku... aku ingin break dulu. Mungkin kita bisa membicarakan lagi tahun depan atau--,"

"Gak sama sekali?"

"Yo--,"

Mata Ryo semakin sendu saat menatapku."Ini pasti karena Rinda kan? Dia pasti udah buat kamu ingat semuanya. Tentang Bara, tentang kecelakaan itu...."

"Aku udah ingat semuanya bahkan sebelum kita pacaran."

"Lalu," pria yang tadi sempat memalingkan wajahnya dariku kini secepat mungkin memperlihatkan tatapan tajamnya,"kenapa kamu terima aku?"

"Karena aku pikir, aku bisa mencintai kamu."

"Tapi enggak, kan?"

"Aku berusaha Ryo."

Ryo mendengus. "Setidaknya kamu gak jadiin aku ajang balas dendam pada Rinda. Atau mungkinkah untuk buat Bara cemburu?"

"Aku bahkan gak tahu kalo Rinda kakak kamu. Sekarang aku berpikir kenapa pria ini dan itu membohongi aku. Apa aku terlihat mudah."

"Karena ini cara satu-satunya untuk melindungi kamu, Ren. Kamu gak kenal Rinda. Dia mulai mencium keberadaan kamu saat kita kerja di tempat yang sama. Aku gak punya cara apapun saat itu kecuali buat kamu merasa gak kerasan di kantor dan pergi dari sana. Tapi semua sia-sia kan, kalian bertemu dengan sendirinya karena kamu hadir di acara dia. Dan lebih parahnya lagi, kamu juga bertemu Bara. Kejadian semakin rumit setelah itu Ren."

Aku berusaha menyimak dengan hati yang berkecambuk.

"Awalnya aku juga ingin lindungi kamu. Tapi nyatanya aku terlanjur jatuh cinta. Bara juga melakukan hal yang sama, dia berusaha melindungi kamu dengan cara menjauh. Tapi, karena keegoisan dia hingga kalian menjadi dekat. Jadi Rinda semakin marah. Semua kecelakaan yang kamu alami, ada alasan dibalik itu. "

"Ren, aku mohon. Lihat aku sebagai aku. Aku tahu Rin gak termaafkan... tapi aku tulus mencintai kamu. Rinda gak akan bisa apa-apa bila kita bersama."

"Aku gak tahu, Yo... ini terlalu rumit." Ucapku pelan setelah menghela napas berkali-kali.

"Aku akan kabulkan keinginan kamu untuk kita gak menikah tahun ini. Tapi... selama itu aku akan tetap tunggu kamu dan membuktikan cinta ini."

Jangan seperti itu Ryo, aku mohon. Aku mulai tak bisa menahan airmata yang keluar tanpa henti.











Last Love (END)Where stories live. Discover now