[24] : Flashback

2.4K 165 1
                                    

"Gua bisa jalan sendiri." Aku menepis tangan Ryo yang tak berhenti merangkul pundakku, membantu aku yang tertatih keluar dari klinik.

"Gak usah keras kepala Ren!" Komentar Ryo dengan nada sedikit keras. Aku menciut seketika, dan memilih mengikuti saja.

Perjalanan memuju tempat parkir seperti mengawang. Otakku disibukkan oleh beragam peristiwa siang tadi, mereka berjubel mengisi kepalaku. Ingatan muncul silih berganti yang membuatku semakin pening.

Tanpa sadar badanku telah duduk di mobil Ryo dan pria itu bersiap menyalakan mesinnya.

Tanganku bergerak menyentuh Ryo hingga pria itu urung memanuver kemudinya.

"Kenapa loe tiba-tiba datang kesini?"

"Apa gua gak harus datang, ketika tahu temen kerja gua mengalami kecelakaan?" Ryo menjawab malas.

"I know. Tapi loe bisa tutup telinga." Aku juga heran, kenapa harus menanyakan hal receh seperti ini. Tak ada yang salah dengan hadirnya Ryo sebenarnya, dan alasannya benar-benar masuk akal. Tapi syangnya aku tapi bisa berhenti bersikap waspada pada laki-laki ini.

Jeda di antara kami semakin terasa canggung. Tak ada sedikitpun perdebatan yang sebenarnya kuharapkan, karena aku benci sekali suasana seperti ini. Namun, Ryo malah memilih menyetir mobilnya dalam mode diam.

Ditengah perjalanan, aku yang hanya menatap pemandangan di luar sempat melirik Ryo yang menyalakan radio, sebagai pengisi kekosongan.

Awalnya semua tak ada yang spesial. Terdengar sama saja. Hingga sebuah lirik muncul dan menggedor-gedor  ruang kosong di dada ini.

I wanna be with you, gotta be with you, need to be with you (oh, oh, oh)
I wanna be with you, gotta be with you, need to be with you (oh, oh, oh)

Gedoran itu berubah menjadi hantaman sengit yang menyelekit. Air mataku turun tanpa bisa dicegah.

Chemistry was crazy from the get-go
Neither one of us knew why
We didn't build nothing overnight
Cuz a love like this takes some time
People swore it off as a phase
Said we can’t see that
Now from top to bottom
They see that we did that (yes)
It’s so true that (yes)
We’ve been through it (yes)
We got real shit(yes)
See baby we been..

Dadaku semakin terasa sakit dengan rasa pusing yang juga datang tak kalah hebatnya. Aku tak bisa menanggalkan isakan dikala hati ini nyeri tanpa sebab yang jelas.

"Ren, kamu kenapa?" Suara gusar Ryo terdengar disela-sela lagu.

Too strong for too long (and I can’t be without you baby)
And I’ll be waiting up until you get home (cuzI can’t sleep without you baby)
Anybody who’s ever loved, ya know just what I feel
Too hard to fake it, nothing can replace it
Call the radio if you just can’t be without your baby

Rasa bibir itu aku mengingatnya dengan jelas, aroma tubuhnya. Ciuman kami disela-sela rasa sakit yang menyelimuti sekujur tubuhku. Dan lagu ini terputar mengisi udara kosong di kamarku bertahun-tahun yang lalu.

"Hhhhhhh.... sakit yo!" Aku menepuk-nepuk dada sembari merintih.

"Apa yang sakit? yang mana? Kita ke rumah sakit aja kalo gitu!!" Ryo telah menghentikan mobilnya dan berbalik badan menatapku dengan raut khawatir.

"Gak usah, gua mau tidur di apartemen aja."

"Terus kalo elo-nya kenapa-napa gimana Ren!"

.... Fellas tell your lady she’s the one (fellas tell your lady she’s the one, oh)
Put your hands up (hands up)
Ladies let him know he's got your loveLook him right in his eyes and tell himWe’ve been...

"Gua mau pulang."
Aku ingin kembali kesana, ke delapan tahun yang lalu atau sembilan tahun yang lalu, bersama satu orang yang mungkin tak akan ada lagi.

"Oke, kita udah di gedung apartemen loe. Loe yakin gak mau ke rumah sakit?"

Aku menggeleng, masih dengan isakan yang tak kunjung berhenti. Tiba-tiba Ryo meraupku dalan pelukannya, menyandarkan kepalaku di dadanya. Aku sadar, tapi aku tak bisa menolak itu. Aku ingin merasakan 'dia', dan Ryo yang mengganti kekosongan ini.

"Apa masih sakit? Apa yang perlu gua lakuin agar sakitnya reda?" Ryo menjauhkan kepalaku dan menanyakan itu.

Aku bukan tak mengerti, tapi aku tak tahu harus menjawab apa?

Yang mana yang sakit, yang?
Diem ya, aku peluk biar sakitnya reda.
Jangan nangis lagi, nanti idung kamu tambah beler!

Aku memejamkan mata, sàat suara-suara di kepalaku sudah berhenti. Sesak bahkan disaat stok udara di paru-paruku telah penuh. Aku mempelajari rasa sakit yang kian menusuk.

"Ssttsss... everything is okey!"

Suara di sebelahku memaksa mata ini terbuka.

Ryo, dihadapanku kurang dari sepuluh senti. Tangan kanannya menggalung di leherku, menarik wajahku semakin dekat. Tangannya yang lain menyentuh rahangku, hingga tanpa sadar bibir kami bersentuhan. Ryo bergerak perlahan, menikmati setiap sela bibirku.

 Aku sempat memejamkan mata, mengingat kembali rasa bibir yang kurasakan dulu, perjalanan yang lembut dan hangat. Seperti mengulang retetan kejadian masa lalu, bibirku ikut bermain. Menyesap setiap sudut tanpa rasa jengah.

Namun, ketika sebuah lidah mendorong masuk, satu titik kesadaranku menyala. Secepat mungkin aku menarik diri dari kungkungan Ryo.

Iya, dia Ryo. Orang di depanku ini. Kenapa aku menjadi lupa?

DASAR BRENGSEK.

===============

BGM : by Mary J (be without you)

Last Love (END)Where stories live. Discover now