[9] : I'm damn

3.8K 252 12
                                    

"Wow, seriously.... Ini loe Ren?" Lisa menatapku dari atas sampai kebawah dengan pandangan takjub. Gaun yang di belikan Claudy waktu itu memang meluncur apik di sebagian badan . Aku saja tidak menyangka.

"Kirain loe gak dateng, " ibu-ibu berambut bob merangkul lenganku dengan segelas wine di tangan kanannya. "Tapi kita gak nyangka loh, loe bakal seseksi ini".

Claudy mengerling yang disambut cekikikan singkat Lisa. Sekali lagi aku memperhatikan gaya berbusanaku yang memang lebih terbuka dari guan-gaunku yang lain. Lebih ketat di bagian pinggang, lebih rendah dibagian dada dan lebih jauh di atas lutut. Oh ya satu lagi, bagian punggung yang terbuka. Ini salah satu alasan aku menggerai rambut untuk menutupinya.

"Oke guys, lets party!" Claudy menarikku mendekati dance hall. Ingin bergabung dengan kepadatan lantai dansa. Acara inti memang sudah dimulai setengah jam yang lalu, kesengajaan untuk datang terlambat memang karena malas berbasa-basi dengan yang lain.

"Aduh, aduh... gua gak turun deh ya. Gua disini aja!" kataku setelah berusaha melepaskan pegangan tangan Claudy. Aku melangkah kearah bangku bar dan duduk disana.

"Gak asik banget sih lu, ini bukan waktunya mabuk" Lisa berkacak pinggang

"Gua lagi males. Yang penting gua udah datengkan?" aku mencemberutinya lalu berbalik untuk memesan segelas Margarita. Sebenarnya perutku sudah penuh dengan Heineken yang kutelan saat di Apartemen tadi. Namun, aku butuh yang lebih nendang.

"Udah lah biarin aja..." Claudy berteriak mengalahkan dentuman musik disko. "Ayo, Lis itu DJ-nya udah mulai"

Dibawah pencahayaan club yang redup, mata ini tak pergi pada dua orang besties-ku yang masuk ke kerumunan dan menghilang. Aku menarik napas dalam dan pelan, nyeri yang tadi sempatku kesampingkan mencari celah untuk masuk lagi. Untuk kesekian kalinya otakku tidak bisa berhenti mengembara. Seiring dengan hatiku yang penuh. Apa aku harus menganggapnya kesialan atau sebaliknya?

~Flasback on. Jumat, 6 AM~

"Halo, Hotel Grand XXX selamat pagi, dengan Wildan disini. Ada yang bisa saya bantu?" suara resepsionis hotel menyambutku di seberang sana. 

"Sa... sa-ya... Adiata, ingin konfirmasi tamu bernama Sammy Adji Nugroho Nasution."

"Mohon ditunggu ibu, saya akan memeriksa terlebih dahulu."

Aku bergerak gelisah, ingin sekali memutuskan sambungan ini. Entah apa yang aku harapkan, mungkinkah keterkejutan Sammy ketika nanti mendengar suaraku?

"Iya benar ibu, bapak Sammy Adji Nugroho beserta istri masih menjadi tamu kami hingga dua hari kedepan. Ada lagi yang bisa saya bantu, ibu?"

"Tidak, terima kasih." balasku hampir menyerupai bisikan.

Jantung ini kehilangan detaknya untuk beberapa detik. Tangan yang sejak tadi menggenggam ponsel terkulai lemah di pangkuan. Istri? Sejak kapan?

.
.

Kuteguk ulang Margarita-ku yang tinggal separo. Meski tak bisa kuenyahkan bayang-bayang keparat yang sekarang sedang berlangsung antara lelakiku –aku tersenyum getir mengucapkan ini—dengan wanita yang entah siapa namanya, setidaknya aku bisa sedikit melapangkan hati dengan pengaruh alkohol.

Malam ini pasti hebat bila saja aku tiba-tiba berdiri di pintu kamar hotel mereka, dengan senyuman aroganku. Dengan berkata 'halo' dan mendaratkan highheel merah ini di kepala mereka berdua. Dasar setan!

Bukan perkara sulit untuk sampai disana. Hanya saja aku tidak segila itu.

"Jangan mabuk malam ini, Darling!" Claudy menghampiriku, mengambil Margarita yang baru saja di tuang bartender dan menjauhkannya. Aku mendengus kesal, namun hanya sebentar, karena orang yang di bawanya sedang tersenyum padaku.

Bukan, bukan Lisa. Dia mah entah sudah hilang kemana

"Hai, gua tau loe deh kayaknya?" Orang yang kutebak pemilik acara ini mengulurkan tangannya padaku. Aku tersenyum canggung dan membalas.

Claudy menjelaskan tentang kami. Tentang aku dan Lisa yang salah satu juniornya. Tentang persahabatan kami yang tiba-tiba. Dan aku hanya menanggapi dengan senyum, juga jawaban singkat ala 'ku'. Tanpa benar-benar menikmati obrolan ini.

Aku menarik puntung rokok yang diletakkan Claudy di sampingku saat Rinda berbalik badan dan berkata , "Eh... itu kakak gua."

Dan mata kami –aku dan Claudy, yang terjebak pada suramnya lampu bar, mencoba memperjelas gesture seseorang yang berjalan menghampiri.

SHITT. DOUBLE SHITTT. Bayangan itu sekarang nampak jelas didepanku, bahkan sebelum dia mencapai tempat kami.

=============

Last Love (END)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora