Bab 40

346 15 0
                                    

"Nak, kamu harus nemuin Diki. Kasihan dia terus-terusan ke sini buat ngomong sama kamu malah diacuhin," kata Mama membujuk Riska.

Baru saja dia mendengar Riska berteriak kepada seseorang dan membanting pintu dengan keras.Karena curiga dia lekas meninggalkan perkerjaannya di dapur dan berlari melihat perempuan itu sedang menahan pintu dengan wajah ketakutan.

Melihat dirinya mendekati Riska, perempuan itu berlari ke kamarnya dan mengurung diri di sana.

Dia membukakan pintu dan melihat Diki sedang berjalan mondar-mandir di teras. Mendengar bunyi pintu dia segera menoleh.

"Tante, berikan saya kesempatan buat ngomong sama Riska. Saya mohon, Tante." Wajah Diki terlihat gusar.

Dengan sangat menyesal dia menggelengkan kepala pelan. "Tante ngga bisa Diki. Keadaan Riska belum sepenuh baik. Dia belum bisa ketemu sama kamu."

Diki menundukkan kepalanya. "Apa benar Riska mimpi buruk lagi Tante?" tanyanya cemas.

Ditatapnya pemuda itu sebentar. "Iya. Dia mencari kamu, seperti saat pertama dia menolong kamu," ucapnya lirih.

"Kamu pulang saja dulu ya Diki."

Tidak ada yang dapat dia katakan lagi selain meminta maaf dan menyuruh Diki kembali.

"Aku ngga mau ketemu dia lagi, Ma," serunya kesal. Riska menyembunyikan wajahnya di balik selimut.

"Kenapa? Apa salah Diki sehingga kamu ngga mau nemuin dia?" tanya Mama.

"Mama ngga bakalan tahu. Mama ngga bakalan ngerti apa yang aku rasain," kata Riska.

"Gimana Mama tahu kalau kamu ngga pernah cerita sama Mama, sayang. Bukannya selama ini kamu ngga pernah bertanya kalau Diki ke sini dan bercerita apa masalah kamu sama dia," terang Mama. Dia mengusap kepala Riska di balik selimut.

"Aku ngga mau..."

"Kamu ngga mau cerita, tapi kamu nyuruh Mama mengerti dengan cara kamu. Apa yang seharusnya Mama lakuin, coba bilang," bujuk Mama.

Riska menggeleng di dalam selimutnya. Dengan gerakan pelan, Mama menyibak selimut itu dari wajah Riska. Terlihat wajah anaknya yang berkeringat karena kepanasan.

"Kalau Mama bertanya boleh?" tanya Mama meminta persetujuan.

Riska tidak menjawab. Dia hanya menatap Mama sekilas, lalu memalingkan wajahnya.

"Apa teman yang kamu temani ke rumah sakit waktu itu Diki?"

Riska terdiam. Beberapa saat kemudian dia menatap Mama sekilas namun tidak menjawab.

"Dari mana Mama tahu?" tanya Riska kemudian.

"Jawab dulu pertanyaan Mama," kata Mamanya tegas.

Riska mengangguk sambil menatap keluar jendela. Ah, kejadian itu sudah lama. Bahkan Riska tidak pernah mau mengingatnya lagi.

"Kamu bermimpi buruk dua hari yang lalu, Nak. Dan itu bukan Dian. Tapi kamu mencari Diki," kata Mama Riska serak.

Alis Riska terangkat. "Maksud Mama apa?"

"Mama yakin itu adalah Diki teman kamu. Karena Mama lihat dia juga menanyakan hal yang sama tentang kamu," ucap Mama Riska penuh penyesalan.

"Maksud Mama apa? Aku ngga mungkin ngelakuin itu, Ma. Aku udah sembuh!" berang Riska dan berdiri di ranjangnya.

"Mama bohong, kan? Aku ngga nyari siapa-siapa kan, Ma? Jawab Ma!"

"Kamu mencari Diki, nak. Bukan memimpikan Dian," kata Mama Riska sedih. Dia tidak mau melihat wajah putrinya.

Pluviophile [Tersedia Di Fizzo]Where stories live. Discover now