Bab1

2.5K 166 53
                                    

"Yang namanya bakteri ya mengganggu."

***

Menyebalkan.

Satu kata yang menggambarkan perasaan gadis setinggi 165 cm dengan rambut ikal yang sedang berjalan dengan wajah masamnya di trotoar menghentakkan kakinya beberapa kali ketika kejadian di kelas tadi kembali membuatnya berdecak sebal dan menggerutu dalam hati.

Bahkan ia tidak berniat untuk menyapa teman-temannya sebelum pulang. Tangan kecilnya bergerak lincah memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan pergi tanpa sekedar ucapan "bye" sekalipun setelah pelajaran usai.

"Arrgh! Ngga ada yang kasih tahu gue tentang tugas kimia yang harus dikumpul hari ini!" Mulutnya mulai menyerocos dengan tangan yang menari-nari mengikuti luapan kekesalan dari bibirnya. Tatapan matanya yang tajam serta disempurnakan oleh kedua alisnya yang bertaut, memperlihatkan suasana hatinya yang sedang memanas.

"Emangnya kenapa? Kalian pikir gue ngga bisa ngerjain itu. Terserah aja kalau nilai kelompok ini bakal dapet C, oh, nilai E kayaknya bagus juga. Biar lo tahu rasa semuanya. Gue ngga peduli lagi dan ja ... Aaa!!" Ia berteriak kaget, matanya terpejam dan tubuhnya terpaku di tengah jalan. Riska tak menyadari arah kakinya yang sudah berjalan keluar dari trotoar, dan sekarang dirinya berada di tengah jalan dengan sebuah motor berwarna merah berada satu inci di hadapannya. Matanya mengerjap beberapa kali memerhatikan kepala motor tersebut dengan linglung. Dia merasa matanya menghangat. Tubuhnya membeku dan otaknya mendadak memutar sesuatu yang tidak jelas di dalam kepalanya.

"Berhenti halangin jalan gue!" bentak sebuah suara yang seketika membuat Riska tersadar dari deja vu.

"Hah?" katanya bodoh. Riska mengerjap lagi, kepalanya terangkat untuk menatap sang empunya suara. Tampak seorang laki-laki dengan raut wajah kesal menatap ke arahnya. Alisnya yang rapi dan tebal bertaut dan mengarahkan tatapan peringatan padanya.

"Lo mau mati? Sini gue tabrak sekalian!" Suara laki-laki itu meninggi, kemudian dengan sengaja ia meng-gas motornya seakan-akan ingin menabrak Riska.

"Tidak!!" Riska berteriak histeris, lagi. Dia sontak menjauh dengan melompat cepat ke tepi jalan. Dia memegangi dadanya, merasakan detak jantungnya yang sekarang berdemo akibat keterkejutannya tadi. Sementara Riska sibuk mengambil napasnya yang tersengal, motor tadi sudah melesat meninggalkan tempat kejadian. Kepala Riska berputar ke belakang, melihat motor tersebut sudah menjauh di sudut jalan. Riska menghela napas kasar.

"Gue masih hidup! Gue masih hidup!" gumannya. Riska bangkit dari posisinya yang tadi duduk di trotoar, lalu kembali mengurut dada, ia bersyukur masih hidup. Wajahnya yang pucat dan sorot mata kaget masih tertinggal di pupil coklatnya. Riska memijit pelipisnya sebentar, kepalanya berdenyut.

Kejadian macam apa itu tadi! Hampir saja Riska kehilangan nyawanya jika pengendara gila itu benar-benar nekad ingin menabraknya hanya karena ia menghalangi jalannya. Riska ingin sekali melempari orang itu dengan batu kerikil di jalan, namun Riska sadar dia terlambat memikirkan hal tersebut. Lagi-lagi Riska menghela napas kasar. Dia menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, lalu dia beranjak dari sana, langkah demi langkah.

Riska ingin marah, Riska ingin memukuli benda apapun sekarang. Entah kenapa perasaannya menjadi kacau tiba-tiba setelah beberapa menit terakhir ini. Matanya menyapu jalanan yang sepi. Jalan yang selalu ia lewati selama lebih dari 10 tahun ini, sejak ia di sekolah dasar hingga kini dia sudah mengenyam pendidikan SMA.

Riska membuka pintu rumahnya, dia masuk begitu saja tanpa mengucapkan salam. Kaki-kakinya yang kurus melangkah cekatan menuju kamarnya. Riska ingin marah-marah segera di dalam kamarnya. Dia akan mencabik-cabik beberapa kertas dan mencoret-coret buku gambar sampai dia puas.

Pluviophile [Tersedia Di Fizzo]Where stories live. Discover now