Bab 39

213 12 0
                                    

Maaf kalau banyak typo ya.
Happy reading^^

*

Hari ini Riska nampak lebih tenang. Sejak pertama dia masuk ke kelas wajahnya terlihat biasa saja. Beberapa kali Fadila dan Kya mengulang menyapa Riska. Menanyakan hal tidak penting seperti warna pena yang menarik atau ada sampah di dekat meja guru, Riska menanggapi dengan mimik wajah ramah.

Mereka sama-sama bernapas lega ketika Riska melempar senyum khas kepada ketiga teman-temannya.

"Gue keluar bentar, ya," kata Riska sambil bangkit dari duduknya.

"Kemana?" tanya Kya.

"Kamar mandi," sahutnya. "Lo ikut ngga, Fadil?"

"FA-DI-LA. Please deh Riska," protes Fadila.

Riska tertawa. "Iya. Lo mau ikut ngga FA-DI-LA?" Riska mengeja nama Fadila seperti yang perempuan itu katakan.

"Duluan. Ntar gue nyusul." Fadila mengibaskan tangan sambil mengunyah kue kacang.

Rani hanya menggeleng ketika Riska menatapnya.

Riska mengangkat bahu. Lalu berjalan keluar kelas diiringi tatapan ketiga temannya.

"Gue pikir Riska baik-baik aja," kata Kya.

Fadila mengangguk menatap Kya dan Rani bergantian.

"Semoga aja," sahut Rani penuh harap.

Rani memandang sekilas ke arah pintu. Sudut bibirnya terangkat. Kemudian kembali menatap teman-temannya.

Riska mendengar kehebohan dari lapangan basket. Sepertinya salah satu tim yang bertanding pada jam istirahat ini baru saja mencetak poin ke ring lawan. Riska tersenyum kecil melihat kerumunan siswa-siswi memenuhi tepi lapangan basket.

Riska bisa merasakan tubuhnya menabrak seseorang. Dia mengangkat kepala dan melihat Dwira mengangkat alis.

"Jalan hati..." kata Dwira terpotong ketika Riska berjalan melewatinya.

Dwira mengernyit bingung. Dia berbalik dan menarik tangan Riska.

"Ada apa?" tanya Riska sambil memasang senyum tipis.

Dwira menyipit menatap perempuan di depannya. Diam-diam Dwira menelan ludah melihat senyuman di bibir Riska. Rasanya sudah lama sekali dia tidak melihat senyum itu di wajah Riska.

"Kenapa jalan aja pas orang belum selesai ngomong?" tanya Dwira.

Riska mengangkat alis. "Oh? Lo ngomong apa tadi? Gue ngga denger."

"Jalan itu pake mata. Ngga lihat apa gue segede ini?"

Riska tersenyum lagi. "Maaf, ya. Gue ngga lihat,"katanya tenang.

Tenggorokkan Dwira tercekat. Matanya mengerjap berkali-kali menatap wajah Riska. Otaknya sedang berpikir keras tentang apa yang terjadi pada Riska. Perempuan itu nampak biasa saja menanggapinya. Bahkan dia juga tersenyum kepada Dwira.

"Dimaafin, kan?" tanya Riska melihat Dwira diam.

Dwira tersentak, lalu dia mengalihkan pandangannya dari Riska. "Ngga!" jawabnya ketus.

"Ya udah, kalau gitu," kata Riska lalu pergi dari harapan Dwira.

"Ngerasa hebat jadi rebutan cowok?" tanya Dwira dingin.

Pluviophile [Tersedia Di Fizzo]Where stories live. Discover now