Bab 13

334 37 0
                                    

Dwira segera melajukan motornya dengan kecepatan tinggi meninggalkan Fadila begitu saja. Matanya hampir tidak fokus memperhatikan setiap tanjakan dan persimpangan yang di lewatinya. Setiap kata-kata Fadila terus menggerogoti otaknya dan memecah pikirannya. Banyak pertanyaan yang terus menyesakkan dada yang harus ia cari jawabannya pada Riska sekarang. Ia teringat kembali pada wajah Riska yang tidak menunjukkan ekspresi apapun ketika mendapati ia dan Fadila tengah berpegangan dan sangat dekat. Ketika Riska selalu tak bereaksi apa-apa selain tatapan datar dan wajah polosnya ketika bersama Dwira. Mungkin benar? Pikir Dwira.

Ia menepikan motornya di depan pagar rumah Riska dan segera masuk ke dalam mengetuk pintu rumah Riska tidak sabaran. Ia memanggil nama gadis itu terus, hingga 5 menit kemudian pintu terbuka dengan Mama Riska di sana. "Iya, nyari siapa?" tanya Mama Riska ramah.

"Riskanya ada, Tante?" Dwira mengangguk sopan membalas senyuman wanita paruh baya di depannya.

"Dia belum pulang. Mungkin sebentar lagi," jawab Mama Riska. "Masuk dulu, tunggu dia di dalam aja," lanjut Mama Riska membukakan pintu lebar.

Dwira menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Ngga usah Tante, saya pulang saja. Makasi, Tante." Dwira pamit dan berlarian kecil menuju motornya. "Iya," sahut Mama Riska singkat kemudian menutup pintu.

Pikiran Dwira semakin bercabang. Kemana perginya gadis itu sekarang. Apakah ia sengaja kabur karena tahu Dwira pasti akan mengejar meski ia tidak tahu untuk alasan apa. Ia berhenti di samping sebuah toko kue dan duduk di sana. Dihembuskannya napas berat berkali-kali. Matanya terpejam, kepalanya menunduk dan kedua telapak tangannya berpegangan pada tepi kursi di kedua sisi pahanya, mencoba menenangkan rasa sesak yang ia rasakan.

Bagaimana mungkin Riska melakukan hal seperti itu padanya. Kenapa Rani juga tega memperalat temannya sendiri untuk balas dendam. Apa Riska tahu tentang itu atau tidak? Lalu kenapa gadis itu tidak pernah menolak ajakan untuk bertemu dengannya, kenapa Riska masih mau mengangkat teleponnya jika ia tidak punya rasa sedikitpun padanya? Jika Riska tidak tahu rencana Rani, lalu untuk apa dia melakukan itu semua? Begitu banyak pertanyaan yang tidak bisa pecahkan karena semua pertanyaan itu semu dengan apa yang terjadi selama ini. Dwira menghembuskan napas berat sekali lagi lalu membuka matanya. Dahinya mengerut samar dan menatap sayu aspal di depannya.

"Kemana kamu, Riska?" lirihnya. Dwira merasa ia sedang dipermainkan, namun ia juga penasaran apa maksud di balik perlakuan Riska.

Sebuah motor berhenti di samping motor Dwira tepat di depannya. Dwira mengangkat kepala dan mendapati Waldy sedang menatapnya bingung. "Ngapain lo, bro?" tanyanya kemudian tertawa mendekati Dwira.

Dwira menegakkan punggungnya membalas tawa Waldy. "Kagak ada. Mau pulang nih, bareng yuk. Dwira langsung berdiri dan mengulurkan tangannya yang disambut cepat oleh Waldy.

Waldy hanya memiringkan kepala dan tersenyum simpul kemudian ikut menaiki motornya dan pergi bersama Dwira di arah jalan pulang yang sama. Sesekali Waldy melirik dari kaca spionnya Dwira di belakangnya. Mereka berjalan santai melewati jalan yang sepi.

*

"Kenapa?" tanya Rani langsung ketika Riska masuk ke kamarnya dan duduk di tepi ranjangnya dengan wajah cemberut. Rani mendekat dan duduk di samping Riska menunggu jawaban.

"Lo percaya ngga sih, kalau Fadila itu suka sama Dwira?" tanyanya menatap Rani memelas. Sejenak Rani terdiam hanya memperhatikan raut wajah Riska yang lelah. "Kenapa?" tanya Rani balik menahan degup jantungnya.

"Gue lihat mereka berdua tadi. Lo tahu ngga, mereka itu kayak drama Queen menyebalkan gitu," kesal Riska kembali mengingat kejadian tadi. Dia tidak tahu kenapa dia marah melihat Fadila dan Dwira berdua.

Pluviophile [Tersedia Di Fizzo]Where stories live. Discover now