Bab 11

398 44 8
                                    

"Ah, males deh rasanya ke sekolah," kata Fadila saat di dalam kelas. Mereka sudah menyelesaikan upacara bendera di pagi yang terik ini. Sebagian murid masih banyak yang berkeliaran di luar kelas. Biasanya hari pertama sekolah akan jadi buang-buang waktu karna guru-guru masih mengatur jadwal pelajaran.

"Iya, nih. Rasanya gue mau pulang aja, deh. Tapi nanti salah satu guru masuk pula ke kelas kita," timpal Kya manggut-manggut. Jadwal pelajaran memang sudah diatur. Tapi bagaimana dengan jadwal yang bentrok, itu akan sangat rumit jika diselesaikan di pertengahan PBM nanti.

Mereka sudah berkumpul bersama. Tapi tidak saling berhadapan. Riska dan Rani tiduran di meja mereka. Tak ada yang bicara, sibuk dengan pikiran masing-masing. Kya dan Fadila yang di belakang mereka juga tak melanjutkan keluhan mereka. Kelas juga sepi dari si tukang ribut Fikri dan si pemilik panggung Mifta. Mereka entah kemana, sejak bel upacara berbunyi tak menampakkan diri.

Riska mengubah posisi kepalanya menghadap Rani. Dia mencolek-colek lengan Rani.

"Hm?" guman Rani agak lama bereaksi. Dia membuka matanya. Alisnya terangkat sebelah sebagai isyarat 'apa?'

"Gue bosan," rengek Riska dengan wajah memelas. Dikerucutkannya bibirnya dan mata yang mengedip genit.

"Gue juga," katanya kemudian menutup mata.

"Rani jangan tidur!" Riska menguncang-guncang tubuh Rani yang dibalas dengan gumanan malasnya. "Apa lagi, sih?"

"Ayo kita keluar atau kemana, kek. Percuma kita ngga bisa tidur di sini."

"Kalau gue ngga mau?"

Riska menegakkan badannya. "HARUS MAUUU!!" ia berteriak di telinga Rani.

"Astagfirullahal'azim!! Telinga gue!!" bentak Rani mengebrak meja belajarnya.

"Ka, lo apa-apaan, sih? Kayak ngga kerjaan banget," sungut Kya kesal. Ditatapnya Riska dan bersiap akan melempari muka gadis itu dengan buku paket jika ia berteriak pagi. Sementara Fadila hanya diam tak berkomentar, diliriknya Riska sekilas kemudian menatap buku catatan matematikanya.

"Kita keluar, yuk. Malas ah di sini. Ke kantin kek atau kemana gitu?" usul Riska. Dia benar-benar bosan jika hanya tiduran di kelas tanpa melakukan kejahilan apapun. Apalagi dengan sikap Fadila yang dari tadi hanya diam saja padanya. Seakan gadis cantik berwajah imut itu menyembunyikan sesuatu dari Riska.

Rani menegakkan punggungnya dan menatap lurus ke depan. Dia juga merasa panas di dalam kelas dengan keadaan menyebalkan seperti ini. "Ayo," katanya singkat kemudian berdiri dan beranjak dari sana tanpa mengajak kedua temannya di belakang. Riska mengikut di belakang Rani setelah ia melambai pada Kya yang menatap kepergian mereka tanpa bicara.

Kya melirik sekilas Fadila yang termangu melihat ke bukunya dengan tatapan kosong. "Kenapa?" tanya Kya hati-hati. Temannya itu menoleh sebentar lalu kembali menekuk kepalanya. Dia menggeleng pelan. "Apa gue salah, ya?" tanyanya lebih ke dirinya sendiri. Kya yang dapat mendekat bisikan lirih Fadila langsung menanggapi dengan berdeham dan menepuk pundak temannya. "Salah apa? Ngga ada yang nyalahin lo, kok," katanya tertawa sumbringah.

"Tapi emang gue salah kayaknya," lanjut Fadila menatap Kya sendu. Dia sekarang menyesali kelakuannya waktu itu. Tapi dia tak tahu memulainya dengan cara apa untuk kembali tertawa bersama Riska dan Rani. Itu pekerjaan paling sulit yang ia dapatkan dengan keberanian sebiji jagung yang ia punya.

"Saran gue, lo jangan diamin Riska. Kalau Rani, kayaknya lo mesti bicara berdua sama dia. Jangan biarin masalah ini berlarut-larut," saran Kya mengusap pundak Fadila menyalurkan ketenangan pada diri sahabatnya tersebut. Fadila mengangguk membenarkan perkataan Kya. Dia tersenyum simpul pada Kya. "Makasi,"katanya.

Pluviophile [Tersedia Di Fizzo]Where stories live. Discover now