Bab 25

298 32 2
                                    

"I looked you'r eyes. I can see you'r pain."

*

"Lo yakin nih, ngga mau ikut gue?" tanya Rani sekali lagi. Pasalnya dia akan pergi ke kota Bali bersama keluarganya selama dua hari untuk kunjungan keluarga. Jadi dia ingin mengajak Riska bergabung agar perempuan itu tidak hanya menghabiskan liburan dengan mengurung diri di rumah.

Riska menggeleng pelan. "Enggak. Gue mau puas-puasin tidur aja ah ntar," tolak Riska halus untuk yang kesekian kalinya. Ya, Rani memang nyinyir masalah ajak-mengajak, tawar-menawar, dan yaa.. ada hal lainnya lagi.

Rani memutar mata. Dia memasang wajah cemberut kemudian menaiki motornya dan menghidupkan mesinnya. "Lo sih, ngga mau semuanya aja," kesalnya.

Riska tertawa. "Kalau dikasih duit gue masih, kok."

"Elo mata duitan. Jelalatan tuh kalau udah liat duit." Rani mencubit hidung Riska gemas kemudian tersenyum geli.

Riska tertawa lagi. "Udah sana pulang."

"Iya." Rani berdecak kemudian melanjutkan, "Ini, nih. Tuan rumah yang kayak gini, suka ngusir tamunya. Ya elo baru yang pernah gue temui."

"Ahaha.. Gue bilang pulang sana. Mulut lo tuh gue sumpal kerupuk, nyerocos mulu." Riska mencubit lengan Rani lalu mendorongnya pelan. Perutnya sakit jika sudah mendengar celoteh Rani.

"Iya, nenek lampir. Gue pulang duduk." Rani menganggukkan kepala memasang helmnya.

"Hati-hati ya, Suster."

"Suster?"

"Suster ngesot racing." Kemudian Riska menjulurkan lidah dan berlari masuk ke dalam gerbang rumahnya sambil tertawa.

Rani balas tertawa kemudian melambaikan tangan, lalu dia menggas motornya dan meninggalkan rumah Riska.

Riska berlari sedikit keluar gerbang dan melambaikan tangannya pada punggung Rani yang sudah menjauh. Senyumnya terukir di bibirnya. Kemudian dilanjutkan dengan kekehan kecil.

"Hei," sapa seseorang dari belakang Riska. Dia menoleh.

Riska memiringkan kepalanya sedikit kebingungan. "Diki?" Matanya menyipit melihat laki-laki itu berdiri di hadapannya. Kemudian dia tersenyum. "Ngapain lo di sini?" tanyanya kemudian mengalihkan pandangan ke belakang Diki untuk melihat apakah Diki sendirian atau bersama.. siapun itu.

Diki tersenyum kecil dan memegang kedua ujung handuk yang tergantung di lehernya. "Lo bisa nebak?" Dia balik bertanya.

Riska tergelak dan mengibaskan tangannya di depan wajah Diki. "Haha.. Iya, iya. Lo habis dikejar wewe gombel, gue tahu. Haha." Entah itu gurauan atau cemoohan tapi Diki juga tertawa menanggapi.

"Jadi lo mau kemana, nih?" tanya Riska setelah tawanya berhenti.

Diki mengedikkan bahu dan memiringkan kepala. "Ya.. mau jalan aja, sih," jawabnya tidak yakin. Dia juga belum tahu kemana dia akan mengakhiri joging sorenya ini. "Eh, ini rumah lo?" tanyanya kemudian.

Riska melirik sebentar ke belakang, lalu kembali menatap Diki, lalu dia mengangguk. "Lo mau mampir, ngga?" tawarnya.

Diki tampak berpikir-pikir sejenak. "Ngga usah, deh."

"Masuk bentar kek, ntar gue kasih lo air cuci piring." Riska menutup bibirnya refleks. Lagi-lagi dia bicara melantur kalau sudah bersama Rani. Dan pengaruhnya akan terbawa-bawa.

"Menarik?" Diki mengangkat alis sebelah.

"Eh, enggak, kok. Gue kasih lo air minum yang palingg... dingin. Lo mau ngga?" tawar Riska lagi seperti memaksa.

Pluviophile [Tersedia Di Fizzo]Where stories live. Discover now