Bab 32

285 23 12
                                    

"Lo ngapain senyam-senyum? Kesambet?" tanya Fadila ketika melihat Riska tersenyum-senyum melihat ponselnya.

"Hah?" Dia mengangkat kepala dan menggeleng acuh, lalu kembali menatap benda layar datar tersebut. Mengetikkan pesan dan sesekali tertawa kecil.

"Apaan, sih? Lo nonton yang aneh-aneh ya?" todong Fadila memaksa mengintip apa yang sedang Riska tertawakan di handphonenya.

"Ih, Fadila sana, ah. Lo mengganggu kesenangan gue." Riska menggeser duduknya, namun Fadila tetap menempel di sampingnya.

"Gue pengen tahu," kata Fadila manja sambil menerjapkan matanya pada Riska.

Riska mendelik dan segera mematikan layar ponselnya, lalu menyimpannya ke dalam saku bajunya. "Ngga usah kepo," katanya.

Melihat itu Fadila berdecak keras. "Gue aduin sama Nyokap lo ya, lo udah pandai yang aneh-aneh," ancam Fadila.

"Aneh-aneh apa coba? Lo sembarangan deh."

"Terus apa? Kasih tahu gue."

"Ngga usah kepo."

"Gue benci sama lo!"

"Benci aja sendiri."

"Kenapa sih kalian ribut mulu," kata Rani menengahi. Dia baru saja kembali dari kelas XII IPA 2 untuk menjemput Kya. Mereka duduk di antara Riska dan Fadila.

"Fadila tuh kepo," kata Riska.

"Riska tuh dia sembunyiin sesuatu di hpnya," sungut Fadila tidak mau kalah.

"Sembunyiin apa?" tanya Kya tenang.

"Tanya aja sendiri," decak Fadila memalingkan pandangannya ke lain arah.

"Udah, udah. Masalah ngga penting kok diributin." Rani merentangkan tangan tanda damai di antara keduanya. "Kya sama Amora udah dikasih izin buat pindah kelas," katanya lagi mencari topik lain.

Kya mengangguk mantap. "Besok gue udah meluncur ke TKP langsung," serunya bahagia.

"Asyik," kata Fadila dan Riska serempak.

Rani tersenyum melihat teman-temannya tertawa. Ah, ternyata persahabatan ini lebih dari sekedar kata teman dan menghabiskan waktu untuk ngerumpi saja. Ada rasa bahagia yang ada di tengah-tengah kebersamaan. Rasa nyaman yang menyelimuti ketika bisa bersatu dan saling berbagi cerita satu sama lain. Rani merasa lega, setelah satu bulan perang dingin antara dia dan ketiga teman-temannya ini sudah berakhir.

Tidak ada salahnya meminta maaf lebih dulu. Hanya itu cara membuat keadaan lebih baik dengan cepat. Dan membicarakan dengan kepala dingin adalah solusi terbaiknya.

*

Diki: Lo aman?

Riska: Gue aman-aman aja. Kenapa?

Diki: Mastiin aja.

Riska: Dari kemaren-kemaren lo mastiin keadaan gue terus.

Diki: Perlu gue tanyalah.

Riska: Kok gitu?

Diki: Pasti di sekolah lo banyak para alien berserakan. Soalnya kan cowok ganteng cuma ada di sekolah gue.

Riska: Maksud lo apa?

Diki: Maksud gue, lo nanti mau pulang ngga sama gue?

Riska: Hah?

Diki: Gue antar sampai pintu rumah lo.

Riska: :/

Diki: Gue traktrir makan mpek-mpek.

Pluviophile [Tersedia Di Fizzo]Where stories live. Discover now