Bab 12

358 38 4
                                    

"Lagi ngapain?" tanya Waldy kikuk. Di sampingnya Viska tengah tertawa terkikik-kikik memperhatikan ekspresi sepupunya yang menurutnya sangat lucu. Cowok yang mengaku paling ahli dalam merayu cewek itu kini sedang salah tingkah hanya dengan berbicara dengan gadis biasa seperti Riska. Bahkan temannya itu tak punya jurus hipnotis sekalipun untuk membuat cowok bisa kehilangan kata-kata bila berbicara dengannya.

Viska berdiri dan memperagakan gaya hormat di sudut alisnya bersama senyum licik di bibirnya. Ia menaik turunkan alisnya membuat Waldy melotot kesal ingin segera menghajar dan mengurung si pendek menyebalkan itu di dalam kamar mandi. Gadis yang tidak pernah mau disebut pendek ini tak mengacuhkan ancaman dari Waldy, dia melenggang pergi dari sana dan turun untuk pulang.

Saat Viska sedang menunggu gerimis yang tidak terlalu lebat, tiba-tiba Waldy datang dan membuatnya hampir terjungkal karena lantai yang basah ketika Waldy keluar dari rumah dengan terburu-buru. Viska menggeram sambil terus memukuli dada bidang cowok tinggi di depannya. "Dasar lo, kampret, sialan, nyebelin, benci..." sejumlah sumpah serapah keluar dari bibirnya. Waldy hanya tertawa lebar sambil sesekali menggaduh geli karena pukulan Viska yang bukan apa-apa baginya.

"Ayo cepet, begong lo." Waldy menarik tangan Viska menuju motornya di samping rumah. "Eh, eh." Viska belum sempat menyelesaikan rasa kesalnya cowok itu malah membawanya ke bawah rinai yang halus, Waldy menaiki motor dan menyalakan mesinnya. Viska mengernyit bingung dengan perlakukan Waldy. "Cepet naik," perintahnya halus. Viska menurut saja meski raut bertanya masih jelas di wajahnya yang melongo bodoh. Waldy menggas motornya pelan kemudian berhenti di depan rumah Viska. "Turun." Dia mengarahkan dagunya ke samping menyuruh masuk ke dalam rumah. Masih dengan tatapan bingung Viska turun kemudian menatap Waldy yang malah menyunggingkan senyumnya. "Sampai sini aja tumpangannya ya," kekehnya. Sebelum Viska sadar dan kembali memukulinya, Waldy cepat-cepat melarikan dari sana. "Gue mau ketemu Riska.. makasih ya.." teriaknya di depan sana diiringi tawa hangatnya.

Seketika Viska mengembangkan senyumnya. Ternyata rencananya tidak sia-sia. Dia tersenyum puas dan berbalik masuk ke dalam rumah.

*

Waldy celingak-celinguk dari luar pagar sekolah. Matanya menyapu seluruh pemandangan di depannya sambil terus mencari-cari sosok yang ia tunggu.

"Hei, liatin siapa?" tanya suara yang begitu ia kenal. Waldy segera berbalik dan senyumnya merekah mendapati Riska di depan yang juga membalas senyumnya. "Nungguin kamu," jawab Waldy. Hatinya menghangat ketika melihat orang yang begitu ia rindukan di depannya, gadis itu menatapnya, gadis terkasih ini tersenyum padanya.

Riska memiringkan kepalanya ke samping. "Oh, ya?" tanyanya masih dengan senyum yang belum pudar di wajahnya.

"Iya, rindu," kata Waldy langsung. Riska hanya tertawa geli menahan rasa senang yang menggerogoti hatinya. Sejujurnya, Riska kembali berlari dari rumah menuju sekolah untuk bertemu Waldy ketika cowok itu tiba-tiba saja menelponnya dan mengajaknya bertemu. Dengan senang hati Riska menyetujuinya dan langsung meraih tasnya lalu berlari keluar rumah, melewati jalanan yang basah oleh gerimis-gerimis lembut yang membutir menghinggapi kulit dan rambutnya. Ketika dilihatnya cowok itu sedang memperhatikan pekarangan sekolah dari luar membuat Riska tertawa kecil karena ia terlambat sedikit dari orang itu.

"Ayo pergi," kata Waldy meraih tangan Riska dan menggenggamnya. Riska tidak menolak tangan Waldy yang menyalurkan kehangatan ke tangannya. Itu membuat hatinya bahagia. Ternyata orang yang terus ia pikirkan dan jauhi masih sehangat dulu.

Riska melirik Waldy dari kaca spion. Wajah cowok yang terbalut helm di depannya samar-samar terlihat sedang tersenyum damai di balik kaca helmnya. Riska kembali menyunggingkan senyumnya. Rasa nyaman kembali mengitarinya sama seperti dulu. Saat ia diam-diam terus mengintip Waldy dari kaca spion, ketika Riska pernah marah-marah dan Waldy tidak mau menurunkannya meski sudah diberi beberapa pukulan yang cukup terasa di punggungnya yang lebar, saat Riska pernah meringkuk di balik punggung Waldy menghindari hujan seperti yang ia lakukan sekarang.

Pluviophile [Tersedia Di Fizzo]Where stories live. Discover now