Extra Chapter 1

1.7K 130 18
                                    

(Note : Extra chap khusus sebelum hiatus. Akan ada side story mengenai perjalanan Rio. Tell me If U interseting.)

Otherwordly adalah dunia yang sangat luas dengan beribu kemungkinan. Ratusan pulau melayang yang menyimpan sejuta artefak, menjadikan tempat ini syarat dengan petualangan. Bahkan manusia dengan bakat rendah sekali, asal dia memiliki guardian dan berusaha. Maka dia dapat melampaui langit sekali pun. Namun, disuatu tempat terdapat seorang anak yang sama sekali tidak memiliki syarat untuk hidup di dunia ini. Seorang anak yang tidak memiliki penjaga. Seorang anak yang selalu mengalami kemalangan sepanjang hidupnya. Mungkin kita mereka yang mencela, mengahardik dan memandangnya dengan jijik tidak akan tahu. Bahwa pria tanpa kekuatan ini akan menjadi Sang Tuhan. Sosok yang namanya sangat fenomenal di daratan itu. Sosok yang dipuja dan dibenci pada saat yang sama. Sosok yang merupakan keadilan mutlak dalam seluruh daratan itu. Saat ini anak itu sedang terdesak di bawah pohon dan dipukuli oleh tiga orang anak seusianya. 

"Sudah kubilang agar kau tidak menganggu Risa lagi, sampah tidak berguna!" Salah seorang dengan penampilan yang elok mendorong Rio di bawah pohon besar.

"Maafkan aku tuan, aku hanya bekerja pada ayah Risa. Tidak ada maksud dariku untuk mendekati atau berteman dengannya." 

"Sigh, kau hanyalah anak miskin yang lemah. Kenapa Risa jauh lebih dekat denganmu, daripada kami yang merupakan teman satu akademinya."

Semua ini terjadi karena Rio mengantar bekal makanan Risa yang tertinggal. Risa menerima bekal itu dengan senyumnya yang lembut. Padahal dia sama sekali tidak pernah menujukkan senyumnya pada siapa pun di akademi itu.

"Aku benar-benar tidak tahu tuan. Jika tuan mau memukuliku silahkan, tapi tolong jangan buat tulangku patah. Aku masih harus bekerja demi biaya pengobatan ibuku." Rio bersimpuh dihadapan ketiga bocah itu.

"Anak ini ... semakin aku memandangnya semakin aku jijik." Salah seorang anak itu menginjak-injak kepala Rio yang sedang bersimpuh. "Kalian berdua cepat pegangi dia."

Dari tangan anak itu muncul energi yang sangat besar. Anak itu kemudian bersiap mengarahkan tinjunya pada Rio.

"Kalian ... hentikan!" suara teriakan seorang wanita tiba-tiba terdengar.

"Siapa ... siapa yang berani menentang keluarga Iris?"

Seorang perempuan berambut merah bergelombang nampak jatuh dari pohon dnegan anggun. Dia mendaratkan kakinya di tanah dengan anggun. Nampak rok kecilnya tak mampu menyembunyikan kedua paha mulus dari gadis itu. Semua mata laki-laki di sana hampir copot karena kedatangan sosok yang begitu indah dihadapan mereka.

"Kenapa kalian mengganggu anak ini? apa menindas yang lemah adalah ajaran yang diberikan keluarga kalian?"  

"Begini ... kami hanya–"

"Apa yang coba kau katakan. Kalian membully orang yang lemah. Bukankah seharunya kekuatan ada untuk melindungi orang yang lemah. Bukan untuk melakukan kejahatan seperti ini."

"Tidak, ini adalah permainan diantara kami. Kami ini berteman dekat kok. benar, kan Rio?"

Rio menengadahkan kepalanya dan melihat tatapan mengancam dari anak berpenampilan elok yang menyiksanya.

"Benar, kami hanya berteman. Kami melakukan semua ini untuk bersenang-senang."

"Benar kan, kalau begitu bagaimana kalau–"

Risa menghunuskan pedang kayunya dan memasang energi menakutkan pada seluruh tubuhnya.

"Jika kalian mendekatinya satu lagnkah lagi. Aku tidak akan mengampuni kalian."

"Tapi Risa ...." 

Pria berpenampilan elok itu mencoba menjelaskan sesuatu. Namun, Risa memasang tatapan tajam pada pria itu.

"Baiklah, kami mengerti. Kami akan pergi dari sini, tapi ... cobalah untuk berteman dengan orang-orang di akademi daripada berteman dengan sampah semacam dia. Kau tidak akan pergi kemana pun jika kau bergaul dengan orang lemah macam dia."

"Aku yang menentukan dengan siapa aku berteman." Tatapan Risa yang tajam membuat ketiga pria itu pergi.

"Apa kau terluka ... Rio?" Risa mengulurkan tangannya.

"Aku tidak apa-apa nona." Rio berdiri dari tempatnya bersimpuh dan mengelap beberapa lukanya.

"Huh, kau ini ... selalu saja pasrah jika dijahati oleh seseorang. Kau seharusnya melawan mereka dengan tegas."

"Melawan mereka ...," Rio meremas ujung bajunya dan kemudian tersenyum. "Saya hanyalah rakyat biasa yang berkerja untuk mereka. Jadi saya tidak punya hak untuk melawan semua kehendak mereka."

"Tapi jika terus begini kau–"

"Maafkan aku nona, aku harus segera mengantarkan obat ini untuk ibuku." Rio berlari meningalkan Risa yang masih ingin berdebat.

"Kenapa sih dengan pria itu. Seharusnya dia lebih bisa menerima saranku. Dasar menyebalkan!"

Rio terus berlari memasuki hutan dan sampai pada gubuk kecil tempat dia tinggal. Dia segera masuk kedapur dan meracik beberapa obat yang coba ia lindungi dari para pembully itu.

"Syukurlah, ramuan ini tidak hancur."

Selesai Rio meracik ramuan itu, dia segera mengahmpiri seorang wanita berambut hitam ayng terlihat kurus. 

"Ibu, ini bakpau yang aku beli dan juga ramuan untuk ibu minum."

Perempuan itu memaksakan dirinya bangun dan terkejut melihat luka-luka Rio

"Nak, apa kau terluka? apa kau habis berkelahi?"

"Tidak, aku tejatuh saat berlari masuk ke hutan."

"Kau itu ...," Ibu Rio membelai rambut Rio. "buruk sekali dalam masalah berbohong"

"Sudahlah bu, yang terpenting ibu minum obat dan makan bakpau ini."

Sudah selama lima tahun ayah dari Rio menghilang saat bertualang. Rio sendirian menjaga dan merawat ibunya. Meski dia tidak mempunya guardian dia tidak pernah sedikit pun menyerah pada hidupnya. Tiap hari dia selalu bekerja, entah itu membersihkan akademi, mengantar barang, mengangkut kiriman dan sebagainya. Pada saat anak seumurannya sibuk bekerja dan mejanil relasi, Rio menghabiskan hidupnya hanya untuk bekerja.

"Aku sudah kenyang." Ibu Rio menyerahkan setengah bakpau itu pada Rio.

"Bagaimana ibu bisa kenyang hanya dengan setengah bakpau ini?"

"Kau ini ... kau harus lebih perhatian kepada dirimu sendiri. Sesekali belilah baju baru dan gunakan uangmu untuk dirimu sendiri."

"Tapi kan bu ...."

"Hmm, kau tahu. Ibu ingin sekali menimang cucu."

"C–cu–cucu ibu ... bagaimana mungkin ibu mengatakan hal seperti itu. Usiaku ini masih tujuh belas tahun. Belum saatnya aku melakukan hal seperti itu."

"Hahahah, anak-anak seusiamu bahkan sudah menikah dan memiliki anak. Apa salahnya membicarakan hal itu. Hey, bagaimana kalau dengan perempuan bernama Fatin itu. Aku lihat dia adalah anak yang baik dan juga ... dia memiliki dada yang super besar. Kau bisa melakukan hal-hal yang super mesum dengan dada itu."

"Ibu! Fatin itu hanyalah temanku. Lagi pula dia juga adalah anak orang terpandang di kota ini. Dia tidak akan melirik orang sepertiku." Rio sedikit menunduk.

"Hahaha .... kau itu bodoh. Kau itu memiliki pesona yang tidak dimiliki kebanyakan pria lain di sana."

"Ibu ...."

Beginilah keseharian dari Rio yang dikenal sebagai Sang Tuhan. Tidak ada yang menyangka bahwa pria yang menundukkan kepalanya kepada orang lain, akan menjadi orang yang paling ditakuti kelak.

Guardian (Sefiroth Tree)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang