Part 36 : Realized

25.3K 1.7K 35
                                    

Entah suasana ruang tamu Adella yang begitu sepi atau pendengarannya yang sedang tajam, namun ia dapat mendengar gumaman gadis itu dengan cukup jelas. Jika alat pendengarannya tidak salah mendengar, itu berarti Adella telah memiliki perasaan yang sama dengannya. Dan hal itu lah yang bisa dijadikan alasan kuat mengapa tadi pagi Adella cemburu di saat dirinya sedang berbicara dengan Keira. Muncul perasaan senang dalam dirinya jika semua yang dipikirkannya benar-benar seperti itu karena ia telah menunggu dalam waktu yang cukup lama untuk bisa membuat Adella merasakan hal yang sama dengannya.

"Lo khawatir sama gue?" Naufal berusaha untuk meyakinkan apa yang didengarnya langsung pada gadis itu.

"Lah? Lo bisa baca pikiran gue?" Adella mulai panik karena laki-laki itu mengetahui bahwa ia mengkhawatirkannya.

Yang ditanya balik justru tertawa pelan. "Iya, gue bisa baca pikiran lo."

Gadis itu memukul lengan Naufal seraya berkata, "Serius dulu, ih!"

"Tadi lo ngomong kurang pelan, gue masih bisa denger."

Tangan kanan Adella bergerak untuk memukul kepalanya. "Kok gue bego, sih? Lo bego banget, Adel," ucapnya pada diri sendiri.

Naufal menahan lengan kanan gadis itu agar tidak kembali memukul kepalanya sendiri. "Nggak bego kok, justru bagus. Jadi, gue tau kan perasaan lo sama gue itu gimana."

"Emang gimana? Perasaan gue ke lo biasa aja kok."

"Yakin biasa aja? Kalo biasa aja kenapa harus khawatir sama gue? Terus juga kenapa harus cemburu pas gue ngobrol sama Keira?" Laki-laki itu menggoda Adella dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.

"Udah ah gak usah bahas yang kaya gitu."

"Gue ngerti kalo cewe gengsinya tinggi, gak segampang itu buat bilang apa yang sebenernya dia rasain," ucap Naufal. "Gue berusaha menghargai hal itu. Lagian, tanpa lo bilang secara langsung kalo lo udah mulai suka sama gue, gue pun udah bisa liat dari tingkah laku lo."

Adella mengerucutkan bibirnya sebelum membalas ucapan laki-laki itu. "Lo jadi orang to the point amat sih, paling bisa bikin gue malu dan gak tau harus jawab apa."

"Yaudah jangan cemburut gitu dong." Laki-laki itu tertawa kecil, lalu mengacak-acak rambut Adella. "Duduk, yuk? Gak enak ngobrol sambil berdiri gini."

"Emang siapa yang mau ngobrol sama lo?"

"Oh, yaudah gue pulang aja. Yang punya rumahnya aja gak mau ngobrol sama gue."

"Bercanda, ih! Udah lo duduk dulu, gue mau ambil air dingin sama handuk buat ngobatin luka lo," ucap Adella dengan sedikit ketus.

"Labil banget, sih? Dasar cewe," cibir Naufal sambil tertawa terbahak-bahak.

Adella lebih memilih untuk menghiraukan ucapan laki-laki itu dan melangkahkan kakinya ke arah dapur. Sesampainya di dapur, ia segera mengambil beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk mengobati bekas luka memar pada wajah Naufal. Kini tangan kanannya sedang memegang wadah yang berisi air dingin, sementara handuk kecil untuk mengompres bekas luka memar tersebut berada di tangan kiri gadis itu. Setelah mendapatkan semua yang dibutuhkannya, ia kembali berjalan ke ruang tamu dan menghampiri Naufal yang tengah duduk di salah satu sofa berbahan dasar kayu jati itu.

Gadis itu memilih tempat duduk di samping Naufal agar lebih mudah untuk mengobati bekas luka pada wajahnya. Ia meletakkan wadah berisi air dingin tersebut di meja, berbeda dengan handuk kecil yang dibiarkan berada di tangan kirinya. Kemudian, handuk kecil tersebut dimasukkan ke dalam air dingin dan diperas dengan menggunakan kedua tangannya agar tidak terlalu basah. Setelah itu, ia mengompres bekas luka memar yang berada di wajah satu per satu.

Best PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang