Part 33 : The Feeling

24K 1.7K 68
                                    

Handuk yang dipegang oleh tangan kanannya kembali diletakkan pada kening Adella. Tiba-tiba saja perutnya terasa lapar, lalu ia mengambil bubur ayam---yang tadi dibelinya dan memindahkannya pada mangkok. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Naufal untuk menghabiskan bubur ayam itu. Setelah meneguk air mineral yang telah disediakan oleh Bi Tini, laki-laki itu beranjak dari tempatnya duduk menuju balkon kamar Adella sekedar untuk mencari udara segar dan menyulut sebatang rokoknya di sana. Tangannya bergerak untuk membuka sebuah pintu yang akan menghubungkan Naufal agar bisa sampai di balkon kamar gadis itu.

Lalu, ia menarik salah satu kursi yang berada di sana untuk dirinya duduk. Hembusan angin yang cukup kencang dari atas sini langsung saja menerpa wajah Naufal. Belum lagi, awan cerah berwarna biru yang sangat mendukung bagi dirinya untuk bisa melihat pemandangan indah di pagi hari ini.

Naufal mengambil pemantik yang dibawanya dari rumah untuk menyalakan sebatang rokoknya. Setelah rokok milik laki-laki itu menyala, ia meletakkan pemantik tersebut pada meja yang berada di hadapannya. Sambil menghisap rokoknya lamat-lamat, pikiran laki-laki itu kembali teringat akan kejadian tadi---di mana ia mencium kening Adella. Entah yang dilakukannya itu benar atau salah, ia tidak terlalu memperdulikannya karena Adella pun tadi sudah dalam keadaan terlelap. Lantas, tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.

Tiba-tiba saja ponsel berwarna hitam itu berbunyi dengan nada dering yang biasa digunakan olehnya untuk memberitahukan jika ada panggilan masuk kepada nomor teleponnya. Ia pun segera merogoh benda pipih tersebut dari saku celananya dan menerima sebuah panggilan masuk yang ternyata dari Ryan.

"Ada apaan, sih?" tanya Naufal langsung tanpa berbasa-basi terlebih dahulu.

"Santai kali, Bos," ledek Ryan disertai tawanya. "Lo di rumah, kan?"

"Nggak, gue lagi di rumah Callista."

Kening Ryan sedikit berkerut mendengar ucapan sahabatnya barusan. "Lah? Ngapain lo di sana? Tadinya, gue sama yang lain mau pada ke rumah lo."

"Callista lagi sakit, jadi gue lagi nungguin dia. Mau ngapain ke rumah gue?"

"Seorang Naufal Baskara mau nungguin orang sakit? Gue gak salah denger, kan?" Terdengar suara gelak tawa Ryan yang begitu nyaring di telinga Naufal. "Segitu spesialnya Adel ya, Fal? Sampe lo rela nungguin gitu. Mau main doang sih, eh sekalian ngasihin jaket."

"Gak perlu gue jawab juga harusnya lo udah tau jawabannya apa," kata Naufal. "Jaket apaan?"

"Jaket FNE lah. Besok lo udah sekolah lagi, kan? Jadi, bisa langsung dipake jaketnya."

"Gampang lah itu. Yan, gue mau minta tolong dong."

"Minta tolong apaan?"

"Beliin makanan kaya roti, buah atau apa gitu yang buat orang sakit. Tadinya mau gue yang beli, tapi gue gak bisa ninggalin Callista sendirian."

Mendengar perkataan Naufal barusan membuat Ryan tersenyum senang. Hal itu karena ia turut senang jika Naufal sudah bisa menemukan seorang gadis yang benar-benar dicintainya. "Buat sahabat terbaik gue, okay lah gue bantu."

Naufal mengulum senyumnya, walaupun ia tahu Ryan tak mungkin akan melihatnya. "Thanks, Yan. Nanti lo bawa makanannya langsung ke rumah Callista aja."

"Siap, Bos. Mau sekalian gue bawain jaket lo juga, gak?"

"Boleh-boleh. Oh iya, uang buat beli makanannya nanti gue transfer pake m-banking."

Best PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang