Part 30 : The Other Side

25.8K 1.7K 18
                                    

Alhasil, Adella sempat terdiam di tempat dengan sedikit kerutan yang muncul di dahinya. Namun, Adella tak mau ambil pusing atau pun memikirkan perkataan Maudy barusan terlalu larut karena menurutnya itu tidak lah penting. Maka, Adella pun memutuskan untuk kembali berjalan dan menghampiri Naufal yang sudah menunggunya di pos satpam.

Saat gadis itu telah sampai di pos satpam, Naufal segera mematikan rokoknya dan beranjak dari kursi yang berbahan dasar kayu itu. Sebelum menghampiri Adella, ia pamit terlebih dahulu pada Pak Budi. Tak lupa ia juga mengucapkan terima kasih karena Pak Budi telah menemaninya mengobrol.

Naufal menoleh ke arah satpam yang sedang menyeruput kopinya itu. "Pak, Naufal pulang dulu, ya? Soalnya orang yang di tunggu-tunggunya juga udah dateng."

Pak Budi menganggukkan kepalanya. Lalu, ia menatap gadis yang berdiri di sebalah Naufal. "Oh, jadi ini perempuan yang dari tadi diomongin sama kamu?"

"Jangan dibilangin ke orangnya, Pak. Nanti dia geer," balas Naufal diiringi dengan suara tawanya. Ia menyenggol lengan gadis itu pelan. "Cal, kenalan dulu sama Pak Budi."

"Siapa yang geer coba?" Gadis itu memutar bola matanya pada Naufal. Namun, raut wajahnya berubah seketika---menjadi lebih ramah saat berhadapan dengan Pak Budi. Tangan kanannya terulur ke depan bermaksud untuk bersalaman dengan satpam yang sudah sangat akrab dengan Naufal itu. "Adel, Pak."

Pak Budi tersenyum balik ke arah gadis yang baru saja memperkenalkan dirinya itu. Kemudian, ia membalas uluran tangan Adella. "Saya Budi, nak Adel."

Setelah tangan Pak Budi dan Adella terlepas, Naufal kembali berbicara pada satpam yang menurutnya sangat baik hati itu. "Dia cantik kan, Pak?"

"Iya, cantik pisan," jawab Pak Budi dengan logat bahasa sundanya yang cukup kental.
(Pisan itu kalo bahasa indonesia artinya sangat/banget--dalam bahasa gaul)

Naufal mengeluarkan dompet dari saku celananya dan mengambil beberapa lembar uang berwarna merah muda yang kemudian diberikan kepada Pak Budi.

Pak Budi mengernyitkan dahinya karena tak mengerti dengan maksud dari uang yang diberikan oleh laki-laki berumur 17 tahun itu. "Kenapa kamu ngasih ini ke bapak?"

"Itu buat beli obat batuk kan tadi katanya anak bapak lagi sakit," jawab Naufal.

"Gak usah Naufal, mending uangnya kamu tabung daripada dikasihin ke bapak," kata Pak Budi sembari berusaha mengembalikan uang tersebut pada Naufal. Namun, laki-laki itu bersikeras untuk tidak menerima uang yang sudah diberikan pada Pak Budi.

"Udah gak apa-apa, Naufal lagi ada uang. Jadi, gak salah kan kalo pengen bantu Pak Budi?"

Pak Budi menyungginggkan senyumnya dengan tulus seraya berkata, "Makasih Naufal, semoga nanti keganti sama yang lebih besar. Kamu udah terlalu sering bantu bapak."

"Pak Budi gak usah berlebihan gitu, Naufal ikhlas kok bantunya."

"Sekali lagi makasih ya, Nak."

"Iya, Pak. Samasama," jawab Naufal. "Yaudah kalo gitu, kita pulang dulu ya, Pak?"

"Pulang dulu ya, Pak?" Adella melakukan hal yang sama dengan Naufal pada Pak Budi.

Pak Budi mengangguk singkat. "Iya, hati-hati."

Kemudian, keduanya berjalan berdampingan menuju tempat parkir untuk menghampiri kendaraan beroda empat milik laki-laki itu yang sengaja disimpan di sana. Ada sebuah keinginan besar dalam diri Naufal untuk menggenggam lengan kecil milik gadis itu. Namun, ia berusaha untuk mengendalikan keinginannya tersebut karena Adella tidak seperti gadis lain yang akan dengan senang hati jika Naufal melakukan itu.

Best PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang