Part 34 : Back to School

24.5K 1.7K 98
                                    

Ketiganya secara serentak menunjukkan ekspresi terkejutnya, tak percaya dengan apa yang baru saja terlontar dari mulut Adella. Hingga butuh beberapa menit bagi ketiganya untuk bisa mencerna semua penuturan gadis itu dengan baik sekaligus meyakinkan bahwa yang didengar oleh telinga mereka tidak lah salah.

"Lo serius, Del?" tanya Luna dengan ekspresi terkejutnya yang masih kentara di wajah gadis itu.

Adella mengangguk singkat. "Yap, Lun."

Evita sedikit memajukan tubuhnya agar bisa lebih dekat dengan gadis yang sedang sakit itu. "Dari kapan?"

"Kok bisa? Maksud gue, bukannya lo pernah bilang kalo lo gak suka sama dia?" Vira ikut menimpali sebelum sahabatnya itu sempat menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Evita.

Gadis itu mengedikkan bahunya seraya berkata, "Gue juga gak tau. Tapi yang jelas, dia bisa buat gue lupa sama Kak Arvin."

**

Langit telah berubah menjadi gelap yang menandakan bahwa hari sudah tidak lagi siang. Bulan pun telah menggantikan posisi matahari di atas sana. Sementara Ryan dan ketiga temannya telah berpamitan untuk pulang sejak satu jam yang lalu. Kini kamar gadis itu kembali sepi dan tidak seramai tadi karena hanya berisikan dua orang yaitu, sang pemilik kamar dan seorang laki-laki yang telah berada di sini sejak tadi pagi untuk merawatnya yang sedang sakit. Padahal gadis itu telah menyuruh Naufal untuk pulang bersamaan dengan yang lain karena tidak mau merepotkan lebih banyak lagi. Namun, Naufal bersikukuh untuk tidak akan pergi dari sini sebelum Adella tidur.

Setelah Adella menelan suapan terakhir makan malamnya dengan menu yang sama seperti tadi pagi, Naufal memberinya sejenis obat yang diyakini dapat segera memulihkan kondisi tubuh gadis itu. Ia pun segera mengonsumsi obat yang diberikan oleh Naufal barusan. Saat obat tersebut telah berhasil masuk ke dalam mulutnya, baru lah ia mengambil segelas berisi air mineral dari tangan Naufal untuk diteguknya hingga tak tersisa lagi.

"Naufal," panggil gadis itu setelah ia membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Naufal menoleh ke arah gadis yang telah memanggil namanya itu. "Kenapa, Cal?"

Adella membenarkan posisi tubuhnya agar bisa duduk berhadapan dengan laki-laki itu. Sebelum kembali berbicara, ia menghembuskan napasnya terlebih dulu. "Lo pernah bilang kalo lo sayang sama gue. Seandainya nanti gue udah mulai punya perasaan yang sama kaya lo, apa lo bisa janji untuk gak nyakitin gue?"

Merasa topik pembicaraan yang dapat dibilang cukup serius, Naufal menyimpan ponsel berwarna hitam yang semula sedang dipegangnya ke atas tempat tidur gadis itu. "Gini ya, Cal. Gue gak bisa janji kalo gue gak akan pernah nyakitin lo karena itu gak lebih dari sekedar bullshit. Jatuh cinta sama sakit hati itu udah satu paket. Kalo lo berani jatuh cinta, lo pun harus siap sama yang namanya sakit hati. Sekarang gini deh, mana ada yang namanya jatuh tapi gak sakit? Jadi, jangan heran kalo jatuh cinta itu gak selamanya indah, pasti bakal ngerasain yang namanya sakit juga." Naufal mengenggam lengan milik gadis itu, lalu ia kembali berkata, "Gue cuma bisa berusaha...berusaha gimana pun caranya biar bisa meminimalisir sakit hati yang bakal lo rasain nanti."

Adella benar-benar terhanyut dengan semua yang terucap dari mulut Naufal. Di saat laki-laki lain akan lebih suka untuk mengatakan bahwa tidak akan pernah menyakiti dirinya. Naufal justru memberikan jawaban yang berbeda, jawaban yang membuat jantungnya berdegup lebih kencang. "Gue harap itu gak cuma omongan doang."

"Gue gak pernah maksa lo buat percaya sama gue, lo bisa nilai sendiri nanti," sahut Naufal. "Kenapa?"

"Kenapa apa?"

"Kenapa tiba-tiba bahas ini?"

"Gak apa-apa, cuma nanya aja."

Laki-laki itu mengerucutkan bibirnya. "Gue pikir lo udah mulai suka sama gue."

Best PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang