1

106K 3.2K 166
                                    

12 Januari 1993

Lahirnya seorang bayi laki-laki bernama Zain Putra Malik yang sudah harus bernasib malang karna selang beberapa detik setelah di lahirkannya di dunia, ia sudah harus kehilangan sosok seorang ibu.

Di dalam gendongan sang ayah, bayi laki-laki itu terus menangis tanpa henti, seolah tau bahwa ia baru saja kehilangan salah satu harta berharga dalam hidupnya.

Yasser tak bisa melakukan apapun untuk keselamatan sang istri. Berbagai upaya telah dokter lakukan, namun sayang, Tuhan berkehendak lain, wanita itu tak dapat tertolong lagi. Mau bagaimanapun juga ia harus tetap menerima kenyataan ini, tanpa menyalahkan takdir atas kematian sang istri pada darah dagingnya.

***

Yasser menikah lagi saat Zain mulai menginjak umur 7 tahun. Dalam pernikahan ini Zain mendapatkan satu saudara tiri perempuan yang umurnya terpaut dua tahun lebih muda darinya. Namun, semenjak pernikahan itu, sikap Zain berubah menjadi anak laki-laki yang sangat cuek dan dingin, hingga membuat Yasser di buat bingung sendiri dengan perubahan sifat putranya. Tapi disisi lain, saudari perempuannya justru sangat senang dengan kehadiran Zain dalam keluarganya, walaupun beberapa kali gadis itu mendapat tatapan tajam dan kelakuan dingin sang kakak.

Walaupun begitu, keteguhan hati sang adik tak mudah menyerah begitu saja untuk mendapatkan perhatian Zain supaya mau berinteraksi dengannya, dan akhirnya gadis kecil ini memberanikan diri untuk datang langsung menghampiri kakaknya di kamar.

"Kak Zain?"

Zain hanya menoleh, dan gadis kecil itu mulai mendekatinya, dengan langkah ragu dan takut.

"Kak, ajarin aku berhitung dong." Ucapnya sambil meremas sedikit buku bacaan hitung di tangannya.

Zain masih terdiam dan sibuk bersama PSPnya, dengan susah payah gadis itu naik ke atas kasur, bisa dibilang tinggi kasur Zain, sejajar dengan dadanya.
Gadis itu mencoba naik ke sana, tapi dia kembali terlihat ragu, Zain sempat curi pandang melihat perjuangan sang adik yang ingin menyusulnya naik ke atas kasur. Namun, na'asnya..

Brukk..

"Aww.." rintih gadis kecil itu sambil terduduk memegangi lututnya yang terhantam karpet.

"sakitt," rengek sang adik sambil berusaha menahan air mata.

Zain tak bergeming, dia sempat syok saat adiknya terjatuh tanpa aba-aba.

"bundaaa.." tangisnya seketika pecah, ia tak bisa lagi berpura-pura tegar untuk menahan nyeri pada lututnya.

"Astagaa Key kamu kenapa, sini bunda gendong aja ya." Wanita itu datang dengan tergopoh-gopoh, kemudian menghampiri sikecil dan membawanya dalam gendongan wanita itu.

"Aku mau naik ke kasur kakak." katanya sambil menghapus air mata yang sempat menetes, kemudian menunjuk ke arah Zain yang masih tak bergeming.

"Mau ngapain? Kakaknya lagi mainan tuh, udah sama bunda aja ya." Sela Misca, sang ibu, yang sudah mengerti dengan keadaan Zain yang kurang menerima kehadirannya sebagai ibu baru untuk anak laki-laki itu.

"Nggak mau, maunya sama kakak."

"Kak adeknya di jagain ya, bunda mau balik ke dapur dulu." Ucap Misca sambil mengusap puncak kepala putrinya. Namun tak ada jawaban dari Zain.

"Yaudah adek disini ya, bunda masak dulu nanti kalok mau turun bilang bunda."

Gadis itu mengangguk dan tersenyum saat dia sudah berada di atas kasur Zain , kemudian Misca keluar untuk kembali memasak di dapur.

"Kakak main apa? Aku juga mau ikut main." Gadis itu merangkak mendekat ke arah Zain.

"Kak ajarin aku berhitung." Ucapnya lagi setelah beberapa detik pertanyaan sebelumnya di acuhkan.

"Kakak dengerrin aku berhitung ya, kalau salah jangan di marahhin." Seolah tak peduli Zain mau mendengarnya atau tidak, Keyla tetap akan membaca isi buku belajarnya yang berisi berbagai angka serta cara bacanya.

"Satu..

dua..

ti- tiga..

mempat.. umm empat...

lima..

nam.. um enam..

tuyull..

delapan—"

"—Tujuh, bukan tuyul." Ucap Zain membetulkan, spontan Keyla tersenyum senang dan segera membetulkan ucapannya.

"Ah iya, tu.. tujuhh..

delapan

sembilan..

puyuhhh.."

"Sepuluh." Sela Zain membenahi lagi.

"Oke, sepuluhh." Benahnya dengan semangat.

"Aku ulang ya kak.. satu, dua, tiga, empat, lima, enam, ... t—tujuh, delapan, sembilan, sepuluh yee makasih kak aku sudah bisa, nanti mau aku kasih tunjuk ke bunda kalau aku bisa masuk ke sekolah baru kakak." Ucap Keyla sangat senang.

Zain masih terus terdiam tapi diam-diam dia tersenyum saat adeknya tadi sibuk berpikir angka apa yang akan dia ucapkan setelah enam.

"Kakak ,kakak ngomong dong." Dengan ragu, Keyla menyentuh lengan Zain.

"Aku pengen main sama kakak.." lanjutnya  sambil menggoyang-goyangkan tubuh Zain, tanpa takut pria itu marah.

Gadis itu semakin mendekat, hingga kini ia dapat duduk persis disamping sang kakak, dan dapat melihat jelas game apa yang sedang Zain mainkan, dan sekarang dia menyenderkan kepalanya di lengan Zain tanpa takut.

"Aku seneng punya kakak, jadi aku nggak kesepian lagi deh diumah."

"Umm dirumah." Lidahnya yang masih celat membuat Keyla harus membenahi ucapannya.

Semakin lama semakin bosan melihat kakaknya itu bermain sendiri dan semakin lelah juga dia menunggu Zain supaya mau bermain dengannya, tak terasa gadis cantik itupun terlelap dan Zain yang sadar akan hal itu berlahan menghentikan aktifitasnya, kemudian ia mengangkat kepala Keyla untuk ia baringkan di kasur. Zain tersenyum simpul melihat adiknya itu tertidur.

"Hari ini kamu pintar berhitung.." Ucap Zain lirih, lalu kembali melanjutkan permainannya.

***

Keyla Smith Janner, lahir di Inggris. Ayahnya dan ibunya bercerai setelah kelahiran Keyla disana. Setelah perceraiannya, Misca memutuskan kembali ke Indonesia. Makanya tak heran bila gadis cantik itu bermuka blasteran karna ayah kandungan yang asli orang Inggris dan sang bunda yang asli darah Jawa, Indonesia.

🌠🌠🌠

[Dibuat 2016]

I Love My Stepbrother ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang