Part 25

2.6K 208 20
                                    

Di part ini semua pertanyaan dari teman2 sekalian bakal terjawab. Terus dibaca dan jangan lupa vote dan comment nya yaaa.. Happy reading..

***
Diana duduk di koridor rumah sakit dengan memegang kepalanya. Sedang sebelah tangannya memegang perutnya yang rata, barulah Diana menyadari perutnya tidak lembut seperti biasa. Kali ini terasa sedikit keras seakan ada sesuatu yang menahannya.

Diana mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana ia bisa tidak menyadari hal seperti ini. Diana tidak tahu apa yang akan ia lakukan pada calon bayi di perutnya ini. Tangisnya pecah dan tubuhnya bergetar.

Ia ingin menggugurkan anak ini, Diana masih terlalu muda untuk memiliki anak terlebih jika anak ini tidak diterima oleh ayahnya sendiri. Diana tidak dapat membayangkan bagaimana ia dan anaknya kelak hidup tanpa kehadiran seorang suami sekaligus ayah di hidup mereka. Diana akan membenci dirinya sendiri.

Diana hendak menebus resep yang telah diberikan oleh dokter tadi. Kakinya seakan lemah untuk berjalan saat ini dan ia benci sendirian.

"Aku ingin menebus obat ini." Ucap Diana kepada petugas apoteker itu. Suara Diana terdengar serak dan kerongkongannya kering. Saat ia merogoh sakunya, ternyata kertas itu tidak disana. Sakunya bolong.

"Sial!" Umpat Diana. Sesaat ia merasa bodoh tidak memakai pakaian yang cukup layak untul berada di rumah sakit.

"Apa ada masalah, Nona?" tanya apoteker itu kemudian.

"Resepku ketinggalan, aku akan kembali lagi." Bohongnya. Petugas apoteker itu tersenyum dan mengangguk penuh pengertian.

Diana telah sampai di lantai 3 dan berjalan sambil melihat ke lantai, berharap resepnya masih disana.

Ia belum makan, ia belum membersihkan dirinya. Ia pusing dan berantakan. Calon bayi di perutnya membuat tubuhnya dua kali lebih letih. Tiba-tiba saja Diana bertabrakan dengan tubuh yang besar hingga membuatnya hampir terjatuh jika saja sosok itu tidak dengan cepat menangkap tangan Diana. Dianamencoba mendongakkan kepalanya untuk melihat seseorang yang sedang memeganginya tersebut.

Ketika mata mereka beradu, Diana benar-benar terkejut. Bola matanya serasa ingin copot keluar dari kepala saat itu juga.

"J-Jason?" Ucap Diana terbata-bata. Jason pun juga terlihat kaget dengan pertemuan mereka yang tak disangka-sangka, disini.

"Diana." Suara itu. Suara berat dan serak yang sangat dirindukan Diana. Suara yang selama seminggu ini terngiang di telinganya. Suara yang membuat perasaannya yang beku menjadi cair. Namun bisa membekukannya lagi. Suara orang yang dicintainya.

Diana mencoba berdiri sendiri dengan kakinya. Dan, oh Tuhan Diana sangat merindukan Jason. Ingin sekali rasanya memeluk tubuh kekar itu, berada dalam dekapan hangatnya, mencium aromanya. Terlelap disana selamanya. Tetapi, Diana mencoba menahan itu semua. Ia berusaha menahannya sekuat tenaga.

"Apa yang kau lakukan disini?" Jason membuka suara.

"A--aku, aku ingin meminta resep dokter." Jawab Diana ragu-ragu.

"Sayang, kau sakit? Apa yang terjadi denganmu? Apa yang kau rasakan sekarang?" Jason berkata dengan panik, menangkupkan wajah Diana dengan kedua tangannya yang besar dan hangat. Diana memejamkan matanya sebentar, merasakan hangatnya tangan yang sedang menyentuh wajahnya dengan sayang. Tangan yang selalu menjalarkan kehangatan didirinya. Diana begitu merindukan kenyamanan ini. Diana mengangkat tangannya, lalu menyentuh tangan Jason dengan lembut dan mengelusnya. Suara Jason sarat akan kepanikan yang mendalam, kerinduan yang tak sanggup diucapkan.

Love In Paris (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang