Part 17

2.9K 182 12
                                    

"Someone told me love controls everything but only if you know."
( Jessie Ware - Say You Love Me )

**

Diana mencoba membuka mata, tetapi pelupuk matanya terasa sangat berat saat ini. Sudah empat hari sejak Jason pergi dari apartemennya, lelaki itu belum juga mengabari Diana sesuai janjinya kemarin. Setiap malam ia habiskan dengan menangis dan merindukan Jason. Oh, dan lihatlah lingkaran hitam yang bertengger dibawah matanya, begitu jelas tercap disana. Menyisakan sedikit garis-garis kelelahan yang begitu jelas terlihat dengan kasat mata.

Diana merasakan kerongkongannya kering, dia butuh asupan air mineral, dengan mata yang setengah terbuka dia bangkit dari kasurnya dan dengan langkah yang tergopoh-gopoh dia menuju dapur serta membuka lemari esnya kemudian menuangkan air mineral ke dalam cangkir dan meneguknya habis.
Untuk sesaat dia membiarkan kesegaran air mengalir membasahi kerongkongannya. Menangis membuatnya begitu banyak kekurangan cairan tubuh. Terlebih, nafsu makannya kembali berkurang.
Dan ia sendiri sudah tahu benar apa yang terjadi padanya.

Untuk sesaat, pikiran Diana berkelana entah kemana.
Begitu banyak pertanyaan di benak Diana yang menuntut keluar. Sedang apa Jason disana? Apakah lelaki itu merindukan Diana seperti dia merindukan lelaki itu? Apakah justru Jason terang-terangan melupakannya dan menghabiskan banyak waktu dengan wanita yang saat ini menjadi misteri baginya?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus diulang-ulang dalam pikiran Diana seperti kaset rusak.

Diana menatap ke jendela kamarnya yang menampakkan langsung pemandangan langit yang suram--seperti hatinya saat ini. Rintik hujan perlahan turun dan memberikan embun-embun kecil di jendelanya. Tatapannya kosong, serta binar-binar kebahagiaan itu telah sirna dengan cepat.

Kenangan-kenangan bersama Jason melintas di pikiran Diana, menyuguhinya betapa bahagia saat-saat berdua dengan lelaki itu. Diana menundukkan kepalanya dan bertumpu pada tangannya. Bahunya bergetar perlahan, isakan perlahan terdengar. Ia menangis. Lagi, dan lagi.

Diana bertekad untuk tetap bertahan meskipun harus berdarah-darah sekalipun. Ia berniat untuk tetap mencintai Jason dengan segala kekuatan yang ia miliki.

Keheningan di kamar itu terpecah saat ponsel Diana berdering. Ia bergegas meraih ponselnya di atas nakas. Berharap dari Jason.
Namun harapannya memudar ketika yang dilihatnya bukanlah nama Jason, tetapi Vicky.

Dengan malas, Diana mengangkat telepon dari sahabatnya itu, "Halo." Sapanya.

"Diana! Kemana saja kau? Sudah beberapa hari kau tidak menjengukku. Apa kau lupa bahwa temanmu sedang sekarat disini?" Suara Vicky yang nyaring ditelepon membuat Diana sedikit menjauhi ponselnya dari telinga. Diana tidak habis pikir dengan sahabatnya itu, Vicky terkenal sebagai sosok laki-laki keren dan tampan di kampus tetapi semua penghuni kampus tidak mengetahui sisi memalukan yang Vicky miliki jika lelaki itu bersama Diana. Ia berubah menjadi cerewet, manja, dan menjengkelkan.

"Maaf, aku lupa. Aku hanya sedikit sibuk." Ucap Diana dengan suaranya yang parau. Ia berusaha menyembunyikannya dari Vicky tetapi ia tahu bahwa sahabatnya akan dengan mudah mengetahuinya.

"Hei, kau baik-baik saja?" Tanya Vicky menyadari suara Diana yang terdengar parau dan sedikit sengau.

"Tidak pernah merasakan hal yang lebih baik dari ini." Dusta Diana.

"Aku bisa mendengar kebohongan." Benar saja, Vicky adalah sahabatnya. Jelas sekali lelaki itu tahu bahwa Diana berbohong.

"Hm, Vic, aku akan menjengukmu sekarang. Aku bersiap-siap dulu."

"Jangan mengalihkan pembicaraan Diana. Baiklah, kau harus datang kesini dan ceritakan semuanya kepadaku." Tegas Vicky.

"Ta-"

Love In Paris (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang