Part 8

3.1K 231 11
                                    

Sejak kejadian malam dimana Jason mencium Diana, Diana seperti menaruh harapan pada lelaki itu. Entah harapan seperti apa yang Diana maksud, tapi Diana berharap Jason merasakan hal yang sama. Perasaan resah setelah mereka berciuman. Perasaan aneh yang menjalar di hatinya.

Jantung Diana berdegup dengan tidak menentu. Tangannya dingin sedingin batu es. Dia tidak tahu apa yang akan diucapkannya pada Jason jika mereka bertemu nanti. Jujur saja, ia belum siap bertemu Jason.

Untungnya, sudah dua hari ini Jason tidak menampakkan batang hidungnya. Tetapi dalam keberuntungan itu, terselip rasa khawatir dihati Diana. Dan segala pikiran buruk mulai merasukinya.

Diana melihat Jason tengah dari lokernya kemudian berjalan ke arah kelas. Diana tidak mencoba menyusul Jason. Ia terlalu takut, dan hanya mengikuti Jason ke kelas dengan langkah yang perlahan bak penguntit.

Saat tiba di ambang pintu kelas, Diana berusaha menetralkan detak jantungnya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan berharap semuanya kembali normal. Lalu ia berjalan memasuki kelas. Mencari tempat duduk, dan saat itu juga matanya menangkap sosok Jason yang tengah duduk sambil menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Seperti sesuatu telah mengusik pikirannya.

Diana tidak berani untuk mengajak Jason berbicara atau sekedar menyapa. Jason juga sepertinya menghindar. Itulah yang dirasakan Diana.

Perlahan Diana merasa sesuatu yang salah telah terjadi.

**
Selama di kelas, Diana hanya memperhatikan Jason dari jauh. Lelaki itu sama sekali tidak menyapanya, bahkan melihatnya saja tidak. Diana seperti manusia tak kasat mata yang tembus pandang sehingga tidak terlihat oleh Jason.

Hingga bel berbunyi, Jason masih belum mau bicara dengannya. Bahkan laki-laki itu dengan langkah besar meninggalkan kelas begitu saja.

Diana menjadi tidak enak hati. Ia merasa bahwa ada yang salah. Ada yang salah pada malam mereka berciuman.
Ada yang salah dari kejadian itu. Tapi apa? Mengapa Jason mendadak berubah drastis dan menganggapnya seakan tidak pernah ada?

**
Hari ini adalah hari kelima Jason mendiamkannya. Tanpa berbicara sepatah katapun. Tanpa melirik sedikitpun. Semuanya terasa sangat tidak wajar. Baru beberapa hari yang lalu, ia bersenang-senang dengan Jason. Namun sudah lima hari, Jason bertingkah aneh.

Laki-laki itu seperti tidak ingin berlama-lama berada disuatu ruangan atau tempat, dimana terdapat Diana di dalamnya. Se-menjijikkan itukah Diana? Namun Diana juga tidak mempunyai keberanian untuk bertanya kepada Jason. Ia takut dianggap terlalu berharap, dan ia tidak ingin harga dirinya tercemar lagi. Tapi tidak dapat dipungkiri bahwa selama lima hari ini juga Jason memenuhi pikirannya. Segalanya yang menyangkut lelaki itu. Dan Diana merasakan sesak. Tanpa sadar, sebenarnya ia merindukan sosok Jason. Sosoknya yang ramah dan jahil. Semuanya.

"Diana, ada yang harus kubicarakan padamu sebelumnya." Ucap Jason dengan mimik muka yang serius. Kala itu Diana sedang berada di kelas. Menyusun buku-bukunya sehabis mata kuliah Prof. Ludwig. Diana terkejut saat tiba-tiba saja Jason mendatangi kursinya dan membuat pernyataan.

"A-apa?" Tanya Diana terbata.

"Soal malam itu-maksudku ciuman itu. Lebih baik kau lupakan saja." Ucap Jason enteng padanya.

Jadi inikah? Karna inikah dia bersikap aneh kepadaku beberapa hari ini? tanya Diana kepada dirinya sendiri.

Diana tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya oleh perkataan Jason barusan. Dia tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.

"Ma-maksudmu?"

"Maksudku sudah jelas, soal ciuman itu lebih baik kau lupakan saja. Aku-aku tidak sengaja melakukannya. Aku tidak pernah mencium seorang teman sebelumnya. Kemarin malam, entahlah aku seperti terbawa suasana. Jadi lebih baik kau lupakan saja dan anggap tidak pernah terjadi apa-apa." Jelas Jason dengan tenang dan tanpa raut wajah bersalah sedikitpun.

Diana hanya diam seribu bahasa ditempatnya berdiri. Rasanya ada seribu panah menancap tepat di jantungnya. Rasanya ada ratusan duri yang membekap paru-parunya.

Dengan tenaga yang masih dimilikinya, serta kesadaran yang masih ia rasakan, Diana kemudian berkata, "Oh, tentu saja aku-aku sudah melupakan ciuman itu. Ya, mana mungkin kau sengaja menciumku, tentu kita hanya teman." Ucap Diana sambil tertawa getir, "kau tenang saja, aku sudah melupakannya." Lanjutnya. Sekuat tenaga ia menahan air matanya dan sekuat tenaga pula ia menahan suaranya yang hampir tercekat. Rasanya ia ingin menangis sejadi-jadinya. Perasaan apa ini? Tidak mungkin ia mencintai laki-laki itu, 'kan?

"Oke, baiklah. Kalau begitu aku duluan."

Diana mengangguk dan menatapi kepergian Jason yang perlahan mengilang dari pandangannya.

***
Short? No problems. Next chapter~

Love In Paris (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang