Part 3

5.1K 311 13
                                    

Entah sudah beberapa minggu sejak kejadian kandasnya hubungan Diana dengan Nick.

Sejak saat itu, Diana selalu mengalami mimpi buruk secara bertubi-tubi yang membuatnya terbangun tengah malam, dengan tubuhnya yang berkeringat dan air mata yang mengalir deras.

Dalam mimpi itu, Nick pergi menjauh. Dia pergi menjauh meninggalkan Diana. Bayangannya semakin menjauh hingga tak dapat ia jangkau lagi.

Diana berusaha bangkit dari kasurnya, kemudian menuju dapur untuk mengambil segelas air putih, lalu meneguk air itu sampai habis. Diana membutuhkannya untuk menetralkan kembali tubuhnya yang sudah terdehidrasi parah. Menangis membuatnya terlalu banyak kehilangan cairan tubuh.

"Nick..." Ucap Diana lirih.

Memang. Nick sudah mendapatkan hati Diana seutuhnya. Betul-betul membuat Diana jatuh kepadanya. Jatuh terlalu dalam.

**
Hari sudah terang, sepertinya hari ini akan sangat cerah. Namun, hati Diana tetap saja kelam. Mau tak mau ia tetap harus melanjutkan studinya sekarang juga.

Rasanya ia tidak ingin melanjutkan studinya lagi, tenaganya sudah habis terkuras. Semangatnya yang dulu menggebu-gebu hilang, namun ia tidak boleh menyerah sekarang. Dia harus tetap semangat, Diana tetap harus melupakan Nick, cepat atau lambat.

Diana merasa sudah siap. Hari ini begitu cerah dan sejuk.
Dengan menarik nafas perlahan, Diana menghirup udara pagi, begitu menyegarkan membuat dadanya terasa lebih ringan dari sebelumnya. Sesak yang tadinya sangat menyiksa Diana perlahan berkurang.

Diana tiba di tempatnya menuntut ilmu, seperti biasa jam tujuh pagi sudah sangat ramai.

"Hei Diana." Sapa seseorang kepada Diana.

"Oh, hei Vicky." Jawab Diana kepada sahabatnya. Diana sebisa mungkin mengulas senyum agar sahabatnya itu tidak mencurigai apa yang terjadi padanya.

"Ingin ke kelas?" tanya laki-laki itu.

"Ya." jawab Diana singkat, sedang tidak bernafsu untuk berbincang-bincang dengan Vicky.

"Mau bersama?"

"Boleh."

Vicky cukup populer dikampus ini, para wanita menggilainya. Dengan tubuh yang tinggi tegap dan warna kulit sawo matang, menambah kesan eksotis pada wajahnya yang rupawan.

"Bagaimana kabarmu? Hei, kenapa matamu?" Vicky menghentikan langkahnya dan memegang kedua lengan Diana. Menatap mata Diana penuh selidik. Jika sudah begini, mau tidak mau Diana harus menceritakan semuanya pada laki-laki ini.

"Tidak apa-apa." jawab Diana malas dan menepiskan tangan Vicky.

Diana berjalan dan meninggalkan Vicky yang masih berdiri di belakangnya. Vicky memaksa Diana untuk bercerita dan Diana tahu betul sikap pemaksa laki-laki itu.

Dengan terpaksa Diana harus berjanji untuk menceritakannya lain waktu di saat yang tepat nanti. Dan Vicky benar-benar memegang janji itu.

Entah dari mana aku harus memulai, batinnya.

**
"Selamat pagi semuanya." ujar salah satu tenaga pengajar Diana yang bernama Madam Becca itu.

"Selamat pagi juga, Madam."

"Baiklah. Hari ini saya akan menyampaikan sebuah berita. Akan ada mahasiswa baru yang masuk ke kelas kita. Silahkan, Mr. Jason Anderson."

Seorang laki-laki memasuki kelas. Ia bertubuh tinggi, tegap, tubuhnya putih dan bersih. Badannya yang terlihat menggiurkan, tertutup oleh kemeja berwarna hitam yang ia gunakan. Wajahnya sangat tampan ditambah dengan tatapan yang dingin yang dikeluarkan oleh mata hijau sehijau daun-daun segar, dan bulu-bulu halus yang tumbuh disekitar wajahnya.

Mata hijau itu bertemu dengan mata biru laut milik Diana. Tatapan itu begitu mengintimidasi dan intens. Menyelidik dan penasaran. Seakan sang pemilik mata tak mau memutuskan kontak mata itu. Dan Diana terheran-heran apakah ada yang salah dengan dirinya. Mendadak Diana merasa bulu kuduknya merinding merasakan tatapan itu dan memutus kontak mata mereka duluan.

Madam Becca mempersilahkan laki-laki bernama Jason itu untuk duduk di kursi yang masih kosong.

Diana hampir terkejut ketika lelaki itu mengambil tempat duduk disebelahnya. Walaupun meja dan kursi terpisah, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Diana dapat mencium aroma tubuh lelaki itu yang sangat harum. Dengan aroma mint bercampur seperti rerumputan basah menguar dari tubuhnya dan tersapu angin sehingga jelas Diana bisa menciumnya.

Diana merasa bahwa laki-laki di sebelahnya ini menatapnya tanpa berkedip hingga ia tidak berani untuk menolehkan kepalanya. Entah kenapa jantungnya ini berdebar tidak menentu. Bukan, bukan karena senang diperhatikan. Tapi Diana takut. Lelaki ini aneh.

Suasana kelas berjalan kondusif. Rasa bosan sudah menghinggapi Diana. Ia ingin pulang dan berendam air dingin untuk meredakan sakit kepalanya yang masih bersarang. Jam bergerak begitu lambat, Madam Becca masih bersemangat menjelaskan mengenai mata kuliah yang diajarkan saat ini. Otak Diana sudah tidak mampu menampung ilmu itu lagi, untuk hari ini. Ia lelah. Ia butuh tidur dan mandi.

***
Still in prosess editing for next chapters. So, keep leave yr vomments guys thank u! Follow me on ig: @nadyamhrn29

Love In Paris (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang