63. Bukti Nyata

919 172 39
                                    

Di rumah Harja, tepatnya di ruang tamu kini terdapat tujuh orang anggota keluarga Arnaud yang berkumpul di sana. Mereka mendengarkan penjelasan Mara yang sesekali mengusap air mata sambil sesenggukan.

Ucapan Mara terbata di sela isakan tangis yang belum juga berhenti. Farah yang duduk di sampingnya selalu memeluk dan mengusap-usap bahu menantunya yang berguncang.

Mara bercerita, kalau beberapa hari yang lalu Hildan memintanya datang untuk membawakan kue kesukaannya ke rumah. Mara tidak keberatan dengan hal itu sebab ia memang suka berbagi makanan dengan orang lain. Namun, siapa sangka, saat itu Hildan menariknya dan melakukan sesuatu yang tidak pernah Mara harapkan.

Saat Mara ingin melawan, Hildan mengancam akan membeberkan hubungan lama mereka dan mengarang cerita kalau mereka sering melakukan perbuatan yang berlebihan dulu.

"Dia bilang bakal bikin cerita kalo kita pernah ngelakuin hal di luar batas. Aku takut orang-orang bakal percaya dan jadi jijik sama aku. Tapi sumpah demi Tuhan, kita nggak pernah ngelakuin hal-hal kayak gitu. Waktu itu, aku nggak tau musti gimana selain pura-pura suka dan ngambil foto dengan alasan buat kenangan. Maju-mundur mau ngasih tau dan minta tolong sama seseorang, akhirnya Mas Harja yang liat duluan."

Orang-orang saling berbisik sambil menampakkan raut iba mendengar penjelasan itu, lalu berubah jadi marah ketika menyebut nama Hildan. Mereka tidak menyangka, kalau lelaki yang selalu ramah itu mampu berbuat demikian.

"Tunggu, ngapain kamu takut kalau emang itu nggak bener? Kamu bahkan bisa teriak atau apalah. Tendang kek tititnya. Bukannya malah diem aja." Salah satu dari mereka berkomentar, dia adalah sepupu Hildan, anak dari saudara tertua Farah. Gadis itu langsung mendapat pelototan dari yang lain.

"Saat mengalami pelacehan, kebanyakan korban nge-freeze, nggak tau mau ngapain. Jadi, tolong jangan langsung menghakimi begitu," balas sepupu kedua. "Aku tau kamu biasa ceplas-ceplos, tapi tolong sesuaikan sama situasi."

"Tau, tuh. Mulut kayak kamu, nih, yang bikin korban pelecehan kebanyakan takut buat speak-up. Korban itu diberi dukungan dulu biar ada keberanian, bukannya malah di-judge kayak gitu. Lagian, Hildan itu punya reputasi suka ganti cewek di sekolah. Aku udah beberapa kali liat dia jalan sama cewek yang beda," sela salah satu bibi Hildan yang merupakan anak keempat.

Ia menjeda, mencebik sejenak lalu menambahkan, "kita nggak tau apa aja yang pernah dilakuin anak itu selama pacaran. Bisa aja dia kena efek pergaulan bebas dan kebablasan. Dan kalau kalian lupa, dia anak Sella. Sela dicerai sama Darius setelah kepergok ngamar sama laki-laki lain. Bisa aja Hildan udah salah didik dari kecil. Orang ibunya aja nggak bener."

"Masuk akal. Karena Darius mungkin juga kurang perhatian selama ini, dia jadi makin parah."

"Kalian bicara seolah ini salah orang tuanya, padahal sebagai remaja yang udah lewat masa puber, Hildan punya kewarasan buat memilih mau berbuat apa, dan dia milih buat jadi lelaki bejat."

"Aku nggak nyangka sumpah. Parah banget. Jadi jijik. Padahal selama ini dia nggak keliatan kayak gitu. Bajingan."

Obrolan yang lebih tepatnya aktivitas mengumpati Hildan berlanjut sampai pada akhirnya ada yang bertanya, "Tapi gimana dari sisi Hildan? Dia udah dibonyokin sama Harja sebelum ngomong apapun, kan? Bukannya kita harus dengerin dari dua sisi?"

"Entah apapun yang mau dia omongin, pasti nggak jauh-jauh dari alasan buat bela diri. Mending nggak usah didengerin."

"Bener. Mau dijelasin sama beribu alasan pun, aku tetep percaya Mara nggak mungkin bohong. Kalian yang ragu kayak nggak kenal sama Mara aja. Dilihat dari sifat, reputasi, sama latar belakang keluarga udah jelas yang bobrok siapa. Ini bukan drama atau novel yang kebanyakan plot twist. Nggak usah kebanyakan mikir."

Mayuno The FiguranWhere stories live. Discover now