10. Yang pertama

3.9K 296 1
                                    

Seorang gadis meringkuk di sudut kamar kecilnya, menutup kedua telinga agar suara teriakan dari dua orang dewasa di ruang tengah tak terdengar. Namun, itu tidak berguna. Suara saling bentak, jeritan, dan pecahan barang terlalu kuat untuk dihadang.

"Kamu pikir gara-gara siapa aku selingkuh? Kamu! Semua salah kamu!"

"Kamu nyalahin aku? Nggak malu kamu sebagai ibu? Mau jadi apa Maya kalau ibunya jadi jalang, hah?!"

"Haha! Malu? Kamu nggak pantes ngomong gitu, Mas! Ngaca! Hidup kita jadi susah gini karena kamu yang nggak becus jadi kepala keluarga!"

"Apa kamu bilang?"

"Kamu nggak bec- Aghh!!"

Maya, gadis kecil itu makin mengeratkan tangan di telinganya saat bunyi tamparan bergema di balik pintu.

"Diam kamu jalang! Aku terlilit hutang juga gara-gara kamu! Kalau kamu bersyukur sama nafkah yang kukasih, aku nggak bakal ngutang!"

Setelah itu, seperti yang sudah-sudah. Ibunya akan menangis kencang, sedangkan ayahnya akan pergi sembari membanting pintu, pergi keluar hingga lewat tengah malam dan pulang dalam keadaan mabuk.

Pertengkaran semacam itu hampir terjadi tiap hari. Terkadang mereka sampai ditegur tetangga karena terlalu ribut, mungkin juga takut suatu hal buruk akan terjadi. Kerenggangan hubungan di antara mereka juga berdampak pada sikap mereka pada sang anak yang kadang menjadi pelampiasan atas kekesalan yang menumpuk.

Gadis berusia sebelas tahun itu sering dibentak bahkan dipukul hanya karena kesalahan kecil seperti lupa mengisi air ke bak mandi, atau karena nilai sekolah yang di bawah rata-rata.

Maya berharap akan datang hari di mana keluarganya kembali rukun seperti dulu, sebelum mereka jatuh miskin. Namun, harapan itu sirna saat ibunya menggugat cerai sang ayah dan meninggalkan Maya.

Maya terus menyalahkan ibunya, menganggap wanita itu egois, dan tidak pantas dihormati. Itu semua karena cerita sang ayah yang terus berkata buruk. Makin bertambahnya usia, Maya makin paham. Bukan hanya ibunya yang bermasalah, tapi ayahnya juga. Ia dipaksa bekerja setelah lulus SMP untuk membantu membayar hutang.

Ikhlas, ia ikhlas membantu. Sampai suatu hari seorang tetangga memberitahu bahwa ayahnya meminjam uang lagi dari renternir untuk berjudi dan sialnya setelah itu mengalami kecelakaan yang membuatnya lumpuh setengah badan hingga tidak bisa bekerja. Itulah awal mula kesengsaraan Maya.

Gadis berambut pink itu berdecak tiga kali sebelum menutup buku bersampul hitam usang di tangannya. "Kasian ...," katanya iba. Mata yang berwarna senada dengan rambutnya itu mengalihkan pandangan pada gadis berambut hitam yang duduk di seberang meja, berhadapan dengannya. "Kamu pasti merasa beruntung nemuin buku ini. Iya 'kan, Maya?" tanyanya penuh percaya diri.

"Kamu Siapa?" Bukannya menjawab, Maya malah bertanya balik.

"Di cerita itu namaku Mayuno. Itu bukan nama asli."

"Cerita itu? Cerita apa?"

"Cerita novel yang kamu baca sebelum koid."

Alis Maya terangkat. "Koid? Maksud kamu mati? Aku beneran mati?" Ia meraba seluruh tubuhnya yang tidak merasakan apa-apa. "Nggak ada yang sakit."

Mayuno memutar bola matanya malas. Ia menaruh kembali buku bersampul hitam ke meja, agak menyisihkannya ke samping agar bisa kedua tangannya bisa bertumpu di sana.

"Sekarang kamu itu cuma roh. Raga kamu udah di kubur. Kamu inget nggak penyebab kematian kamu?"

Maya terdiam sesaat sebelum menggeleng pelan. "Emang aku mati karena apa?"

Mayuno The FiguranWhere stories live. Discover now