22. Asli atau Palsu?

2.2K 180 3
                                    

Dirinya sedang beruntung. Begitu keluar langsung berpapasan dengan Freya yang kebetulan juga ingin pergi ke ruang komputer untuk mencetak gambar sebagai referensi untuk lukisannya. Gadis itu belum pulang karena ingin menyelesaikan lukisan untuk perspective pinnacle atau puncak perspektif, di singkat PP. PP merupakan ajang penilaian seni rupa yang diadakan setiap tiga bulan sekali oleh sekolah. Peserta wajib berasal dari klub seni, tetapi siswa di luar klub seni diperbolehkan ikut juga.

Peserta yang mendapat kemenangan terbanyak akan dipilih untuk mengikuti lomba melawan peserta dari sekolah lain, tiga besar berkesempatan memamerkan karya mereka di galeri seni Madanai. Sebuah galeri seni terkenal milik paman Freya, sedangkan 20 besar diperbolehkan memajang karya mereka saat pentas seni berlangsung di galeri seni sekolah.

Seingat Mayuno, Freya adalah langganan peringkat tiga besar. Seringnya peringkat satu. Dalam cerita, ia bahkan hampir dipilih untuk mewakili sekolah kalau saja langkahnya tidak dijegal oleh tokoh utama, Niria dengan lukisan surealisme-nya yang unik dan seakan memiliki jiwa. Konflik batin yang dirasakan Freya akibat kegagalannya mendorong kebencian yang amat dalam hingga gadis itu tidak keberatan membantu Bianca dalam aksi perundungannya.

"Mau ke mana?"

Langkah Mayuno terhenti oleh teguran Freya. Ia menoleh ke belakang dengan raut wajah bodoh, mengerjap lalu menyengir pada Freya yang menunjuk papan di atas pintu bertuliskan 'Computer Room' dengan jempolnya.

"Jangan sering melamun," katanya lagi sambil membuka pintu, masuk lebih dulu diikuti Mayuno.

"Aku duluan, ya? Aku cuma dikasih waktu lima menit."

"Alright." Freya mempersilahkan.

Dengan gerakan cepat Mayuno segera memeriksa tinta, kertas, dan pengaturan khusus untuk fotokopi hitam putih. Setelah dirasa sudah sesuai, kemudian ia menaruh kertas menghadap ke bawah lalu menekan tombol start. Hal yang sama dilakukan sampai lembaran naskah habis.

"Selesai. Giliran kamu. Mau ditungguin?" Mayuno harap tidak. Waktunya sangat mepet sekarang.

Freya mendengus geli. "Nggak usah nawarin kalo nggak ikhlas. Dah! Sana. Hus!" Ia mengibaskan tangan, menyuruh Mayuno pergi.

"Terima kasih, Nona," kelakar Mayuno membalas candaan Freya. Ia mengatakan itu sambil membungkuk layaknya pelayan yang di sambut tawa kecil oleh gadis itu.

"Apaan coba?"

"Duluan!" Mayuno melambaikan tangan kemudian keluar lebih dulu.

Ia berjalan kembali dengan senyum lebar karena merasa lega. Kekhawatirannya akan tersesat tidak terjadi dan semuanya berjalan lancar. Saking senangnya, Mayuno sampai berani bercanda dengan Freya yang merupakan tokoh jahat di dalam novel, yang ia benci seperti dirinya membenci Bianca. Setelah berinteraksi beberapa kali, Mayuno malah merasa Freya yang paling normal di antara yang lain. Walaupun ada satu waktu di mana ia terkesan ingin membuat Mayuno berkata buruk tentang Sien.

Selama ia berhati-hati, mungkin tidak ada buruknya. Semoga saja.

Mayuno membuka pintu masih dengan senyum sumringah. Langkahnya begitu ringan menghampiri Candra yang menaikkan alisnya begitu melihat tingkahnya yang berubah drastis sebelum pergi. Cerah, tidak muram seperti sebelumnya.

"Makasih." Mayuno menyodorkan naskah milik Candra yang langsung diterima lelaki. Itu.

"Oke. Sisa waktu 25 detik. Kamu lolos dari hukuman," ucap Candra melihat arlojinya.

"Oke!" balas Mayuno bersemangat. Akhirnya setelah melalui cobaan dan mendengar berbagi cibiran yang terasa seperti beban berat di kedua pundaknya, Mayuno bisa lega. Beban itu menghilang bagai butiran tepung yang ditiup angin.

Mayuno The FiguranWhere stories live. Discover now