41. Tidak Jelas

1.6K 237 42
                                    

Karena keributan yang terjadi, mereka ditegur oleh staf gym. Theo pun tak luput dari teguran, tapi berbeda dengan Hildan yang menekuk wajah, lelaki itu hanya tertawa kecil sambil menggaruk kepala bagian belakangnya santai. Sedangkan Mayuno, jangan tanyakan seberapa malu gadis itu karena mendapat tatapan menghakimi dari orang-orang yang merasa terganggu.

Selain tatapan sebal, beberapa orang juga senyum-senyum, menggelengkan kepala juga bergumam, "Dasar, anak muda." Dan sebagainya, yang intinya berusaha memaklumi. Kebanyakan yang seperti itu orang yang lebih tua. Ia juga tak luput dari delikan para gadis yang seakan mencari kelebihan Mayuno hingga bisa berada di antara dua lelaki tampan. Mungkin mereka berpikir kalau sedang ada pertengkaran karena berebut pacar, tapi nyatanya tidak begitu.

Setelah diomeli Hildan melanjutkan latihan dengan baik sebab Theo pun tidak mengganggu sampai selesai lalu mandi. Gym ini dilengkapi dengan fasilitas mandi, jadi setelah latihan selesai, pelanggan bisa langsung membersihkan diri.

"May!" Hildan yang baru keluar dari kamar mandi tiba-tiba menyodorkan sehelai handuk kecil pada Mayuno yang ia suruh menunggu tepat di luar. Duduk di kursi kayu panjang bercat cokelat memainkan ponsel.

Tak mengerti dengan maksudnya, Mayuno pun mendongak sambil bergantian menatap handuk dan Hildan beberapa kali lalu bertanya, "Apa?"

Bukannya dijawab, handuk yang sudah dekat dengan wajahnya didorong lagi lebih dekat sampai Mayuno harus memundurkan kepala.

"Hmp!" Lagi-lagi handuk disodorkan, kali ini dengan gumaman dan tatapan yang menuntut.

"Apa, sih?" Mayuno masih bingung. Meski begitu, ia akhirnya mengambil handuk itu lalu melipatnya rapi. "Kamu mau aku bawain?"

Tangan Hildan menggantung di depan untuk beberapa saat. Wajahnya melongo dan matanya berkedip kesal. "Hahhhh ...." Lalu malah mengeluh sambil berkacak pinggang. Hildan menyugar rambut yang basah pasca mandi, menggaruk kepalanya sendiri dengan wajah frustasi. Reaksinya itu semakin membingungkan bagi Mayuno.

"Dasar telmi," ejek Theo. Mendadak lelaki itu muncul dari depan lorong pendek tempat toilet dan kamar mandi, melangkah cepat nan yakin lantas mengambil lipatan handuk di tangan Mayuno, mengibaskannya dua kali. Tak lama suara protes Hildan terdengar.

Gerakannya sangat lihai sampai gadis itu hanya bisa melongo, melihat tangannya yang sudah kosong beralih pada Theo yang mengusap rambut basah Hildan kasar, lebih tepatnya memaksa karena mendapat perlawanan. Hildan menggeram, terus berusaha melepaskan kepalanya dari usapan tak manusiawi Theo, tapi tentu tidak mudah karena tenaga dan ukuran tubuhnya kalah besar.

"Theodore! Apa-apaan?!" Akhirnya Hildan berhasil menyentak tangan Theo, melepaskan diri dengan rambut berantakan dan kepala yang sakit. Sungguh, lain kali ia harus bertanya pada Theo, apakah lelaki itu punya dendam pribadi padanya sebab itu tadi terasa seperti Theo ingin menghancurkan tengkoraknya.

"Kamu gila, ya?!" sambung Hildan murka. Wajahnya sampai memerah dan alisnya hampir menyatu. Yang ia inginkan hanya sedikit dimanja seperti saat bersama Mara dulu, bukan dimanja oleh lelaki besar macam gorilla ini. Kalau saja Mayuno lebih peka, tidak akan ada penganiayaan seperti ini.

Tak memedulikan kemarahan Hildan, Theo beralih pada Mayuno yang mematung, duduk di kursi panjang. "Liat? Dia mau digituin. Dimanja, diunyel-unyel. Tentu dengan lembut," jelasnya menunjuk Hildan dengan kelima jari yang telentang, seperti para model iklan yang mengenalkan produk mereka.

"Kamu mau aku yang ngeringin rambut kamu?" Mayuno bertanya polos pada Hildan yang langsung membuang muka ke arah lain. Sementara Theo menepuk dahinya sendiri, ikut frustasi entah mengapa. Perilaku mereka sungguh mengherankan, padahal Mayuno bertanya dulu agar ia tidak salah paham dan malah terkesan terlalu percaya diri.

Mayuno The FiguranOnde histórias criam vida. Descubra agora