16. Keributan (2)

2.8K 225 1
                                    

Pintu ruangan Kepala Sekolah diketuk. Setelah mendapat persetujuan dari orang di dalam, barulah si pengetuk masuk, berdiri di tengah ruangan menghadap pria lain yang membelakanginya. "Bapak memanggil saya?"

"Apa penyebabnya?" tanya Hansel balik tanpa menoleh. Sibuk menyemprot beberapa pot tanaman mini yang menghias sekitar jendela.

"Dari cerita saksi, Neti marah karena Tari menghina ibunya di media sosial. Tapi saya belum mengkonfirmasinya kepada Tari karena dia perlu memulihkan fisik dan mentalnya untuk sementara. Mungkin, sebelum jam pulang," jawab Bram, guru BK.

"Saksi?" Kali ini Hansel menoleh dengan alis berubannya yang saling bertaut, menuntut jawaban. Wajahnya masam mengingat peristiwa tadi.

"Emosi mereka berdua pasti belum stabil. Saya memberi waktu untuk menenangkan diri agar bisa berpikir lebih jernih."

"Tidak perlu. Langsung saja tanyai Neti. Untuk apa membuang waktu? Dari awal tindakannya terlalu agresif dan brutal. Sangat tidak mencerminkan murid teladan. Orang seperti itu selalu mendahulukan otot daripada otak hingga masalah sepele pun menjadi besar." Hansel menjeda, memindahkan salah satu pot tanaman ke tepi.

Kemudian ia melanjutkan, "Segera saja panggil orang tua masing-masing dan beri mereka pembinaan," perintahnya tegas, berbalik, berdiri berhadapan dengan Bram.

Meski sudah hampir berumur 50, Hansel bukanlah bapak-bapak bertubuh tambun dan tidak mengurus penampilan. Rambutnya memang mulai beruban, tetapi badannya masih tegap dan gagah. Kewibawaan serta aura intimidasinya masih menguar begitu kuat hingga Bram merasa seperti ditarik oleh gravitasi, ingin segera mengakhiri pembicaraan dan keluar dari ruangan. Sudah berlalu satu bulan sejak ia diterima menjadi salah satu pengajar di sekolah ini, tetapi belum juga terbiasa dengan eksistensi Kepala Sekolah itu.

Akan tetapi, bukan berarti ia harus menjadi orang yang hanya mengangguki perintahnya. Bram ingin masalah ini selesai tanpa menimbulkan masalah lain.

"Tapi, Pak ...."

Botol semprotan Hansel taruh secara kasar ke meja, sengaja untuk memotong ucapan lawan bicara, kemudian ia duduk di kursi bersandar di kursi berodanya.

"Selesaikan secepatnya, Bram. Tanyai seperlunya lalu berikan surat panggilan orang tua untuk mediasi lalu berikan sanksi." Suara Hansel merendah tanpa melepaskan mata tajamnya dari Bram. "Dan bujuk dua anak lainnya yang juga terluka untuk tidak memperpanjang masalah ini. Apalagi cucu Martin Ledric itu. Akan sangat merepotkan jika berurusan dengannya. Jika kamu tidak bisa, serahkan pada saya," lanjutnya.

"Mereka berdua telah setuju untuk tidak menuntut apa pun, Pak. Namun, Bianca berharap Neti meminta maaf padanya."

"Hanya itu? Tidak minta ganti rugi atau hal lain?" tanya Hansel bingung yang langsung diangguki Bram. Ia tidak menyangka jika salah satu anak dari keluarga konglomerat akan memberi syarat yang amat mudah. Selama karirnya sebagai tenaga pengajar, Hansel sering menghadapi wali murid yang murka karena sang anak dihukum agak keras atau berkelahi antara sesamanya dan berakhir mengadu.

Namun, belum saatnya untuk merasa lega. Bisa saja Martin tidak terima meskipun cucunya merasa baik-baik saja. "Selalu ada kemungkinan terburuk, Bram."

"Ya, Pak," sahut Bram mengerti. Bagaimana pun, ini bukan kasus pertama untuknya.

Cucu Martin Ledric, Bianca Ledric. Bram sudah bertemu dan berbicara dengannya sebelum diperintah. Pertama kali bertemu, ia tidak tahu siapa gadis cantik itu hingga membaca pin nama di dadanya yang membuat Bram cukup terkejut dan menjadi gugup. Pasalnya, lebam di dahinya terlihat lumayan parah sampai wajahnya pucat tetapi aneh, gadis itu tampak tenang menjawab pertanyaan.

"Oke. Kamu boleh keluar."

Begitu keluar dan menutup pintu, Bram melihat arlojinya sambil melangkahkan kaki menuju ruangannya sendiri untuk menanyai Neti terlebih dahulu, sementara Tari dibiarkan istirahat di UKS setelah kepala dan seragamnya dibersihkan ala kadarnya. Selain karena luka fisik, guncangan mental yang dialami Tari selaku korban kekerasan juga menjadi pertimbangan untuk langsung mempertemukan mereka berdua.

Mayuno The FiguranWhere stories live. Discover now