42. Perubahan yang Baik

1.6K 223 23
                                    

Kalau Hildan sedang menghadapi amarah Darius karena lupa menekan tombol rice cooker untuk menanak nasi, di tempat lain Mayuno sedang menghadapi amarah ibunya akibat dari nilai yang hancur.

Jessie mengetuk-ngetuk meja makan dengan ujung jari, menyorot Mayuno yang menunduk dalam dengan tatapan menghakimi. Wanita itu masih berwajah datar seperti biasa, tapi sorot matanya amat mengerikan. Ita yang ikut gugup juga sampai menaruh cangkir kopi dengan sangat hati-hati, hampir tak bersuara.

"Jadi, kamu remedial di seluruh mata pelajaran dan malah main-main sampai sore. Santai sekali, ya."

Sindiran itu tidak berbalas, karena Mayuno sadar kesalahannya dan tahu Jessie tidak menginginkan balasan apa pun. Wanita itu hanya ingin mengeluarkan emosi setelah tahu fakta yang mengecewakan.

Bagi Mayuno hal itu amat sangat wajar, karena dengan pemaksaan yang dilakukan gadis itu untuk masuk sekolah dengan biaya mahal, tapi malah gagal mendapat nilai bagus pasti terasa seperti membuang uang dengan percuma.

"Dengar Mayuno, Mama tidak memaksa kamu harus punya nilai yang bagus atau sempurna di semua mata pelajaran, karena Mama pun tidak bisa begitu. Tapi bagaimana mungkin tidak satupun nilai kamu yang paling tidak ... lewat standar? Tidak harus tinggi, paling tidak satu atau dua yang melewati standar sedikit saja. Ita!"

Jessie memanggil dengan nada tinggi sambil memijit pelipis, wajahnya tampak lelah dan kusut. Namun, wanita itu masih terlihat cantik di saat yang bersamaan.

"I-iya, Nyonya?" Ita menjawab gelagapan, kaget hingga Mayuno bisa melihat teh di dalam cangkir yang ia pegang bergerak-gerak tak tak tentu arah sebelum mendarat di meja, dekat piring Mayuno.

"Apa kita masih punya jeruk kasturi?"

Ita berpikir sebentar lalu berkata, "Biar saya lihat dulu." Kemudian membuka kulkas yang berada di dekat kabinet dapur. "Ada, Nya."

"Bawa sini."

Ita menurut, tergopoh-gopoh mendekati Jessie dengan membawa sekantung jeruk kasturi di tangan. Diletakkannya buah itu di dekat Jessie.

Mayuno meneguk ludahnya kasar saat Jessie meraih satu buah dan mengupas kulitnya cepat sehingga bau asam yang kuat tercium. Bau asam yang cukup untuk membuat air liur ingin menetes saat itu juga. Dalam hati Mayuno bertanya-tanya, untuk apa Jessie meminta jeruk kasturi? Akan sangat menyebalkan kalau jeruk kasturi itu nantinya akan disuapkan ke mulutnya sebagai hukuman.

"Uh ...." Ringisan Ita terdengar berbarengan dengan Mayuno yang menelan ludahnya yang sudah terkumpul banyak di dalam mulut ketika Jessie, masih dengan raut datarnya melahap jeruk yang sudah dikupas itu bulat-bulat, mengunyahnya seolah itu buah yang manis.

Apa sensor perasa asam wanita itu sudah rusak?

Jessie terus mengunyah lalu melepehkan seluruh biji ke tatakan cangkir kopi. Hal itu diulangi sampai enam kali yang artinya enam jeruk sudah dimakan. Selama waktu itu pula dua orang lain di ruang makan itu mematung sambil menelan ludah mereka kasar tiap kali Jessie menggigit jeruk di dalam mulutnya.

"Hah. Jeruk asem memang obat stress terbaik. Kalian mau?" tawarnya pada Ita dan Mayuno.

Tentu saja mereka langsung menolak tanpa berpikir. Bukannya anti dengan jeruk kasturi, nyatanya buah itu sangat cocok sebagai tambahan rasa asam untuk makanan berkuah atau minuman. Memakannya langsung secara bulat-bulat itu sudah lain cerita.

"Ya sudah." Jessie mengedikkan bahu, lanjut memakan jeruk yang tersisa.

"Itu tadi setengah kilo, lho, Nya," ucap Ita lirih, merasa ngeri kalau perut Jessie akan bermasalah nantinya.

"Kamu bisa beli lagi nanti. Atau mau saya belikan besok setelah pulang kerja? Saya tidak keberatan." Namun, wanita itu tampaknya menangkap maksud yang berbeda dan terus mengunyah tanpa henti.

Mayuno The FiguranWhere stories live. Discover now